This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

Cerita Dibalik Insiden Motor

Gara-gara tadi pagi gua baru jatoh dari motor, jadi pengen cerita-cerita tentang rekor “kecelakaan” motor gua, hahahaha… Beberapa kisah mungkin agak menegangkan, tapi kalo gua inget-inget, banyak malu-maluinnya sih, hehehe…

Contohnya tadi pagi. Ini bukan kecelakaan motor yang parah, dan karena nyenggol atau nyerempet orang gitu. Asli ini gara-gara kebodohan gua. Catet tuh “kebodohan” -_- Tp emg iya sih, hehehe…. Kenapa gua bilang memalukan. Simak aja alas an dibalik jatohnya gua dari motor dengan kaca spion yang akhirnya jadi korban remuk tak berdaya itu. Gua jatoh Cuma karena LUPA NURUNIN STANDAR ._. parah bgt ya gua? Masa mau ngelepas motor, standar sampe lupa diturunin -_- *pikun akut* Ya jelaslah motor langsung jatoh, dan gua ikut terseret kesamping juga, hahahaha… dan korbannya tuh spion sukses remuk gara-gara ketindih lutut *apa kaki ya tadi? --a* yang berusaha mempertahankan diri biar gak ikut jatuh juga, hehehe….

Cerita gua tadi pagi cuma secuil dari banyak kisah sejarah antara gua dan motor, hehehe…. Tragedy lupa nurunin standar itu sejujur-jujurnya bukan yang pertama *rekor memalukan*. Tapi tragedy-tragedi itu melengkapi catatan suram gua dalam bermotor.

Dulu pas baru belajar naik motor, kira2 pas masih SMP, pernah nyungsep ke semak2 cuma gara2 terlalu cepet bawa motor pas di tikungan -_- Yah, namanya juga baru bisa. Gua masih inget tuh, kan baru2 belajar, jadi masih latihan di sekitar komplek doing. Eh pas bawa muter2 komplek, pas asyik2nya bawa motor, pas mau belok, eh ada beca nongol di tikungan. Ya gua rada kaget dong, ya itu ujung2nya, jadi nyunsep kesemak-semak -_- hahahaha…

Dan becak emang rada punya aura buruk sama gua (?) hahaha…. Karena apa? Tragedy itu gak kejadian 1x. Yang kedua, gua juga pernah jatoh gara-gara ngehindarin becak juga. Ini kejadian pas kelas 3 SMA. Waktu itu mau jemput ponakan ke sekolah. Nah pas di pertigaan, gua kan jalan lurus. Dr depan eh tiba-tiba ada becak tiba2 belok gak pake reting2 *emg becak punya reting? hihihi*. Gua yang dalam keadaan ngebut *maklum adiknya rossi* ya jelas kagetlah. Ya jelas gua langsung ngerem dan sialnya lagi rem gua itu error, dan ban motor gua langsung slip, dan gubrak! Jatoh lah gua. Beuh tu parah jatohnya. Luka-lukanya banyak -_- Kaki kiri gua kan ketindih motor, itu keseleonya 2 bulan gak sembuh2 *lebay*…. Tapi gua mah kalo jatoh emg gak pernah diurut apalagi dibawa ke dokter, makanya sembuhnya lama gitu, hehehe…. Lagian, asal perlu dicatat. Gua itu kalo jatoh dari motor, biar luka-luka gmn aja, asal masih bisa bangun, gua pasti sok-sok kuat gitu ._. yang pas kejadian ini aja, abis benerin kendaraan bentar, gua lanjut lagi jemput ponakan gua *walau tu kaki nyut2an dan dah mati rasa* hahahaha….

Trus ada lagi. Tapi ini gak ada hubungannya lagi sama becak, hehe… Gua masih inget pas SMA, waktu itu mau pergi tugas jaga dari PMI gitu. Nah pas itu gua kan lagi stop di lampu merah simpang 4 gitu. Rencananya gua mau lurus. Eh, ternyata kaka dari PMInya ada di jalan sebelah kanan. Dia nyuruh gua belok. Ya udah gua belok ke kanan. Eh, tapi teledornya gua, pas belok itu gak liat2 kebelakang, ternyata ada motor. Ya udah tabrakan tak dapat terelakkan, hehehe… *makanya kalo mau belok liat2 dulu, hehe...* Gak sempat jatoh sih, tapi rumayan sakit juga tabrakan stang gitu. Tangan gua aja udah kaca orang abis tinju pas itu, hehehe…. Awalnya pengen stop *entahlah cari perhitungan atau apa*, tapi kan tu deket lampu merah, eh pas liat ada polisi jalan mendekat gitu, eh kita berdua sontak langsung sepakat pada kabur dan nganggap kejadian itu gak ada, wkwkwkwk…. Maleslah kalo polisi dah ikut2an turun tangan, hehehe…. Dan tau kah kawan2 sekalian, ternyata eh ternyata, gua saat itu lupa bawa dompet. Dan tau apa itu artinya? Gua gak bawa SIM dan STNK, jd syukur bgt waktu itu pad sepakat buat kabur, kalo gak, abis lah riwayat gua, hahaha….

Sebenarnya masih byk kejadian2 memalukan masalah kecelakaan motor gini, hehe…. Nabrak banper mobil orang juga gua pernah, syukur tu bapak2 baek gak minta ganti rugi, hehe…. Eh, tapi setelah baca cerita ini jangan salah ngecap gua ya… Gua bukannya gak lihai bawa motor, tapi cuma kadang suka teledor dan kehilangan focus aja ._. Karena kebanyakan kecelakaan2 yang aku alami sangat jarang melibatkan / melukai orang lain, dalam artian karena jatoh sendiri, atau karena motornya lagi error kaya karena remnya aus atau bannya udah gak lengket lagi (?) atau kaya tragedy rantai putus yang pernah gua certain dulu di blog ini, yang dimana gua terselamatkan oleh 2 opa2 yang baek hati dan om pemadam kebakaran yang murah hati, hehe….

Tapi rentetan tragedy bencana pas bawa motor ini ya Alhamdulillah gak bikin gua jera bawa motor. Yah, namanya kejadian buruk gitu, jangan dibikin trauma dong ya? Itu cuma bakal jadi penghambat kemajuan kita, bener gak? Ya jadi diambil aja hikmahnya dan dijadikan pelajaran buat kita agar lebih hati-hati, cermat dan bijak lagi dalam bertindak. Setuju kan teman2 sekalian? :) Jadi, tulisan kali ini cuma buat share pengalaman ke teman2 sekalian. Jadi keteledoran gua jangan ditiru ya teman2, hahaha…. Safe Riding SaveYour Life! (3am)

2 komentar

FIKSI - PROMISE Part 38: Arti Sahabat

Lanjutan dari PROMISE Part 37: Dia Yang Tersakiti. Baca juga Promise Part 1: Awal, untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk.

NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :)

PROMISE - Part 38: Arti Sahabat

---------------------3am---------------------

Setelah beberapa waktu kemudian, suara isak tangis yang menyelimuti ruang musik itu, secara perlahan mulai mereda. Kini ify telah menegakkan dirinya dari sandarannya di bahu iel. Walau masih tampak bulir-bulir bening itu masih sesekali pengalir pelan melewati sudut matanya, tapi ia tampak lebih tenang sekarang. Nafasnya sudah lebih teratur. Di sampingnya, iel yang juga telah melepas rangkulannya terhadap ify, kini terus memperhatikannya dengan seksama.

“Kalau hati loe belum lega… Loe beleh nangis lagi di pundak gue… Sepuas loe yang loe mau fy…” lirih iel sambil terus mengusap lembut pundak ify. Dia tak mau gadis itu menyisakan kesedihannya. Lubuk hatinya yang terdalam begitu ingin membantu agar rasa pedih itu benar-benar terkikis habis dari hatinya, hingga tak bersisa sedikitpun. Tapi, Ify hanya menggeleng pelan sambil terus berusaha menyusut butiran air mata yang menggenangi matanya itu. Iel pun mengangguk mengerti.

"sori... Gue udah marah-marah sama loe..." lirih iel kemudian. Ify hanya melirik iel sesaat lalu menggeleng lemah.

"orang bodoh kaya gue emang pantas buat loe tampar, buet loe marah-marahin...." lirihnya lemah. Iel menggeleng, lalu menarik bahu ify agar gadis itu duduk menghadap dirinya.

