This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

My Graduation & kenangan ALKS

Alhamdulillah…. Akhirnya! :D Mungkin itu yang diteriakkan hati yang bersemayam di dalam diri aku saat perjuangan selama 4 thn ini berakhir juga. Aku jadi sarjana juga akhirnya cooyyyy hahaha…. Alhamdulillah yah u,u

Jadi setelah menggarap skripsi alias TA dengan penuh perjuangan dari awal tahun tadi, kemudian ngadepin sidang akhir juli lalu yang berujung dengan senyuman itu :) akhirnya awal September lalu, tepatnya tanggal 9 September 2011 aku di yudisium juga. Apa itu yudisium? Yudisium itu semacam sidang penetapan keputusan mahasiswa yang dinyatakan telah menyelesaikan tugasnya dari dunia perkuliahan dan resmi nyandang gelar sarjananya. Kalo wisuda itu semacam tinggal pelepasan perpisahan dari kampus gitulah. Jadi ibarat orang nikah, yudisium itu akad nikahnya, nah ntar wisuda baru dah resepsinya. Nah kalo wisudanya kemaren dilaksanain tanggal 22 September 2011 yang lalu. Ini foto buktinya:

Pas yudisium bareng temen-temen 1 kelas ALKS ’07 kelas A…

Pas wisuda, rame-rame dengan beberapa temen2 ALKS juga, sebelum proses wisuda nih heboh-hebohan dulu, tali toganya belom pindah, belom sah banget, hehehe…

Yah, itulah akhir perjuangan ini. Dan mulai sekarang aku sah nyandang gelar S.ST di belakang nama aku, hohoho… Sarjana apaan tuh S.ST?? sarjana saraba telat (dlm bhs Indonesia artinya selalu telat) hahaha… gak, itu cuma guyonan temen2 aku dulu buat yang suka telat hehehe… S.ST itu singkatan dari Sarjana Saint Terapan. Belom pernah dengar? Ya maklum2 aja sih. Karena S.ST diperuntukkan bagi lulusan diploma 4.

Yap, bagi kami yang kuliahnya ngambil jalur vokasi (layaknya di politeknik2 pada umumnya) adanya emang cuman Diploma1 (D1), D2, D3, D4, dan nyambung yang setara S2, S3 itu namanya Sp1, (setara S2), SP2 (setara S3) (tapi D4 masih bisa juga dilanjutin ke S2 jg walau dg syarat tertentu). Berbeda dengan jalur akademis yang biasa dipakai universitas2 / perguruan tinggi di Indonesia pd umumnya, lulusannya akan bergelar strata1 (S1) , strata 2 (S2), strata3 (S3) (walau ada juga sih D1-D3). Jalur pendidikan vokasi biasanya lebih mengutamakan skill diluar teori (lbh byk praktek ketimbang teori shg lbh siap utk dunia kerja), berbeda dg jalur akademis yg lbh mengutamakan aspek analitis (teori lbh byk ketimbang praktek). Jadi ibaratnya sekolah menengah itu, jalur vokasi itu SMK, kalo akademis itu SMA biasa. Walau berbeda, tapi jangan salah. D4 itu setara dengan S1 lho. Makanya gelarnya juga sarjana. Jadi salah kalau ada yang bilang D4 itu S0 (lebih rendah dari S1). Sering kali banyak yang bilang begitu. Padahal total SKS minimal yang diambil sama dengan S1, mata kuliah yang diambil juga tak jauh berbeda, dan kualitas lulusannya juga tak kalah cemerlangnya dengan lulusan S1 (tergantung orangnya sih kalo ini ._. haha… ). Tapi ini cuma mau nekanin, D4 itu punya derajat yang sama dengan S1. Kalo gak percaya, baca aja UU di kementrian pendidikan tentang kesetaraan keduanya ini.

Sok atuh, itu sekilas tentang latar belakang gelar pendidikan aku. Pokoknya aku seneng perjuangan selama 4 tahun ini berakhir baik. Jelas banget say Thx buat Allah SWT yang dah ngasih berkahnya yang luar biasa selalu shg bisa kelarin kuliah dengan lancar ky gini, buat kedua orang tua dan seluruh keluarga yang ngasih byk bgt support dan dukungan yang luar biasa, baik itu moril maupun materi.