"sttt… Loe ga bodoh kok fy... Sama sekali nggak... Yang bodoh itu orang-orang yang dengan gampangnya membuang sahabat yang setulus dan sebaik loe... Mereka yang gak ngerti arti sebuah persahabatan sesungguhnya... Mereka yang bodoh udah sia-siain sahabat sejati kaya loe, loe ga pantas buat disia-siain fy..." ucap iel sambil menatap ify lembut. Ify hanya menatap iel lemah, lalu kembali menunduk.

“tapi, loe emang bener, gue emang lemah. Gue emang selalu membiarkan segala yang dibentuk sekitar gue yang mengatur langkah gue, bahkan membiarkannya menutupi hati gue. Gue emang terlalu pasrah menerima keadaan, tanpa ada keberanian untuk merubahnya. Gue sering gak peduliin perasaan gue sendiri demi rasa persahabatan yang pengen gue kasih dengan mereka semua... Gue.... Gue cuma pengen menjadi sahabat yang sempurna buat mereka…” tutur ify. Iel lagi-lagi hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar penuturan ify itu, lalu menghela nafas sesaat.

“fy… sekarang dengerin gue…”ucap iel. Iel memegang kedua bahu ify, lalu ia tatap ify penuh.

“persahabatan itu jadi indah bukan karena atas dasar kesempurnaan fy… persahabatan itu indah karena rasa saling menghargai. Persahabatan itu indah karena ada rasa saling menerima apapun kekurangan dan kelebihan masing-masing. Persahabatan itu sendiri yang akan membuatnya saling melengkapi dan menutupi kekurangan itu. Dan ia akan membuatnya menjadi sempurna dengan caranya sendiri. Loe ngertikan maksud gue?” nasihat iel.

Ify sesaat menatap wajah iel, lalu tersenyum tipis dan mengangguk lemah, sebelum kemudian ia kembali menunduk. Kemudian, cukup lama mereka terdiam dalam kesunyian. Iel kemudian menggenggam tangan ify hangat, seolah-olah ingin memberi kekuatan dan ketentraman disana. Kemudian ia menatap penuh muka ify dan menghapus lembut sisa air mata yang ada disana dengan kedua tangannya. Lalu pelan-pelan dia mulai bernyanyi.

Keep smiling, keep shining

Knowing you can always count on me, For sure

That’s what friends are for

For good times and bad times

I’ll be on your side forever more

That’s what friends are for

Suara lembut iel membelah kesunyian. Sekarang iel sudah memegang kedua bahu ify dan menatapnya lurus. Dia angkat dagu ify dengan tangan tangannya, sehingga ia kini bisa menatap lembut ify tepat di kedua matanya.

“fy, jangan nagis lagi ya... gue jadi semakin bersalah sama loe kalau loe nangis terus... Senyum ya..." pinta iel. Ify hanya diam menatap iel datar.

"senyum donk manis..." bujuk iel lagi. Ify mau tersenyum tipis, walau terkesan agak dipaksakan.

"lebaran dikit donk..." rayu iel lagi. Lagi-lagi ify hanya tersenyum seadanya. Iel masih belum puas, tak mau menyerah begitu saja.

"dikiiitt... Aja lagi.. Dilebarin dikit gue kasih piring cantik deh..." rayu iel lagi dengan sedikit candaan menggoda kali ini. Melihat iel yang merayunya sampai segitunya seperti itu, ify langsung ngasih iel cengiran lebar. Melihat itu, tawa iel langsung meledak.

"jiah... Kalo selebar itu mah, udah ngalahin badut ancol... Haha..." ledek iel sambil tertawa lebar. Terbawa aura ceria iel yang sedang tertawa lepas itu, ify tanpa sadar jadi ikut tertawa ceria juga kini. Iel pun kini bisa tersenyum lega melihat tawa lepas yang sudah merekah itu.

"nah gitu donk ketawa, kan sedep dipandang mata.. Mewek mulu.. Ga ada cakep-cakepnya loe fy.... Hehe..." canda iel sambil ngacak-ngacak rambut ify dengan gemas. Ify hanya tersenyum tersipu, lalu kembali menunduk. Iel tersenyum, lalu dia kembali menggenggam kedua tangan ify erat, mengangkat wajah yang tertunduk itu dengan jarinya dan menatap ify dengan serius.

"fy, loe boleh megang janji gue..., sekuat tenaga dan pikiran gue, gue janji, gue akan bantu loe untuk baikan sama teman-teman loe… dan walau temen-temen loe ga mau menerima loe lagi, gue bakal terus ada jadi teman buat loe.. Gue janji sama loe... Tapi, please, penuhin satu permintaan gue...” ucap iel terpotong sesaat. Ify yang duduk di hadapannya, masih terus menatapnya penuh perhatian. Iel balas menatap lembut kedua bola mata yang sudah mulai bersinar hangat lagi itu, lalu kembali menarik nafasnya sesaat, sebelum kemudian ia kembali melanjutkan ucapannya.

“janji sama gue… Jangan pernah lagi keluarin air mata loe demi hal yang gak layak buat loe tangisin kaya gini.... air mata loe terlalu berharga untuk loe keluarin buat mereka yang nyakitin hati loe... Loe harus kuat ngedepin ini semua… Orang yang menang itu adalah orang yang bisa bangkit dari keterpurukannya dan menghadapi segala masalahnya dengan kuat, dengan tegar… Kalo loe yakin bisa, loe pasti bisa fy…” sambung iel kemudian. Beberapa saat kemudian, mereka berdua hanya saling berpandangan hangat, seolah ingin saling mencurahkan isi hati masing-masing. Tak lama, ify mengangguk pelan dan tersenyum tipis.

“thx yel… gue janji ga nangis lagi.. gue bakal jadi orang yang kuat… gue janji…”ucap ify sungguh-sungguh. Iel tersenyum senang. Lega karena ia telah kembali menemukan sinar cemerlang dari kedua mata itu, yang menandakan hati pemilik kedua bola mata indah itu tak lagi di selimuti kabut duka dan kepedihan.

“gue pegang janji loe, dan loe bisa pegang janji gue… gue pasti bakal bantu loe buat selesaiin masalah-masalah loe, terus ngedukung loe, dan nemenin loe selalu…” janji iel.

“dan gue juga fy…”

Tiba-tiba terdengar suara lain dari belakang mereka bersamaan dengan terbukanya pintu ruang music. Kemudian seseorang masuk kesana, yang sontak membuat Ify dan iel tersentak kaget dan segera berdiri, lalu menatap orang itu dengan agak canggung.

“tian…” lirih ify. Tian menyunggingkan senyum tipisnya dan berjalan menghampiri mereka. Ify berdiri, menatap tian dengan bisu.

“fy..” “tian..” kata tian dan ify bersamaan. Lalu mereka berdua sama terdiam dan menunduk agak canggung.

“ee… tian, maafin gue… gue…” kata ify tapi terputus karena tian sudah meletakan telunjuknya di bibir ify, mengisyaratkan agar ify diam. Tian tersenyum tipis kepada ify.

“gue udah tau semuanya kok, dan gue awalnya emang kecewa sama loe yang ga mau jujur sama gue, sahabat loe ini, tapi setelah gue pikir-pikir, gue ga adil musuhin loe, loe pasti punya alasan nyembunyiin ini semua, dan ini juga hak loe untuk bergaul dengan siapa saja, yah.. peraturan gank gaul emang konyol, ide sila buat ya.. gitulah… loe tau sendirilah, hehe…” tian mencoba berbicara dengan agak santai agar kecanggungan itu enyah. Tapi melihat ify yang tetap diam, menatapnya lurus seperti itu, tian kembali terdiam. Ia sesaat menghela nafasnya, lalu mulai menatap ify dengan wajah yang serius.

“fy… gue yakin loe udah kenal gue lebih dari cukup. Loe tau pasti, gue gak pernah suka sama gaya bossy sila. Gue…” sekilas tian melirik ke iel, lalu kembali menatap ify, “…gue juga gak masalah dengan hubungan loe sama iel”

“tapi gue sama iel gak…”sanggah ify.

“sttt… dengerin gue dulu” potong tian. Ify kembali terdiam menatap tatapan tajam tian itu.

“apapun yang terjadi, gue emang gak seharusnya marah sama loe. Loe punya hak untuk milih apapun yang loe anggap terbaik buat loe. Gue… harusnya gue yang minta maaf sama loe. Sori, gue udah sempat nyakitin hati dan perasaan sahabat terbaik gue sendiri. Maaf, kalau gue kemaren gak dengerin apa isi hati loe lebih dalam…”tutur tian.

“jadi… loe ga marah lagi sama gue? Loe mau maafin gue?” tanya ify. Tian sesaat tersenyum simpul.

“gue ga bakal sanggup marah lama-lama sama loe, sahabat terbaik gue sendiri, dan gue kangen temenan sama loe… Maafin gue yang 2 hari ini gak bisa jadi sahabat loe yang baik… Tapi, gue janji, gue gak bakal ngulangin kesalahan gue ini, asal loe juga mau janji sama gue. Janji loe gak akan mendam masalah loe sendiri, dan janji selalu jadi sahabat gue yang terbaik… Dan gue janji, gue bakal berusaha jadi sahabat terbaik loe, dan gue janji, gue gak akan lagi bersikap bodoh yang meneggelamkan senyum loe dalam kepedihan karena kesalahan gue sebagai sahabat loe…” kata tian. Ify hanya membalasnya dengan senyum manisnya dan mengangguk pelan. Tian balas tersenyum hangat.

“sahabat???” Tanya tian sambil mengancungkan jari kelingkingnya.

“best friend forever” sahut ify dan menyambut jari kelingking tian dan balas mengaitkannya sebagai tanda terikatnya kembali persahabatan antara mereka yang sempat terputus. Mereka berdua pun telah dapat tersenyum bahagia karena ikatan persahabatan itu kembali bertautan kini.

“ehemm!!!” iel berdeham keras, “sekarang harga kacang berapa ya di pasar?? Jadi pengen makan kacang gue…”sindir iel yang ngerasa dari tadi di cuekin. Tian dan ify melirik ke arah iel dan tersenyum geli.

“serebu sekilo… mau beli yang mentah apa yang udah digoreng mang?” sahut tian.

“yang di oven ada bang, biar ga kolesterol, muka aye benjol-benjol jerawat ntar… dimarahin enya aye ntar bang…” sahut iel juga dengan logat ala betawi dengan kocaknya. Lalu setelah itu iel, tian dan ify tertawa bersama-sama. Lalu tian mendekati iel dan menepuk pundaknya hangat.

“gue juga mau minta maaf sama loe yel, loe mau kan berteman dengan gue juga” kata tian setelah itu. Iel balas tersenyum.

“pasti… dan gue yang seharusnya minta maaf sering ledekin kalian dan bikin sahabat loe ini pesuruh gue...”sahut iel dengan santainya. Tian mengangguk senang.

“eh, kita cabut sekarang yuk... tadi sebelum kesini, gue denger pengumuman, kalau guru-guru ada rapat, jadi murid-murid disuruh pulang duluan. Dan kalau kita ga buruan keluar sekarang bisa-bisa kita dikunciin nih…” kata tian.

“yah.. kenapa loe ga bilang dari tadi. Mang Mahmud kan suka ga liat-liat dulu kalo ngunciin kelas. Tas kita masih di dalem… ayo buruan” sahut iel sambil mengajak tian dan ify keluar.

Lalu mereka bertiga meninggalkan ruang musik itu dengan hati yang lebih lega, hati yang lebih ceria, hati yang lebih memancarkan sinar positif, cahaya harapan untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya di lembaran baru itu. Dan tentu saja, sinar paling terang datang dari ify, yang berjalan dengan langkah lebih ringan dan senyum yang kini tlah mengembang indah di sudut bibirnya karena dia tlah melihat sinar pencerahan untuk masalah-masalahnya. Dan yang pasti, ini tak lepas juga karena kini ia telah kembali di rakul kehangatan seorang sahabat sebaik tian, dan tentu saja tak ketinggalan iel, seseorang yang kini juga telah menempati satu sudut hatinya, yang siap bersinar hangat mengiringi langkahnya.

-----------------misst3ri-----------------

“…woyadong, nurut banget dia sama gue. Kalo boleh nambah sebulan lagi, enak tuh” cerocos iel.

“yee… enak di elo donk yel, ga enak di gue!” protes ify sambil dorong bahu iel. Iel langsung nyengir dengan wajah tanpa dosa.

“wahh.. curang loe fy, gue yang temenan dari kecil ini aja belom pernah loe masakin, masa iel udah?” protes tian juga.

“gue juga kalo ga terpaksa, juga ga bakal mau… hehe…” sahut ify juga.

“ohh.. gitu ya? Ah, ntar gue neror loe juga ah kaya iel, biar bisa dilayanin kaya iel… haha…” celoteh tian yang disambut gelak tawa iel dan cubitan ify.

Itulah sekilas obrolan yang diselingi candaan itu terus bergulir diantara ketiga anak itu. Yap, setelah mengambil tas mereka di kelas, iel ify dan tian berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. Bisa terdengar, sepanjang perjalanan mereka diselingi obrolan ringan yang penuh dengan canda dan keceriaan. Sepertinya segala ketegangan dan kesedihan yang menghinggapi mereka beberapa waktu yang lalu, sudah benar-benar berhasil mereka tanggalkan.

Tetapi beberapa saat kemudian, saat mereka melintasi lapangan basket, sesaat langkah iel terhenti. Dia terdiam menatap lapangan yang kini tampak beberapa anak tengah bermain basket di tengah kelengangan sekolah yang telah di tinggalkan para siswanya pulang. Wajah-wajah ceria itu tentu saja telah dikenal iel begitu dekat. Bahkan begitu melekat dibenaknya. Mereka orang-orang yang beberapa waktu lalu telah ia sakiti karena kebodohannya yang tak bisa mengendalikan emosinya. Hatinya kembali terasa tertohok keras karena rasa bersalah dan tak enak hati. Masalahnya dengan ify mungkin telah melegakan hatinya yang sempat sangat berkecamuk. Tapi ia kini sadar, dia masih punya satu masalah yang belum ia selesaikan. Dan ini juga harus segeranya di bereskan.

“hei, yel! Ngapain loe diem disana? Ayo…” tegur tian. Tian dan ify yang menyadari iel telah tidak berjalan disisi mereka lagi, kini telah berbalik dan berdiri tak jauh di depan iel.

Iel yang seketika itu tersadar dari lamunannya setelah di tegur tian tadi, sontak menoleh. Lalu ia sesaat melirik ke arah lapangan lagi. Dan dengan tampang yang agak serius, iel kembali menatap ify dan tian lurus, sambil berkata, “gue masih ninggalin masalah, dan gue harus kelarin sekarang. Kalian duluan aja kalo mau…” ucap iel datar. Lalu ia segera melangkah mendekati gerombolan anak yang sedang bermain basket itu.

Ify dan tian menatap punggung iel yang berlalu cepat dari hadapan mereka itu. Mata mereka terus membuntuti arah iel melangkah itu. Ke arah lapangan basket, dimana teman-teman iel, cakka, sion, riko, dan anak-anak sanggar lainnya, sedang bermain basket.

“iel ada masalah apa ya yan?” lirih ify. Tian hanya diam, tak menjawab pertanyaan ify itu. Ia sendiri juga tengah digeluti pertanyaan yang sama. Beberapa saat mereka terus terdiam menatap iel yang kini tampak tengah berbicara serius dengan anak-anak di tengah lapangan itu.

“kok gue punya perasaan gak enak ya?”lirih ify lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari lapangan.

“kok mereka kaya serius banget gitu. Tampangnya pada dingin semua gitu? iel dan temen-temennya baik-baik aja kan?” lirih ify lagi. Tian di sampingnya masih terdiam. Tapi tiba-tiba ia tersentak, menarik bahu ify dan menatapnya tajam.

“iel tadi pagi sempet berantem sama mereka gara-gara belain loe fy… iel marah dengan sion dan sempat mukul dia… jangan-jangan sekarang…” kata tian cepat. Ify menatap tian dengan wajah khawatir setelah mendengar penuturan tian itu. Lalu ia segera kembali mengalihkan pandangannya ke arah lapangan. Dan saat ia kembali menoleh itulah, ia tau, perasaan tak enaknya tadi benar. Karena kini telah terjadi sesuatu di lapangan yang sontak membuat ify dan tian reflek berlari kesana menyusul iel.

------------------misst3ri------------------

Iel melangkah ke arah tengah lapangan dengan langkahnya yang tegap. Ketika kehadiran iel telah disadari anak-anak dilapangan itu, permainan mereka seketika terhenti. Semua kini diam menatap kaku iel yang tengah berjalan mendekati mereka dengan wajah datarnya itu. Suasana ketegangan tampaknya kembali menyelimuti mereka.