Buat para dosen yang udah ngasih ilmunya dengan sepenuh hati. Kemudian dosen-dosen yang ngajar selama 8 semester ini, dimulai dr bapak2 dosen: bapak Arief (yang dulu aku masih inget wawancara aku pas ujian masuk, hehehe….), trus pak jul (dosen kami yang lucu nih), pak trisna (ketua jurusan yg gaya ngajarnya santai bgt =) ), pak sira (ini dosen TERdisiplin kami hahaha…), pak ogie (demen dah sama statistiknya pak, sampe TA jg pake statistic saya hahaha), pak mahyuni (dosen computer sekaligus dosen pembimbing TA aku nih, thx pak! :D), pak heru (thx buat ilmu pemograman kom yang seru itu), pak serta bapak2 dosen lainnya yg gak bisa disebutin satu2 ._. dan gak boleh ketinggalan, thx jg buat bp Agil (alm), dosen kami yg super bersahabat dan penuh kehangatan, yg 2 thn lalu meninggalkan kami selama2nya. Moga pian tenang disana pak lah… :’)

Kemudian para ibu-ibu dosen: bu manik (bu ketua Prodi ALKS nih sekaligus dosen yang paling aku fav dan segani :D), bu lea (ibu wali kelas ALKS 07 A nih, ibu paling gaul), bu helda (dosen pembimbing TA jg, dosen kami yang kocak hehehe), bu ainun (mantan wali kelas kami yg skrg ke australia), bu aan (salah satu dosen yg aku fav dan segani jg nih), bu ida (ibu yg keibuan bgt nih), bu nay dan bu emy (yg super murah senyum), bu nurul mukhlisah, bu qolbi, bu ayu, dan ibu2 dosen lainnya yg ga bisa disebutin satu2 ._. Dan tak lupa juga say thx buat staf2 akuntansi: Bu nisa, ka zaki, ka hendra, ka jupri, pak mawardi, dll yang suka bantu-bantuin mahasiswa ngurus macem-macem. Thx! :)

Dan terakhir tentu saja BIG thx buat teman2 seperjuangan, teman2 ALKS angkatan 2007 baik yg kelas pagi maupun kelas sore. Teman2 ALKS pagiku: mariam (tmn seprjuangan dr SMA nih), mahrita (tutuha di kelas, hahaha), vera dan reni (temen2 sekongkol dan gosipan di twitter hahaha), sesama org pal 5: rina, sisti, si lia (the best student, suhu aku nih di kelas, hehehe), si rajanya pasar: ainah hahaha, si duo dewi2: dwi dan dwe ‘puput’, si icha beib dan icha hoo, trio tanjung: rima, rikha, dan alm.nurul *we miss u rul :’)*, ifit, risa dan nopi yg suka menggemparkan kelas (?) haha, nina, jannah.

Kemudian cowonya ada koko (si ketua kelas dan tmnku dr SD nih), agus riza bayu & fai (tmn2 PKL ku dulu, aku bakal selalu ingat kegokilan kalian selama 2 bulan itu hahaha), si boy: udud, abul (si ustadz kedua stlh agus), si abay akbar, dan si superaktif rudi, hohoho…. Jgn kada ingat berataan kakawanan lah. Perjuangan kita dari awal msk yg kd kenal lalu, lawas kelawasan jd akrab. Ingat2 manis pahit kita kuliah, beampar di koridor mehadang dosen, kesana kemari mencari bahan tugas, tepuntal tebulilit beteronan menggawi tugas wan ujian, sampai menggawi tugas berataan rakat membantui satu lwn lainnya, seberataan sedih menangis pas nurul, pa agil, kdd lg :') jgn kd ingat wan kawan yang kaya dingsanak ini sdh laahhh...*keluar bhs banjarnya, wkwkwk* Segalanya, Itu kenangan kita yang tak bakal pernah terlupakan! Love u all <333

Tak lupa thx juga buat bbrp anak2 kelas sore yg aku kenal baik: dede (sesama anak KamGa nih, hohoho), shila (tmn seperjuangan dr SMA), dwi (tmn 1 pleton pas ospek dulu, hehehe), umay, kiki, inez, huda, dkk yg jd ramah suka negor dan jd akrab, saling membantu saat TA. Thx All :)

Dan kini, aku sudah sarjana. Perasaannya? Yah bahagia jelas, lega pasti, dan galau juga iya ._. kenapa galau? Lepas dari mahasiswa, berarti status jadi pengangguran dong sekarang -_______- hahaha…. Dan jadi pengangguran tanpa ada kegiatan apa-apa itu sungguh membosankan. Yah, jujur sih sebagai mahasiswa yang baru lulus, dan baru aja mulai memasuki fase baru dari kehidupan yaitu dunia kerja, pasti berasa gimanaa gitu ._. Yah, semoga ini cepat berakhir, semoga cepat dapet kerja, dan semoga apa yang selama ini aku pelajari di bangku sekolah bisa segera dijadikan sesuatu hal yang berharga dan bermanfaat bagi banyak orang, amiin... So, saatnya action coy! Bismillah…. Bimbinglah hambamu ini ya Allah, Amiin…. (3am)

Ini terakhir ini ada beberapa foto yang mau aku abadikan disini. Foto2 kenanganku selama kuliah bersama temen2 ALKS ’07… I miss u all :’)

0 komentar

FIKSI - PROMISE Part 45: Lose

Lanjutan dari Promise - Part 44: Malam yang Indah. Baca juga Promise Part 1: Awal, untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk.

NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :)

PROMISE - Part 45: LOSE

--------------------------misst3ri-------------------------

Gerimis hujan turun membasahi bumi di senin pagi itu. Udara dingin turut menyertai tetesan air hujan yang jatuh satu persatu itu. Seorang gadis membuka tirai jendelanya dan menatap riang tetesan-tetesan air hujan yang turun sambil sesekali menerpa kaca jendelanya itu. Senyumnya sesaat mengembang. Tampak tak ada sedikitpun kekecewaan melihat hujan itu meskipun sebentar lagi dia harus keluar rumah. Hujan itu tampaknya tidak akan bisa mengurangi semangatnya untuk pergi ke sekolah hari itu. Hubungannya dengan sahabatnya, via, yang telah membaik di malam minggu yang lalu tentu saja membuat dia punya satu alasan lagi untuk lebih bersemangat pagi itu. Dan karena itulah dirinya yakin bahwa langkahnya hari itu pasti akan jauh terasa lebih ringan.

Perlahan ia buka jendela kamarnya, dan ia hirup udara yang menyeluak masuk ke ruangan itu. seketika bau hujan memenuhi indera menciumannya. Sekali lagi senyumnya mengembang mencium bau hujan yang terasa begitu merilekskan dirinya itu. Puas melihat hujan, ia pun segera berbalik dan membereskan segalanya sebelum berangkat kesekolah. Setelah selesai bersiap, dengan langkah riang, ia pun keluar kamarnya dan segera menuju ruang makan untuk sarapan bersama orang tuanya yang tlah menunggunya di bawah.

--------------------------misst3ri-------------------------

Tin tin!!

Sedang asyik menikmati sarapannya, tiba-tiba ify mendengar suara klapson mobil dari depan rumahnya. Ify sesaat menolehkan kepalanya menuju arah depan rumah, dimana suara itu berasal. ‘pasti iel’ benak ify. Dan dugaannya tak salah, karena selang beberapa detik kemudian HP di kantongnya telah berbunyi. Sebuah panggilan masuk menunggu untuk diangkat. Di layar tertulis nama ‘Lei’ yang tak lain adalah iel. Ify segera menekan tombol hijau di HPnya dan menyahuti panggilan itu.

“hallo”

“fy… gue udah di depan. Buruan nyusul. GPL yaa…”

Klik. Telepon di tutup. Ify sontak menatap ke layar yang beberapa saat yang lalu menampilkan nama lei itu dengan wajah sedikit kesal.

“dihh… langsung di tutup. Ga sopan amat ni bocah. Pake nyuruh-nyuruh gua lagi” dumel ify. Tapi meskipun agak kesal diperlakukan iel seperti itu, toh dia segera menghabiskan juga sarapannya itu, dan segera bergegas menyusul iel yang tlah menunggunya di depan rumahnya.

“ma, ify berangkat dulu ya. Iel udah nunggu di depan tuh. Ntar tambah cerewet nih kalo ify kelamaan nyusulinnya… dah mama…” pamit ify pada mamanya yang juga tengah sarapan. “hati-hati yaa…” kata Mama ify sambil tersenyum menyambut kecupan kilat yang diberikan ify sesaat sebelum ia melesat ke luar rumah.

“sayang, jangan hujan-hujanan, pakai payung….” Pesan mamanya.

“gak usah maa… gerimis doang kok…” teriak ify. Karena mobil iel sudah menunggu tepat di depannya, Ify pun tanpa pikir panjang langsung menerobos gerimis hujan itu. Dan dalam hitungan beberapa detik kemudian, ify sudah berada di jok belakang mobil iel.

“lama amat loe!” omel iel yang duduk di jok depan, telah berbalik menghadap ify di jok belakang. Ify hanya sedikit melirik iel.

“iya sorri aki-aki cerewet….” Sahut ify sambil memeletkan lidahnya yang langsung disambut towelan iel di kepala ify.

“yee… udah pinter ngeedek ya sekarang.. haha….” Tawa mereka berdua pun pecah seperti mobil iel yang juga telah mulai memecah hujan, menerobos jalanan.

“oiya fy, papa loe udah berangkat kerja ya fy? Kok mobilnya udah gak ada tadi?”

“papa lagi keluar kota. Jadi makasih ya jemput pagi ini, kalo gak gue naik taksi tadi, hehehe….”

“nyante fy…. Tumpangan bakal selalu ada buat guru private matematik gue, hehehe….”

--------------------------misst3ri-------------------------

Hujan gerimis itu semakin lama semakin deras. Manusia-manusia yang berteduhkan payung-payung itu tampak berbaur dengan tetesan air hujan yang tampak turun semakin derasnya itu ketika mereka tlah sampai di sekolah.

“wah, den… payungnya ketinggalan kayaknya nih… bapak pinjemin dulu yaa” kata pak asdi setibanya di sekolah dan menyadari bahwa payung di mobil itu tak ada.

“eh, gak usah pak, deket aja juga sama gerbang” Tahan iel ke pak asdi.

“Yok fy, kita terobos aja” kata iel lagi sambil melepas jaketnya. “biar pake jaket gue aja. Hitungan ketiga kita buka pintu bareng-bareng ya fy” suruh iel ke ify. Ify pun hanya mengangguk.

Iel dan ify pun lalu membuka pintu bersamaan, kemudian keluar mobil dengan cepat. Lalu dengan gerakan cepat iel menutup pintu mobil dan segera memayungi ify juga dengan jaket miliknya. Ify sedikit tertengun saat tangan sigap iel mengerudungkan jaketnya diatas kepalanya dan langsung merangkulkan tangannya pada pundak ify agar tak berada terlalu jauh darinya. Ini membuat wajah iel kini begitu dekat dengannya yang tiba-tiba membuat ada desiran halus yang menggelitik hatinya sekarang. Tapi ify segera tersadar saat tangan iel yang berada dibahunya menariknya untuk mengikutinya bergerak.

“buruan jalan fy!” tegur iel. Ify pun mengangguk pelan dan dalam hitungan detik, mereka pun sudah berlari bersisian menuju gerbang sekolah yang tak begitu jauh dari sana.

“ah, sampe juga. Gila. Deres juga ujannya. Gua kira gak. Jaket gue sampe lepek gini” kata iel sambil melihat keadaan jaketnya yang tampak sangat basah dan banyak meneteskan air itu. Jaket iel memang basah kuyup, tapi syukurnya iel dan ify tak terlalu basah karena perlindungan jaket tebal milik iel tadi.

“ciee… romantis amat tadi payungan pake jaket berduaan. Gue ikutan donk…” tiba-tiba ada sion disana.

“ah, ngasal ngomong aja loe bisanya!” sahut iel sambil ngibasin jaket basahnya ke arah sion sehingga air tetesan pada jaket itu terpercik ke arah sion.

“wadoh!! IELL!! Basah tau!” omel sion. Iel dan ify hanya tertawa melihat sion ngomel-ngomel gitu. Tapi ternyata tidak hanya sion yang terkena percikan air dari kibasan jaket iel itu. Di belakang sion ternyata sudah ada via yang tampak mengusap wajahnya.

“eh vi, baru datang juga?” sapa ify dengan senyum manisnya.

“eh, kena juga ya vi? Sori vi, hehehe…” kata iel. Via hanya diam. Dia menatap datar iel sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke ify yang berdiri tepat disamping iel. Mereka hanya saling pandang sesaat, kemudian via tampak segera berpaling dan segera melangkahkan kakinya menelusuri koridor sekolah menuju kelas mereka.

“eh via…” panggil ify yang kaget via berlalu begitu saja tanpa mengatakan apapun. Ify pun segera menyusul via yang sudah berjalan cepat lebih dulu.

“via… kenapa sih loe? Buru-buru amat?” tegur ify setelah mampu mensejajarkan langkahnya dengan via. Via tak menjawab.

“vi…” tegur ify lagi. Via tetap saja tak mempedulikan panggilan itu. Ify menarik pergelangan tangan via yang sontak langsung menghentikan langkah via.

“via… kenapa sih diem aja? Loe masih marah sama gue ya?” Tanya ify dengan raut sedihnya.

Via menatap mata ify yang menatapnya dengan begitu sendu itu. Via menghela nafasnya sesaat. Dia sendiri sebenarnya tak tau kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti itu tadi. Tapi… mungkin rasa cemburu pada kedekatan sahabatnya itu dengan iel masih tersimpan kuat. Apalagi dia sempat melihat kedekatan iel dan ify saat turun dari mobil tadi. Jujur, hatinya bergejolak kuat saat itu. Oleh karena itulah ia segera meninggalkan mereka tadi sebelum rasa benci itu kembali berusaha merebut kunci hatinya. Sesaat via terdiam sembari kembali menanamkan dalam-dalam pada hatinya kalau orang didepannya itu sahabatnya, orang yang telah berjanji padanya tak akan pernah menghianati dirinya. ‘ify sahabat loe vi, bukan saingan yang bakal ngehalangin loe!’ benak via. Sekuat tenaga via mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran buruk dari dirinya. Sesaat via kembali menghela nafasnya. Dan tak lama kemudian, senyum tipis segera terlukis di bibir via.

“gak kok fy… gue gak marah sama siapa-siapa. Gue cuma lagi gak mood ngomong doang kok, lagi sariawan gue, hehe…” Sahut via dengan kata-kata yang dibuat seriang mungkin. Ify sesaat terpaku menatap via. Entah kenapa dari nada bicara via, ia merasakan kalau masih ada sesuatu yang menghalangi hubungan persahabatan mereka sekarang.