Baru beberapa langkah memasuki lapangan, iel menghentikan langkahnya sesaat. Kini jaraknya dengan teman-temannya berada dalam radius beberapa meter. Matanya lalu menyorot semua mata yang tengah memandang mereka itu, dan akhirnya matanya terhenti di satu titik. Sion. Mata yang mungkin paling tajam menatapnya. Dengan pembawaan yang dingin, perlahan iel kembali melangkah dan mendekati sion. Riko yang berdiri di sekitar sana, melihat tatapan dingin iel dan geraknya mendekati sion, sontak menahan langkah iel.

“weits bro… mau ngapain? gak ada kalo main tonjok-tonjokan lagi, mending kita bicarain baik-baik. Oke?” cegah riko khawatir iel kembali brutal seperti kejadian di kantin sebelumnya. Iel melirik ke arah riko, lalu menatap sion dan yang lainnya yang kini sudah menatapnya serius. Melihat itu, iel sesaat membuang pandangannya, tersenyum, lalu tertawa pelan.

“loe tenang aja ko, gue gak bakal nonjok orang lagi kok sekarang” Kata iel sambil nepok pipi riko pelan, lalu melepaskan diri dari pegangan tangan riko. Lalu dia menatap ke arah sion.

“gue cuma mau minta maaf sama sion…” ucap iel tulus, “sori yon, gue nampar loe. Gue benar-benar kalap tadi. Gak seharusnya gue se-emosi tadi”

Mendengar itu, kening sion sedikit berkerut. Tiba-tiba ia merasa rahangnya kembali terasa sakit, mengingatkan dirinya kembali pada perlakuan kasar iel di kantin tadi. Lalu Sion mendekat sembari menatap dingin iel. Ia melempar bola ke arah iel dengan keras yang sontak langsung iel tangkap.

“oh, jadi gak mau mukul gue lagi loe?! Udah bener otak loe?!” ejek sion. Iel balas menatap sion dengan tatapan lebih bersahabat.

“gue beneran minta maaf yon…”sahut iel baik-baik. Tapi sepertinya usaha iel untuk bersikap hangat, berkebalikan dengan sion yang tampaknya masih betah memberlakukan iel dengan dinginnya.

“kenapa gak emosi lagi?! Asisten kesayangan loe tuh udah baikan?” sinis sion kemudian. Iel tak menyahut.

“atau loe udah lega karena udah berhasil nonjokin pelaku sebenarnya? Siapa orang yang bikin orang yang udah gue anggep SAHABAT ini sampai sebrutal tadi, tega fitnah dan mukulin sahabatnya sendiri? Siapa?! Coba loe kasih tau gue!” tekan sion lagi.

Iel yang biasanya selalu emosi saat di bawah tekanan, kini hanya tetap terdiam. Dia tetap membiarkan itu, karena ia sadar betul, kalau ini salah dia. Dia yang dalam posisi bersalah sekarang. Dia gak berhak buat mengeluarkan emosinya sedikitpun. Dan kini, iel hanya mampu menelan ludahnya, tak sanggup berkata apa-apa. Kata-kata sion itu membuat hatinya semakin merasa bersalah. Kenapa ia sampai berbuat sebodoh tadi, fitnah dan mukul sion tanpa pikir panjang. Padahal bukan sion, tapi…

Mata iel mengekor seorang gadis di pinggir lapangan yang sedari tadi tak berani memandangnya. Angel. Orang itulah pelakunya. Harusnya dia ikut bertanggung jawabkan ini semua juga. Tapi, haruskah angel persalahkan atas perbuatan brutalnya kepada sion? Hati kecil iel kembali menyentuh hatinya lembut, dan menghembuskan angin kedamaian. Inilah yang membuat akal sehatnya kembali mengingat akan pembicaraannya dengan ify di ruang musik tadi. Segala kebencian itu harus dihentikan sekarang. Tak ada dendam. Tak ada amarah. Tak ada lagi permusuhan. Kalau mereka telah tahu betul perdamaian itu lebih indah, jadi kenapa harus tetap memilih untuk menanam permusuhan di hati ini. Dan atas dasar itu, iel telah memantabkan hatinya untuk tetap mengikuti hembusan angin perdamaian yang penuh kesejukan dan ketentraman itu.

“loe gak perlu tau pelakunya. Gue dan ify udah sepakat buat maafin dia, dan gak memperpanjang masalah itu. Dia sendiri udah ngaku dan minta maaf ke ify, jadi buat apa diperpanjang?” kata iel mantab. Dan di akhir katanya iel melirik angel sekilas. Iel menyunggingkan senyumnya saat angel mendongak untuk menatapnya dengan tatapan tak percaya, sesaat sebelum ia kembali memusatkan perhatiannya kepada sion.

“lagipula, loe gak punya masalah dengan orang itu. Yang punya salah sama loe cuma gue. Ini masalah antara kita berdua, jadi jangan loe sangkut pautin dengan orang itu, dengan ify atau yang lainnya... gue tau, bukan loe pelakunya. Gue emang salah, asal nuduh loe tadi.. makanya gue sekarang minta maaf sama loe, please yon…”kata iel lagi melanjutkan perkataannya yang sempat terhenti itu.

“udahlah yon… maafin iel. Gak asyik banget pake berantem gini…”cakka yang sedari tadi diam saja, mencoba menengahi keduanya. Sion terdiam, lalu menatap teman-temannya dan terakhir terhenti kembali terfokus menatap iel.

“oke… gue gak bakal masalahin orang itu. Gue gak bakal bikin masalah ini makin panjang.” Ucap sion sembari berjalan mendekati iel. Iel tersenyum mendengar itu.

“...dan gue juga gak mau nyimpen masalah lama-lama. Jadi kita tuntaskan sekarang aja dan.….”

BUGG!!

Tiba-tiba sion mendaratkan pukulan yang sangat tiba-tiba ke wajah iel, tepat menghantap keras di rahang bawah iel, persis ditempat iel mensarangkan bogem mentahnya ke sion beberapa waktu yang lalu tadi. Iel yang tidak siap, jelas saja langsung terjatuh dan tersungkur ke tanah.

Anak-anak lain langsung histeris dan reflek bergerak memisahkan keduanya.

“IEL!!”

Terdengar suara teriakan seorang gadis memanggil nama iel dari belakang. Bukan dari rahmi, angel dan Zahra yang tengah ada di lapangan, tapi dari seorang gadis berbehel yang tiba-tiba muncul bersama teman lelakinya. Ify dan tian. Ify sontak mendekati iel dan berlutut disampingnya, membantu iel untuk duduk. Melihat sedikit darah di sudut bibir iel, ify langsung memandang sion tajam.

“kalau loe marah, harusnya gue yang loe tampar, bukan iel! Iel tadi pagi nampar loe gara-gara belain gue kan?! Jadi salahin gue!” teriak ify sambil menatap tajam sion. Ify tampak mau mendekati sion, tapi tangannya ditahan.

“fy.. udah. Gue gpp kok…” lirih iel sambil menahan ify. Dia menatap ify penuh permohonan, agar ify tak emosi seperti itu. Melihat tatapan memohon iel itu, Ifypun akhirnya menurut dan tetap diam berlutut di sisi iel.

“loe apa-apaan sih yon?! Ini di lapangan sekolah yon! Kalau ketahuan guru, loe berdua bisa kena hukum!” omel riko sambil mengawasi keadaan sekitar, takut guru-guru yang tengah rapat di ruang guru mendengar keributan itu.

Beberapa saat mereka semua hanya bisa memandangi iel dan sion dalam diam. Tak ada yang berani membuka suara. Semua mencoba mensterilkan dan menenangkan suasana sesaat. Iel masih terduduk di tanah dengan ify yang masih berlutut disampingnya. Sedangkan sion, dia masih dipegangi riko tak jauh dari sana. Tapi, kesunyian itu akhirnya terpecahkan.

“sori semua… gue gak maksud bikin kacau gini kok…” ucap sion. Semua memandang sion. Sion lalu melirik ke riko yang berada di belakangnya, masih memegangi tangannya erat.

“ko.. lepasin gue…” pinta sion. Sion sekarang tampak lebih serius, “gue janji gak bakal berantem, gak ada tonjok-tonjokkan lagi, gak ada emosi-emosian lagi. Oke? Jadi, please, lepasin gue” mohon sion lagi. Melihat keseriusan yang ditunjukkan sion, riko perlahan melepaskan pegangannya terhadap sion. Kemudian perlahan, sion mendekati iel, lalu mengulurkan tangannya.