“beneran deh fy gue gak papa. Gue gak marah lagi kok sama loe….” Ucap via sekali lagi untuk lebih meyakinkan ify sembari tangannya mengusap lembut pipi ify. Melihat sikap via yang kembali memperlakukan dirinya begitu hangat itu, Ify pun balas tersenyum tulus.

“udah yok, kita ke kelas” kata via lagi sambil menarik pergelangan tangan ify untuk segera mengikuti langkahnya menuju kelas.

--------------------------misst3ri-------------------------

Tett… tettt….

Tak terasa, waktu tanda istirahat telah berbunyi. Seketika itu juga, koridor-koridor disepanjang sekolah itu telah dipenuhi anak-anak yang ingin melepas sedikit kejenuhan dan kepenatan sepanjang pelajaran pagi itu. Terlihat jelas wajah-wajah ceria yang tergambar dari anak-anak berseragam putih biru, yang telah bersebaran di seluruh sekolah itu. Tapi, di bangku depan kantin sekolah itu, seorang anak tampak duduk termangun melamun sendiri. Tampaknya ada sesuatu hal yang tengah dipikirkan anak itu. Tumit kakinya yang terus menerus diketukannya ke lantai semakin memperjelas keadaannya yang tak tenang itu. Tiba-tiba seorang anak lainnya datang mengagetkannya dan membuyarkan segala lamunannya.

“woy! Kenapa loe syad? Manyun aja loe…” Anak yang sedari tadi melamun tadi adalah Irsyad. Irsyad pun mendongak dan mendapati cakka telah berdiri di depannya. Irsyad kembali menunduk lesu.

“agni gak masuk sekolah cakk…” sahut irsyad lemah.

“cieee… yang lagi kangen” goda Cakka sambil colek dagu irsyad. Irsyad sontak menepis tangan cakka.

“bukan gitu… soalnya udah dari kemaren gue coba hubungi HP dia, gak aktif-aktif terus” kata irsyad serius. Melihat tampang irsyad yang sangat serius itu, Cakka pun berhenti menggoda irsyad. Ia pun lalu duduk disamping irsyad.

“loe udah tanyain temen-temen dia? Siapa tau lagi kemana gitu…” kata cakka sambil asyik mengunyah roti coklat kesukaannya.

“udah. Tadi barusan gue ketemu gita, temennya si agni. Dia juga gak tau kemana agni… gak ada surat keterangan apa-apa juga” sahut irsyad. Cakka pun hanya bisa manggut-manggut mendengar penuturan irsyad itu.

“jangan-jangan agni lagi sakit di rumah dia, tapi gak ada yang nganterin surat gitu…” ucap cakka.

“eh siapa yang di rumah sakit? Dirumah sakit mana? Kita jenguk bareng yuk, gue juga mau ke rumah sakit nganterin bunda” cerocos debo yang tiba-tiba datang menghampiri cakka dan irsyad. Dibelakangnya juga ada obiet mengikutinya.

“yee… asal nyahut aja loe de! Bukan di rumah sakit, tapi lagi sakit di rumah” sahut cakka. Debo disahutin gitu cuma nyengir sambil menggaruk-garuk belakang telingannya.

“emang siapa yang lagi sakit?” Tanya obiet sambil duduk disamping cakka.

“itu agni kan gak masuk, gak ada kabar juga. Tau lah kalian, siapa yang langsung kena sindrom pengkhawatiran berlebihan terhadap yayang tersayang, hehehe” sahut cakka sambil melirik ke arah irsyad. Irsyad yang diedek begitu cuma mencibir. Dia tampaknya tak bersemangat membalas ledekan cakka itu. Debo dan Obiet cuma ikut tertawa kecil mendengarnya.

“eh, kenapa gak loe jengukin aja ke rumahnya syad?” celetuk obiet ngasih saran. Mendengar itu, sontak irsyad langsung mendongak dan memandang obiet. Sontak ia langsung berteriak.

“good idea!!! Cak, loe temenin gue yak pulang sekolah ini! Plis plas pliis…” kata irsyad penuh semangat tapi juga penuh harap pada cakka agar mau nemenin dia.

“hahaha… biasa aja dong syad. Lebay loe! Iye iye… gue temenin!” sahut cakka. Senyum Irsyad pun segera merekah lebar.

“oiya biet…” cakka mengalihkan pandangannya ke obiet, “hmm…, loe bisa gak ke rumah gue dulu sepulang sekolah ini? Ini tentang lomba buat dava itu…. bokap gue punya ide sesuatu tentang konsep kita, terutama tentang bagian music etniknya itu. Makanya gue mau ngajak loe buat diskusiin sama bokap gue. Kebetulan bokap siang ini punya waktu kosong. Jarang-jarang nih bokap gue ada waktu gini, biasanya kan sibuk terus sampe malam… Jadi gimana biet?”

“hmm… gimana ya? Gue mau ke rumah sakit juga soalnya…” sahut obiet. Tangannya tanpa sadar menggaruk-garuk kepalanya sendiri. Bingung.

“bunda di operasi hari ini?” Tanya irsyad

“iya, makanya gue abis pulang sekolah, kita rencananya mau langsung ke rumah sakit nemenin bunda” kali ini debo yang menyahuti.

“yahh…. Gak bisa berarti ya?” sahut cakka dengan nada kecewa. Obiet menatap cakka dengan pandangan sedikit tak enak.

“hmm…. Kalau sebentar doang, mungkin gue masih bisa. Tapi, sebelum jam 4 gue udah balik. Bunda kan rencananya masuk ruang operasi jam 5. Gimana?” kata obiet.

“beneran nih biet?” kata cakka.

“iya… biar loe debo duluan aja sama anak-anak yang lain... Ntar gue bisa kok nyusul belakangan”

“wah, makasih banget ya biet!” sahut cakka senang. Obiet pun hanya mengangguk sembari tersenyum.

“eh, tapi jangan lupa! Temenin gue dulu ke rumahnya si agni” celetuk irsyad.

“iyeee!! Tapi awas loe kelamaan pacaran disana, gue kawinin loe, hahaha….” Sahut cakka yang disambut gelak tawa yang lain.

--------------------------misst3ri-------------------------

Rasa kehilangan karena menghilangnya agni yang sempat mengkhawatirkan irsyad tadi, nyatanya tak hanya dialami oleh irsyad. Di dalam kelas 9A, 3 orang anak duduk bergerombol di salah satu meja di deretan depan pada kelas itu rupanya juga merasakan satu rasa kehilangan juga. Mereka adalah via, ify dan tian.

“sila kemana ya? Kok dia gak masuk hari ini?” kata tian sambil memandang bangku sila yang kosong tak berpenghuni itu.

“gak tau… Gue agak khawatir deh… Sabtu kemaren sih sempet telpon gue, tapi gue reject gara-gara….. itu fy, loe tau lah gue lagi sama siapa” kata via.

“apaan sih? Vi, loe belom cerita gimana bisa baekan sama ify. Cerita dong….” Kata tian yang merasa cerita akurnya kedua sahabatnya itu telah terlewatkan olehnya.

“gak ah, malu gue, hehehe…. Masalah cewe ini. Loe diem aja fy…. hehehe” Sahut via sambil memeletkan lidahnya pada tian yang langsung manyun gara-gara gak dapet jawaban apa-apa dari via atau ify.

“ah, gak asyik ah kalian! Gue kan penasaran….” Omel tian.

“haha… udahlah yan, ntar kita pasti cerita kok. Sekarang kita mikirin sila aja dulu nih… Gmn? Gue dari kemaren udah coba hubungi dia, tapi nomernya gak pernah aktif. Gue coba telpon ke rumah juga, gak ada yang ngangkat” kata via.

“gimana ya?” mereka bertiga pun terdiam, bingung memikirkan keberadaan sila.

Yap. Ternyata hari itu, sila juga tak menunjukkan batang hidungnya di sekolah itu. Tanda-tanda keberadaannya benar-benar tak mampu teman-temannya deteksi. Dan sama seperti agni, sila juga tampaknya telah menghilang bak ditelan bumi secara misterius.

“hmmm, kita liat besok-besok deh… Siapa tau dia lagi pergi kemana gitu. Kalian inget gak pas dia juga gak masuk sekolah beberapa hari pas kelas 8 dulu? Kita sempet ilang kontak, eh ternyata dia lagi liburan ke luar negeri. Haha….” Kata tian mengingat kejadian 1 tahun silam dimana sila juga pernah menghilang seperti ini.

“bisa juga sih…. Ya udah kita tunggu aja kabar dari dia…” Sahut via.

“eh, tapi ntar sila mau gak ya maafin gue?” celetuk ify tiba-tiba. Ify teringat kalau masalahnya dengan sila masih belum tuntas. Via dan tian menatap ify yang tengah menunduk itu. Ya, mereka tersadar, bahwa persahabatan mereka berempat memang tengah bermasalah. Terutama hubungan sila dan ify yang belum terselesaikan.

“tenang aja fy… gue bantuin loe deh. Ntar kalo sila udah ada, gue omongin baik-baik sama dia…” sahut via sembari merangkul pundak ify hangat, menenangkan. Mendengar ucapan via itu, Ify pun tersenyum tipis sembari menaruh sebuah harapan di hatinya, semoga via benar-benar mampu membuat dirinya dan sila akur kembali.

--------------------------misst3ri-------------------------

Gerbang sekolah itu tampak ramai dipadati siswa-siswi yang menunggu jemputan sekolah. Diantaranya ada via dan ify yang juga tengah berdiri di depan gerbang sekolah itu.

“via, ify, belum di jemput?” via dan ify menoleh. Ternyata itu riko yang menegur mereka. Di belakangnya juga sudah ada sion yang seperti biasa, nebeng riko.