“ayo bangun… gue bantu” kata sion tulus. Anak-anak yang lain masih terdiam, masih menyesuaikan diri dengan keadaan yang cukup membingungkan dan mengagetkan itu. Begitu juga iel. Iel sesaat tercekat dan mengerutkan keningnya. Ia sedikt bingung terperangah melihat perubahan drastis sikap sion itu. Tapi tak lama kemudian, saat melihat senyum tulus yang kini terukir di bibir sion, senyum iel mengembang dan langsung menyambut uluran tangan itu.

“sori gue nampar loe…” kata sion saat iel telah berdiri. Iel hanya menyunggingkan senyum simpulnya. Kemudian sion menatap ify yang kini juga telah berdiri disamping iel.

“maaf juga sama loe fy... walau loe yang bikin sobat gue ini sempet nampar gue, tapi gue gak nyalahin loe kok. Sori bikin bos loe ini terkapar bentar, hehe…”kata sion kepada ify. Ify membalasnya dengan sebuah senyum tipis. Lalu sion kembali mengalihkan perhatiannya kepada iel lagi.

“dan, sekali lagi sori yel. Tadinya sih, mau langsung gue maafin. Tapi, rahang gue protes, minta dibalesin dulu katanya, baru ridho. Kalo gue nolak permintaan dia, dia bakal ngundurin diri jadi rahang gue. jelek donk gue gak punya rahang lagi… wah, apa kata dunia coba kalo sampe gue jatuh jelek. Tanggung jawab loe yel… ” kata sion yang tampaknya sudah kembali ke karakternya seperti sedia kala. Narsis parah. Anak-anak lain yang mendengar penuturan sion itu langsung menyoraki sambil tertawa lepas.

“haha… ah, loe yon! Itu sih bisa-bisa loe aja! Mana ada rahang bisa ngundurin diri. Emang pegawai kantoran?!” celetuk irsyad. Sion cuma nyengir gaje. Tapi dia terdiam saat bertemu mata dengan iel yang kini menatapnya. Iel tersenyum kearah sion, lalu berkata…

“oke yon... Gue iklas kok loe tonjok. Sekarang kita impas kan? Damai?” kata iel sambil mengulurkan tangannya.

“tentu…”sahut sion sambil menjabat tangan iel kemudian ia merangkul hangat iel penuh rasa persahabatan, disaksikan mata-mata kebahagiaan dan kelegaan diantara anak-anak lainnya.

Yah, begitulah… Terkadang anak laki-laki punya caranya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya. Terkadang mereka memang lebih suka memilih cara yang terang-terangan, to the point, langsung membayar impas. Mereka lebih memilih langsung ‘action’ untuk segera menuntaskan segala permasalahan itu. Walau itu terkesan brutal, tapi setelah itu, masalah mereka tutup tuntas dan kembali seperti semula seakan-akan tak pernah ada masalah apa-apa sebelumnya. Dengan begitu, dendam itu takkan mengendap terlalu lama dihatinya.

Itulah terkadang cara mereka untuk bisa menuntaskan masalah secepatnya dan melegakan hatinya. Sangat berbeda dengan kaum hawa yang lebih memakai perasaannya, yang menyerang melewati perasaan juga. Mereka lebih mengandalkan serangan secara psikis, menyerang bathin dan mentalnya, sehingga karena lebih memilih menyimpan lama-lama masalahnya dan dipendam dalam hati itu, akhirnya menumbuhkan dendam yang berkepanjangan. Jika luka secara fisik bisa sembuh cepat dalam beberapa hari, tapi jika melukai di hati, apakah bisa sembuh secepat itu? Itulah makluk adam. Cepat berselisih, tapi cepat juga menyelesaikan masalah.

----------------misst3ri---------------

“nah.. damai gini kan enak, hehe… sekarang kita pulang yok, udah siang…” ajak dayat sambil mengambil tasnya di pinggir lapangan. Tampaknya setelah masalah mereka tadi beres, suasana sudah kembali lebih kondusif...

“eh, hari ini jadi kita rapat disanggar?” Tanya cakka. Dayat terhenti sesaat. Lalu menatap obiet dan debo yang juga ada disana.

“hmmm… obiet, debo… kalian bisa hari ini?” Tanya dayat. Debo dan obiet saling pandang, tapi angel disampingnya membisikkan sesuatu kepada obiet, dan obiet pun mengangguk mengerti.

“kalo diundur besok aja bisa nggak? Gue ada kerjaan hari ini bareng anak-anak” kata obiet kemudian.

“ohh.. ya udah, yat. Besok aja. Patton dan temen-temen yang lain juga lagi gak bisa kan hari ini?” kata Zahra juga. Dayat mengangguk.

“ohh.. ya udah. Sampe ketemu besok ya…” kata dayat kemudian.

Anak-anak yang lainpun mengangguk mengerti. Lalu masing-masing mengambil tasnya, lalu membubarkan diri. Saat berjalan menuju pintu gerbang, angel mendekati iel diam-diam.

“yel… thx ya” bisik angel. Iel melirik dan tersenyum simpul.

“no problem… ify aja bisa maafin loe, kenapa gue harus marah sama loe?” bisik iel cepat. “eh, gue duluan ya… FY! Tunggu! Gue nebeng!!!” teriak iel saat melihat ify sudah dijemput. Kemudian ia berlari cepat menuju mobil jemputan ify. Kini hati angel sudah lebih lega. Setidaknya, hal ini tak membebani pikirannya lagi. Kini, dia bisa lebih focus dengan masalah lain yang tersisa.

“wahh.. iel mentang-mentang udah gak make rahasia-rahasiaan lagi, main nebeng aja sama si ify. Padahal kan gue mau nebeng dia tadi” celetuk sion yang tiba-tiba ada disamping angel, membuyarkan segala lamunan angel. Angel sesaat melirik ke sion.

“udah deh, gue naik angkot aja… eh, gel gue duluan ya…” kata sion lagi, lalu ia juga berlalu. Sekarang anak-anak yang lain juga satu per satu pulang. Semua sudah meninggalkan sekolah. Kecuali obiet, rahmi dan debo yang ternyata sedari tadi menunggu kesempatan untuk bisa berbicara dengan angel. Mereka lalu mendekati angel dan menegurnya.

“nah, sekarang apa rencana loe gel? Emang rencana loe udah matang jadi pengen kita beraksi hari ini juga?” Tanya obiet. Obiet tanpa basa-basi langsung menanyakan perihal rencana mereka untuk bunda. Hal inilah yang dibisikkan angel ke obiet tadi sehingga obiet tadi menolak ajakan dayat untuk rapat tadi.

“makin cepat makin baik kan?” balas angel.

“iya… tapi rencana loe apa? Dari kemaren-kemaren loe belom cerita apa-apa kan ke kita?”protes debo juga. Angel melirik ketiganya lalu tersenyum.

“ayo, ikut gue. Gue anter kalian pulang deh, biar gue ceritain ntar di mobil….” Ajak angel sambil menggandeng rahmi mengikutinya ke arah mobil yang telah menjemputnya. Obiet, debo dan rahmi pun mengikuti Angel yang tersenyum pada mereka dengan sebuah rencana yang siap ia lancarkan hari itu demi sang Bunda tersayang.

---------------BERSAMBUNG (3am)------------------

0 komentar

FIKSI - PROMISE Part 37: Dia Yang Tersakiti

Lanjutan dari PROMISE Part 36: Sebuah Pengakuan. Baca juga Promise Part 1: Awal, untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk.

NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :)

PROMISE - Part 37: Dia Yang Tersakiti

-------------------3am------------------

Iel membuka pintu ruang musik itu dengan perlahan, dengan begitu pelan, tanpa mengeluarkan suara. Dan dentingan suara piano yang mengalir lembut itu segera menyeruak masuk, memenuhi indera pendengarannya. Terasa indah, tapi sangat memberikan kesan memilukan dihatinya, mengalun suram, tanpa keceriaan.

Iel menatap lurus ke arah sang pemilik permainan harmoni-harmoni indah itu. Kini ia bisa melihat ify, orang yang dicari-carinya sedari tadi, tengah memainkan sebuah piano disana. Posisi ify yang membelakangi pintu masuk iel tadi, membuat iel bisa memandang sendu punggung ify dengan leluasa, tanpa disadari kehadirannya oleh gadis itu. Walaupun tak melihat wajahnya, iel bisa tau, ify tengah memainkan pianonya dengan ditemani linangan air matanya. Isakan tangis itu bisa ia dengar dengan begitu jelas, begitu menggugah hati yang ikut merasakan aura kepedihan itu. Mendengar itu, entah kenapa hati iel sangat bisa ikut merasakan aura kepedihan itu. Dia tau, sebuah ketidak adilan telah menerpa gadis itu dengan kejamnya. Tapi… kini Iel hanya bisa diam terpaku disana, meresapi alunan nada kepedihan yang kini menyusup di relung hatinya, sembari terus menunggu sampai ify selesai memainkan lagunya.