“belum ko” sahut ify. Sementara Via hanya membalasnya dengan senyum simpulnya.

“ya udah, kalau gitu kita pulang duluan yaa…” kata riko lagi sambil melambaikan tangannya dan melemparkan senyumnya pada via dan ify. Hanya ify yang membalas lambaian itu. Sementara via, lagi-lagi ia hanya tersenyum simpul. Entahlah apa yang via rasakan. Sejak kejadian di cafĂ© dulu itu, entah kenapa ada sedikit rasa malu dan gugup apabila via bertemu dengan riko. Mungkin itu dikarenakan kalau riko tengah menyimpan rahasia hatinya. Tiba-tiba pipinya sedikit merasa panas kalau kembali mengigat riko sebagai sosok severus yang begitu mengetahui isi hatinya itu. Tapi, lamunan via terpecah ketika seseorang yang sering membuat hatinya juga bergetar itu tiba-tiba menerobos diantara dirinya dan ify.

“hei!!!” teriak orang itu sambil menepuk bahu via dan ify.

“ah loe yel, ngagetin orang aja deh…” omel ify. Orang yang ternyata iel itu, hanya nyengir jail. Kemudian setelah ia menepuk bahu ify dan via, dengan santainya ia menggeser keduanya dan berdiri di tengah-tengah diantara via dan ify. Senyum jailnya terus bertengger di sudut bibirnya sambil terus dengan santainya memegang pundak via dan ify. Ify hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah iel yang selenge’an itu.

Berbeda 180 derajat dengan ify yang tampak santai dengan kedatangan iel itu, via terpaku diam tak berkutik mendapat perlakuan dari iel seperti itu. Hatinya berdegup begitu cepat saat itu. Ingin rasanya ia berteriak pada lelaki yang dengan cueknya berdiri di sampingnya itu bahwa dirinya bisa mati saat itu juga gara-gara jantungan kalau tangan kokohnya itu masih saja bertengger di bahunya. Tapi tampaknya doanya terkabul ketika sesaat kemudian ify membuka suaranya.

“eh ni tangan gak bisa ya gak nangkring di pundak orang gini? Beratin kita berdua aja loe… ya gak vi?” kata ify yang seolah bisa membaca perubahan muka via saat kehadiran iel di tengah mereka itu.

“eh, sori.. sori…. Hehehe…” kata Iel sambil segera mengangkat kedua tangannya ke atas layaknya seorang penjahat yang telah menyerah kepada polisi. Via langsung menunduk malu saat ify diam-diam melemparkan sebuah senyuman yang seolah-olah menggoda dirinya yang mungkin kini sudah berwajah seperti kepiting rebus. Setelah itu tak ada pembicaraan yang terjadi diantara mereka bertiga, sampai akhirnya iel melakukan gerakan tiba-tiba.

“eh fy. Pak asdi dah jemput tuh, yuk!” kata iel sambil segera meraih pergelangan tangan ify. Via seketika mendongak saat iel menjauh dari sisinya. Ada sedikit rasa tak rela saat ia melihat jemari tangan iel menggenggam erat pergelangan tangan ify. Dan tampaknya perubahan ekspresi via itu tertangkap mata oleh ify. Ify yang sempat menangkap sedikit perubahan di wajah via itu pun sontak menahan tarikan iel dan melepaskan genggaman tangan iel itu. Iel sontak berbalik menoleh ke arah ify.

“kenapa fy?”

“eh, ngg… gue hari ini gak ikut loe yel. Itu…. papa udah janji mau jemput gue tadi” sahut ify cepat. Sinar terang mata iel sedikit meredup.

“kok gak bereng gue aja sih? Biasanya juga bareng. Kan lumayan fy hemat BBM, ngurangin polusi sekaligus gak repotin papa loe. Kita sejurusan gini juga” cerocos iel.

“gak papa… kebetulan papa mau ngajak ke tempat lain hari ini. Loe pulang duluan aja yel…” sahut ify beralasan. Iel menggerutkan keningnya sesaat, tapi tak lama kemudian ia mengangguk mengerti.

“hmm… gitu toh? Ya udah gue balik duluan yaa… dah ify… dah via…” pamit iel. Dan sosok itu pun segera menghilang masuk kedalam mobil yang menjemputnya itu.

“eh vi, kok masih diem disini? Mobil jemputan loe udah datang juga tuh…” tegur ify.

Via langsung tersadar dari lamunannya. Dia memang agak sedikit terperangah dengan kejadian-kejadian yang terjadi barusan yang seolah berjalan sesuai keinginan hatinya.

“eh iya fy, gue duluan yaa….” Kata via berpamitan pada ify. Ia pun sesaat melambai sembari tersenyum pada ify. Dan ia pun segera masuk kedalam mobilnya.