Sementara itu, Ify terus memainkan pianonya, walau di pipinya terus dialiri air mata yang turun dengan perlahan dan jatuh membasahi tuts-tuts piano yang dia mainkan. Dia terus memainkan alunan musik sendu itu, seakan-akan ingin menumpahkan segala kepedihan hatinya. Tak lama kemudian, ify menghentikan permainan pianonya, meninggalkan keheningan yang terasa begitu penuh kehampaan. Hanya suara isak tangis yang agak di tahan yang terdengar di tengah keheningan itu.

Di belakang ify, Iel beberapa saat masih saja tetap terdiam, menatap nanar orang didepannya itu. Ia belum bereaksi apapun, tetap membiarkan ify menumpahkan kesedihannya seorang diri, walau ia tau, tangis itu makin lama semakin tak terbendung, semakin memperjelas keadaan gadis itu di mata iel. Dia terlihat begitu…. Rapuh?

Iel sesaat memejamkan matanya, lalu menghembuskan nafas beratnya. Melihat ini, entah kenapa hati iel langsung semakin terasa begitu miris. Aura kepedihan yang terpancar kuat disana, yang begitu memenuhi ruangan itu, seperti benar-benar mempengaruhi perasaan hatinya. Iel kembali menatap lurus ify. 'Sepedih inikah hati loe fy?? Apa yang bisa gue lakukan buat loe?' bisik hati kecil iel. Iel kembali menghela nafas beratnya. Lalu dengan keyakinannya, perlahan iel mendekati ify.

“fy…” tegur iel pelan sambil menyentuh pundak ify lembut. Ify sedikit tersentak, tapi dia tetap bertahan, tetap diam terpaku disana, tak menoleh sedikitpun. Bahkan dia terlihat berusaha menghindari tatapan iel untuk melihat wajahnya yang sedari tadi terus dialiri air mata itu.

“permainan musik seseorang kadang mencerminkan emosi jiwa dan suasana hatinya. Tapi, apa hati loe sepedih alunan musik tadi fy?” sambung iel lagi. Tapi ify tetap tak bereaksi. Dia hanya diam sembari terus berusaha menghapus butiran-butiran bening yang jatuh itu. Iel lalu duduk disamping ify dan ditatapnya gadis itu penuh perhatian.

“gue bisa ngerti perasaan loe… jadi, loe ga perlu nutup-nutupin air mata loe itu dari gue…” kata iel lagi. Ify masih tak bergeming.

“fy… loe marah sama gue?” Tanya iel kemudian setelah melihat kenyataan bahwa ify, jangankan berbicara padanya, melirik ke arahnya sedikit pun tidak.

“gue minta maaf sama loe kalau loe marah sama gue. Tapi bukan gue yang majang foto-foto itu fy…” kata iel lagi sejujurnya. Ify belum juga mau bereaksi, tapi iel belum mau menyerah.

“oke… gue emang berat kalo harus akhirin perjanjian kita… itu bikin gue… kehilangan kesempatan buat bisa terus dekat… temenan sama loe… tp fy, gue ga bakal bikin loe kaya gini… foto itu emang sama gue, tp bukan gue pelakunya!” sambung iel lagi.

“fy… loe percaya gue kan???” pelas iel. Dia masih terus menatap penuh ify yang masih tak memandangnya sedikit pun itu, berharap gadis itu mau bergeming sedikit saja dari kebisuannya untuk merespon dirinya.

“ify… ngomong dong… gue bener-bener minta maaf…"

“....”

“fy… please ngomong sama gue…”mohon iel lagi. Tapi ify masih juga membisu.

"fy... Please.. Jawab gue! Loe boleh marah sama gue, tapi please… jangan cuekin gue!!”kata iel lagi dengan nada agak keras kali ini. Ify tetap bertahan dengan kebisuannya. Iel tampak sudah mulai frustasi menghadapi keadaan itu.

"fy! Please.... apa perlu gue teriak di lapangan biar loe percaya dan maafin gue??!”

“….”

“oke.. gue bakal ke lapangan sekarang biar loe mau ngomong lagi sama gue!” kata iel lagi lebih keras sambil bangkit dari duduknya dan berbalik hendak pergi menuju pintu keluar. Tapi tiba-tiba, pergelangan tangannya di tarik secara tiba-tiba. Tangan itu menggenggam erat tangan iel sehingga menahan kepergian iel. Iel sontak menoleh dan sedikit terhenyak. Ify telah menahannya.

"fy...?" tegur iel sembari menatap lekat ify. Saat iel menatapnya seperti itu, ify seketika itu juga melepas genggamannya di pergelangan tangan iel, dan kembali membalikkan badannya, membuang pandangannya, dan menundukkan kepalanya.

“gue tau kok bukan loe yang ngelakuin itu… angel udah cerita semuanya” lirih ify lemah. Iel sempat terhenyak lalu mengerutkan keningnya sesaat.

“angel???” Tanya iel heran. Ify mengangguk pelan, lalu dengan suara yang masih bergetar, ify menceritakan semua pengakuan angel kepadanya tadi kepada iel. Beberapa saat kemudian setelah cerita itu tersampaikan seutuhnya….

“kalau gitu, biar gue beri pelajaran ke dia!!!” kata iel agak emosi. Tapi Ify juga langsung berdiri dan menahan iel lagi dengan menggenggam erat pergelangan tangan iel dan menariknya agar tak pergi. Pergerakannya yang tertahan itu, sontak membuat iel menoleh. Dan ia kini sudah bisa melihat ify yang menatapnya dengan sorot matanya yang sendu itu.

“udah yel, dia udah minta maaf, dan gue udah ikhlasin itu semua. Gue gak mau masalah ini semakin menjadi-jadi. Udah, maafin angel. Please.... Ini bukan salah dia sepenuhnya…” tahan ify dengan nada memohon. Lagi-lagi hati iel merasa miris. Ada iba yang muncul di hatinya.

“bukan salah dia? Maksud loe?” iel kembali melunak, emosi kembali turun.

“ya..." sahut ify. Dia kembali terduduk, menunduk lemah. Iel juga kembali duduk menghadap ify.

"angel cuma imbas… ini semua salah kita juga… “ lirih ify. Iel hanya mengerutkan keningnya tanpa berkomentar apapun.

“ini semua emang karena salah gue dan temen-temen gue yang sering nyakitin hati dia… salah kita yang selalu gak pernah nyadar kalau udah berbuat kasar sama mereka… salah gue yang selalu diem aja, ga pernah berani ngingetin mereka kalo lagi nyakitin hati temen-temen…, salah gue karena ga pernah mau jujur ngungkapin semua ini sama teman-teman gue, salah…”

“stt… udah fy …”mohon iel. Tapi ify terus meneruskan ucapannya yang semakin lama semakin mulai tak terkendali itu. Suaranya mulai bergetar dan seberkas airmatanya mulai merembes lagi di sudut matanya.

“…salah gue yang terlalu pengecut untuk mengakui hal ini dengan semua orang meski ini hal yang benar, salah…”

“udah fy… cukup...”lirih iel lagi mencoba menghentikan ify.

“…salah gue yang ga pernah jadi sahabat yang baik buat mereka…”

“ify…!”

“…salah gue yang ngehianatin mereka… salah gue…”

“IFY STOP!!!” teriak iel.

“…salah gue yang ud…”

Plak!!

Tangan iel telah melayang ringan ke pipi ify. Walau itu tamparan yang pelan, tapi cukup untuk mendiamkan ify. Ify langsung tersentak terdiam.

“Berhenti nyalahin diri loe sendiri!!!” tegas iel setelah menampar pipi ify.

Ify kini hanya terdiam, menatap nanar kearah iel yang juga tengah memandangnya tajam. Beberapa saat mereka hanya saling pandang dalam diam, dengan nafas dan detak jantung yang sama-sama tak beraturan karena emosi mereka yang tengah tak terkontrol baik itu. Tak selang lama kemudian, ify segera mengalihkan posisi duduknya agar tak menghadap iel lagi dan kembali menunduk dalam keterpurukan sembari terisak pelan.

Sementara itu, Iel yang sebenarnya cukup kaget juga dengan apa yang barusan ia lakukan, juga langsung membuang pandangannya lalu menunduk sembari memejamkan matanya sesaat untuk menenangkan emosinya. Jujur, ia memang sempat kehilangan kendali menghadapi ify tadi. Dia tidak suka gadis itu menyalahkan dirinya seperti itu. Dia tak rela…

Setelah itu, kesunyian segera menyelimuti mereka. Kejadian yang baru lewat itu benar-benar membuat keduanya tampak tersentak kaget, yang kemudian berimbas kepada perasaan bersalah dan rasa tak enak pada hati masing-masing. Kecanggungan tampak dari keduanya kini.

“emm… fy…” iel mulai berinisiatif buka suara kembali, mencoba menghentikan segala ketidaknyamanan suasana yang terjadi saat itu.

“sori fy… gue ga maksud nampar loe…” lirih iel setelah dirasa suasana sudah lebih tenang. Kemudian ia kembali menatap ify dengan tatapan yang begitu penuh perhatian.

“gue… gue cuma mau loe berhenti nyalahin diri loe sendiri…” lirih iel. Ify melirik iel sekilas, lalu kembali menunduk ketika menjumpai tatapan tajam iel itu. Ia kemudian hanya menggeleng pelan sambil mengusap-usap wajahnya, mencoba menghapus airmata yang mengalir disana.

“gue emang salah… mungkin gue emang pantas digituin…”lirih ify. Iel hanya menghela nafasnya mendengar jawaban ify itu yang terkesan sangat pasrah itu.

“ify… loe gak…” kata-kata iel tercekat sesaat. Ia menggigit bibirnya. Bukan jawaban seperti itu yang sebenarnya diharapkan iel. Ify hanya akan tampak semakin merapuh dimatanya. Dan ia tak mau itu. Dia hanya ingin gadis itu lebih…. Kuat? Ya, lebih kuat. Kerapuhannya hanya membuat hati iel semakin tak merasa nyaman. Seperti ikut semakin teriris pedih. Tapi melihat wajah murung yang tertunduk sedih itu, iel hanya dapat kembali menghela nafas beratnya. Lalu ia kembali menatap ify dalam.

“oke… gue akuin, ini salah kita semua… ini salah gue juga yang udah ngefoto loe dan nyimpen foto itu sembarangan… oke, gue ngaku, gue biang kerok semua masalah ini…” kata iel. Ify memandang iel dalam dan iel membalasnya dengan seulas senyum di bibirnya. Ify hanya balas tersenyum miris, lalu kembali menunduk.

“sekarang loe mau gue hapus foto-foto loe dari HP gue sekarang? gue udah janjikan sama loe?” kata iel sambil ngeluarin Hpnya. Tapi Ify dengan cepat menggeleng dan menahan tangan iel yang ingin mengeluarkan HPnya itu. Iel menatap heran ke ify.

"kenapa fy?"

“nggak, jangan sekarang yel. Itu satu-satunya bukti buat nunjukin kalau loe yang ngefoto ini. Mungkin cuma ini yang bisa bikin temen-temen gue percaya dengan kejadian yang sebenarnya dan bisa nerima gue lagi…” jawab ify.

“tapi kalau loe ngikutin mereka lagi, berarti loe harus musuhin gue lagi dong?” ceplos iel. Jujur, dalam hatinya sangat tidak rela kalau hal itu yang harus terjadi nanti. Ify yang mendengar itu hanya melirik iel sesaat, lalu menggeleng pelan.

“nggak, gue ga mau lagi musuhin siapapun, gue mau baikan dengan semuanya” lirih ify pelan.

“loe beneran masih ngarepin temen-temen loe yang sengak itu?? Yang udah musuhin loe??!”

“biar bagaimana pun mereka temen-temen gue, gue ga mau berantem dengan siapapun, apalagi sama sahabat-sahabat gue”

“loe masih bisa bilang mereka sahabat??!”sahut iel lagi dengan nada tak percaya. Ify menatap iel tajam.

“udah berapa kali gue bilang sama loe, buat gue, sekali sahabat, tetap sahabat!!” sahut ify tegas. Iel memandang tak percaya pada pendirian ify, lalu menggeleng pelan sambil mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Hatinya dan logikanya menolak untuk bisa menerima begitu saja apa yang baru saja terlontar dari mulut gadis itu.

"fy… Kenapa sih loe masih dengan gampangnya nerima temen-temen loe itu? Loe ga sadar, mereka itu udah ngebuang loe fy! Loe itu udah di campakkin!" kata iel.

"mereka berhak marah sama gue. Emang gue yang salah... Gue udah ngebohongin mereka.." sahut ify lagi. Iel kembali menggelengkan kepalanya. Dia semakin tidak mengerti jalan pikiran gadis itu.

"ify… kenapa loe bisa dengan gampangnya nyalahin diri loe sendiri sih? Loe terlalu pasrah nerima semuanya.. Ini… Ini kelemahan loe fy! Dan itu gak baik buat loe terus pertahanin...." kata iel sambil menatap tajam ify. Ify hanya terdiam mendengar ucapan iel itu. Dia hanya terus menunduk sambil terus berusaha menghapus air mata yang mengalir, mencoba terlihat lebih tegar. Melihat kebisuan ify itu, iel kembali melanjutkan ucapannya.

"ify… apa loe gak pernah nyadar? Loe ga cuma terlalu pasrah, tapi loe terlalu baik, terlalu nurut dengan temen-temen loe… Loe itu gampang di manfaatin fy!” sambung iel lagi. Ify tetap bertahan dengan kebisuaannya. Matanya hanya menatap datar tuts-tuts piano yang berjejer dihadapannya itu.

“gak percaya? Coba loe inget, dulu waktu gue minta loe jadi suruhan gue, loe nerima dengan pasrahnya kan? Gue suruh-suruh macem-macem, tiap hari nemenin gue, gue suruh ngerjain PR gue... Walau loe terus minta gue buat ngejain sendiri, tapi tetap aja kan loe ngelakuin itu semua dengan SANGAT BAIK, tanpa niat sedikit pun buat ngerjain gue... Dan pas itu ketahuan pak hanny, loe malah belain gue...” terang iel. Dia berhenti sesaat untuk menarik nafas, sekedar untuk mengendalikan emosi jiwa yang masih bergemuruh di hatinya.

“Saat pak hanny ngasih perjanjian tentang nilai kita juga, loe juga dengan mudahnya nerima itu.. Dan saat nilai gue ga menuhin syarat pak hanny, loe juga sempet dengan pasrahnya mau nerima itu, mau ngorbanin nilai loe.... Loe ingat itu semua kan? Gue yakin loe pasti lebih sering lagi bersikap demikian dengan temen-temen loe itu…”

“jadi, kenapa loe pasrah banget sih jadi orang? Hidup itu perlu perjuangan fy.. Loe ga bisa terus-terusan gini, ngobanin perasaan loe sendiri, matahin keyakinan loe sendiri, ngingkarin kata hati loe sendiri demi perasaan orang lain! Ga bisa fy... Loe boleh baik sama orang, tapi gak gini caranya.... Loe juga terkadang harus perhatiin hati loe... Jangan siksa hati loe buat terus-terusan begini fy…" cerca iel lagi.

“gue gak maksa hati gue…”lirih ify pelan. Iel kembali harus dipaksa menghela nafas untuk lebih bersabar.

“ify… loe tau, kenapa gue dulu punya pikiran manfaatin loe jadi suruhan gue, itu karena gue tau, loe itu tipe orang yang pasrah, mau ngorbanin diri loe sendiri, demi sahabat-sahabat loe… itu emang sisi positif loe, tapi juga sekaligus titik lemah loe fy! Loe harus bisa ngerubah itu fy!”sudut iel lagi.

“gak…” lirih ify pelan, sambil terus menggeleng-gelengkan kepalanya. Iel semakin geregetan melihat ify yang masih keras kepala dengan pendiriannya itu.

"oh, come on ify… Apa semua ini hanya karena pendirian loe yang paling kuat itu? Teman selamanya? Iya?! Bahkan kalau orang yang loe anggap sahabat itu, udah nyakitin loe beratus-ratus kali, beratus-ratus kali norehin luka di hati loe, apa loe masih bertahan sama prinsip loe itu?! Tetap nganggap mereka sahabat terbaik loe??! Bodoh itu namanya, fy!" kata iel sedikit lebih keras kali ini.

"gue emang bodoh...." lirih ify lagi dengan suara yang sudah sangat bergetar itu. Badannya sudah kembali bergetar hebat menahan segala gejolak perasaan di hatinya. Mungkin tak lama lagi, butiran bening akan kembali mengalir deras melewati kedua kelopak matanya, tanpa bisa dibendung lagi.

"Argghh!!!"

CESSS!!

Iel menggeram kesal, lalu memukul drum di dekatnya untuk melepaskan rasa frustasinya. Dia tau, dia telah kehabisan kesabaran, dan tak bisa lagi menahan emosinya dalam keinginannya meruntuhkan pendirian kuat ify yang menurutnya ‘cukup bodoh’ itu. Dia tau, emosinya naik itu, bisa meledak setiap saat. Dan ia tak mau, itu sampai meledak kepada ify. Dia ingin keluar dari keadaan ini. Dia ingin semua lepas. Tak lagi menggerogoti hatinya dengan torehan luka yang menyakitkan.

Iel kemudian segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar. Tapi, saat tangannya sudah siap untuk membuka pintu, ia seketika terhenti disana. Indera pendengarannya kembali bisa menangkap isak tangis itu. Iel kembali menghela nafasnya. Mendengar tangis ify, yang mungkin tambah deras, hati iel kembali bergemuruh. Ia kembali terhenyak dan menunduk dalam diam. Jujur, dia memang sangat kesal akan sifat ify yang begitu pasrah itu. Tapi dia juga tak rela hati gadis itu terus dibiarkan tersakiti dan dibiarkan sendiri.

Iel kembali melirik ke arah ify yang kini tampak menunduk, menenggelamkan mukanya dalam kedua telapak tangannya. Iel menghembuskan nafas beratnya lagi dan memejamkan matanya. Berusaha mengusir segala kekesalan dan emosinya. Dalam keterhenyakkannya itu, sebuah perkataan yang pernah didengarnya tiba-tiba melintas dibenaknya. Hati seorang wanita bagai tulang rusuk yang diberikan sang Adam kepada sang Hawa. Maka jangan lawan dia dengan kekerasaan, dengan tekanan emosi. Itu hanya akan membuat hatinya patah, hancur, remuk tak berdaya. Lawan ia dengan kelembutan dan kehangatan, maka ia akan melunak dan membuka hatinya.

Iel kembali melirik ke arah ify. Kini ia jadi tersadar akan satu hal. ‘Gue gak boleh ngelibatin emosi dan ego gue. Ini gak akan pernah bisa selesai. Ini gak akan bisa membuat hati gue lega dan lepas…’ benak iel. Iel kembali menghela nafas panjangnya, sebelum kemudian secara perlahan melangkahkan kakinya, mendekati ify lagi. Sesaat ia memandang dengan ragu kearah gadis itu. ‘Apa gue harus menyisip ke hati loe fy, biar gue bisa ngerti jalan pikiran loe dan loe bisa ngerti maksud hati gue…’ bisik hati iel.

Kemudian dengan perlahan ia kembali duduk di samping ify, dan menatap sendu ify yang masih tertunduk menangis itu. ‘Di hati gue yang terdalam, gue cuma mau liat loe tersenyum lagi fy… Tapi gue harus bagaimana biar loe bisa tersenyum lagi?’ benak iel lagi.

Dan akhirnya, dengan dorongan perasaan tulus dalam hatinya itulah yang kemudian mengarahkan tangannya untuk mengusap pelan punggung gadis itu, mencoba menenangkannya dan memberikan rasa yang menentramkan. Perlahan, tangan iel kemudian merangkul lembut pundak ify, dan membiarkan bahunya menjadi sandaran untuk mencurahkan segala kesedihan dari hati yang tersakiti itu.

--------------------misst3ri--------------------

“Tian!”

Zahra dan angel memanggil dan terus memacu langkah mereka dengan cepat, mengejar tian yang berjalan sangat cepat ke arah taman sekolah itu. Mereka berdua akhirnya bisa menyamai langkah tian, ketika tian memperlambat langkahnya, sampai akhirnya terhenti di sebuah bangku taman. Ia duduk di bangku taman itu, dan menenggelamkan wajahnya dengan kedua telapak tangannya, dan menunduk membisu. Zahra dan angel sesaat terdiam, lalu mendekat.

“tian…” tegur Zahra lagi. Tian tak mengeluarkan reaksi apa-apa selain menggumam pelan.

“kata-kata loe di kantin itu apa benar…”

“ya, itu bener kata hati gue sekarang” lirih tian memotong perkataan Zahra, tetap dalam keadaan menunduk. Zahra dan angel kembali saling pandang, lalu kembali menatap tian.

“jadi, loe mau ngasih kesempatan buat ify?”Tanya angel hati-hati. Tian menegakkan tubuhnya, lalu menghela nafasnya sembari membuang pandangannya, menatap hampa ke arah sudut taman yang lain. Kemudian ia tak bereaksi apa-apa. Bibirnya tetap mengantup, tak mengeluarkan satu kata pun.

“tian.. loe harus bisa percaya dengan ify… dia benar-benar gak maksud ngebohongin loe, ngehianatin loe…” kata angel. Lalu angel kembali menceritakan segala hal yang ia ketahui tentang masalah ify, termasuk tentang dirinya yang memajang foto itu.

“jadi… please yan… buka lagi hati loe…” lirih angel di akhir cerita panjangnya. Disisinya Zahra juga menatap tian penuh. Sedangkan tian, masih tetap sama, hanya mendengarkan dalam diam, tanpa bereaksi sedikitpun, mulai sepanjang angel bercerita tadi, hingga sekarang. Dia hanya hanya menunduk, dengan pikiran entah kemana.

“kalian udah temenan dari kecil kan? Harusnya loe tau betul isi hati sahabat loe…” sambung Zahra juga.

“dia butuh kepercayaan loe lagi yan, dia butuh loe yan… sahabatnya yang ia sayangi sedari kecil…” ucap Zahra lagi dengan lembut. Tian hanya melirik Zahra sekilas, lalu kembali menunduk dalam. Entah kenapa, kata-kata sederhana dari Zahra itu, kali ini terasa lebih menohok hatinya.

Tian memejamkan matanya. Bayang-bayang masa lalunya seketika itu juga kembali berkelebat di pikirannya. Wajah ceria yang selalu hadir di hidupnya sedari kecil itu. Ketulusan ify yang dari kecil selalu berusaha jadi sahabat terbaiknya. Janji dia pada dirinya yang ingin melindungi ify. Janji dia yang akan selalu berada di samping ify, sebagai sahabat yang slalu menemani di kala senang dan menghibur dikala sedih. Mengingatkan di kala salah, menerangi dikala ia terkurung di kegelapan, dan menuntunnya ke jalan yang benar dikala tersesat. Dan, satu yang tak akan dia lupa. Janjinya saat dia memutuskan untuk mengikuti jalan pergaulan yang dipilih ify, karena satu alasan, untuk melindunginya dan tetap menjaganya agar ia tetap menjadi sahabatnya yang penuh dengan kehangatan dan ketulusan seorang sahabat terbaik.

Sebenarnya hati kecilnya sadar. Ify memang tak sepenuhnya salah. Dia tak seharusnya menyalahkan dan menghakimi sahabatnya itu. Bahkan memperlakukan sahabatnya itu layaknya seorang yang perlu di adili dan di asingkan dengan kejamnya tanpa memperhatikan apa isi hatinya. Itu bukanlah sikap seorang sahabat yang sejati…

Tian kembali menghela nafas beratnya. Pikirannya sekarang sudah benar-benar terbuka. Dia kini telah tahu pasti apa yang harus ia lakukan sekarang. Dan ia yakin, inilah yang terbaik untuk semuanya. Perlahan tapi pasti, tian kemudian bangkit dari duduknya.

“lho? Mau kemana yan?”Tanya Zahra yang kaget tian tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya.

“kalian bener, gue harus bisa kembali merangkul sekeping belahan jiwa dihidup gue ini” jawab tian sambil segera melangkahkan kakinya. Sedangkan angel dan Zahra, hanya menatap tian yang berlalu cepat itu dengan lengkungan manis di bibir mereka. Mereka tau, mereka telah berhasil untuk membuka hati yang tertutup itu, dan membuatnya membuka tangannya kembali untuk sahabatnya yang pernah tersakiti itu.

-------------------BERSAMBUNG (3am)----------------

0 komentar