--------------------------misst3ri-------------------------

Setelah kepergian mobil via, ify mengedarkan pandangannya. Sekolah sudah lumayan sepi sekarang karena anak rata-rata sudah pulang dan dijemput. Ify menghembuskan nafasnya sesaat. Bagaimana dia pulang sekarang? Pada kenyataannya, papanya tak berjanji menjemputnya siang itu. Bahkan papanya tak akan pernah bisa menjemputnya. Yah, dia baru ingat, papanya sedang di luar kota sekarang. Jadi tak mungkin ia mengandalkan papanya.

Ify kemudian merogoh dompetnya didalam tas dan mengintip isinya. Nafasnya sedikit tertahan saat melihat hanya ada beberapa lembar uang bergambar patimura yang tersisa didompetnya. Itu takkan cukup dipakai untuk naik ojek apalagi naik taksi. Ify kini jadi merasa ingin mengutuk dirinya sendiri karena kebodohannya telah mengambil keputusannya tanpa dipikirkan masak-masak terlebih dulu efeknya kedepannya nanti. ‘terpaksa pulang jalan kaki nih gue... Tapi, gak papa deh…’ benak ify mencoba membesarkan hatinya. Kalau dia pikir-pikir, walau harus ngorbanin dirinya, ify merasa pulang jalan kaki seperti sekarang sepertinya lebih baik ketimbang harus melihat wajah masam sahabatnya itu. Karena ingin menjaga perasaan via lah ify terpaksa menolak ajakan iel tadi. Perasaan tak enak itulah yang ia rasakan sejak pagi tadi, dimana ia dan iel datang bersama, dan via menyaksikan itu semua.

Ify pun mulai melangkahkan kakinya. Syukurlah metahari tlah bersinar cerah, tak hujan seperti pagi tadi. Kalau tidak, ia takkan bisa pulang. Jadi matahari yang bersinar cukup menyengat itu tampaknya jauh lebih baik ketimbang dirinya harus pulang kedinginan sambil hujan-hujanan. Ify lalu mengeluarkan selembar buku tulisnya untuk sekedar melindungi kepalanya dari terik matahari. Syukurlah jarak antara sekolahnya dan perkomplekan rumahnya hanya berjarak kira-kira sekitar 2 km. Jadi masih bisalah kalau ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi baru beberapa puluh meter meninggalkan gerbang sekolahnya, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

“ify!” ify sontak menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata ada cakka, obiet dan irsyad disana.

“eh, cakk… baru pulang loe?”

“iya, tadi ngurusin ekskul basket bentar. Loe ngapain jalan sendirian gini? Gak pulang loe?”

“ya ini mau pulang”

“kok jalan kaki? Gak ada yang jemput? Kenapa gak bareng iel aja tadi? Biasanya juga pulang bareng loe berdua…”

“yaa… pengen aja” sahut ify seadanya, “Eh, obiet sama irsyad kok baru pulang? ngurus basket juga?” lanjut ify lagi mengalihkan pembicaraan mereka.

“hah? Gak lah fy, sejak kapan gue sama obiet demen ngurusin basket, hehe… kita ada janji sama cakka, biasa, masalah cowo, hehe….” Sahut irsyad.

“halahh… ngomong mu syad, sok banget… masalah cowo, bo’ong fy, kita mau nemenin irsyad nemuin pujaan hatinya, hahaha…” ledek cakka.

“eh, ember banget loe cakk!” irsyad langsung mencak-mencak.

“pujaan hati? Agni ya?” celetuk ify.

“betul fy! Nah lho syad, ify aja udah tau… Wkwkwk…”

“sialan loe cakk! Kok loe tau sih fy?” Tanya irsyad ke ify.

“hahaha… ya tau lah, secara loe demen nempelin agni kan akhir-akhir ini. Anak-anal satu sekolahan juga udah bisa nebak kali, hehe….” Sahut ify enteng. Disahutin seperti itu, wajah irsyad langsung bersemu merah. Malu. Obiet, cakka dan ify pun langsung cekikikan melihat itu.

“oiya, hmm…. Fy, ini loe lagi sibuk gak?” Tanya cakka kemudian sambil mengalihkan perhatiannya ke ify.

“gak. Kenapa emangnya?”

“gimana kalo loe ikut ke rumah gue juga bentar… kebetulan habis nganterin irsyad ke rumah agni, ini gue sama obiet mau diskusiin tentang lomba sama bokap gue. Kebetulan bokap gue masih ada di rumah siang ini. Loe ikut juga ya…”

“tapi gue kan belom izin. Besok-besok gak bisa ya? Atau ntar sore deh yaa…”

“yah fy, kalo besok-besok, gue gak bisa mastiin bokap ada waktu apa gak. Kalo ntar sore, bokap gue udah berangkat kerja lagi. Ini dua jam-an lagi juga udah pergi ngajar lagi nih… gimana? Obiet juga mau nemenin bundanya di rumah sakit soalnya sore ini…”

“loe telpon minta izin ke rumah aja dulu. Ntar gue anterin pulang deh…” bujuk cakka lagi. ify tampak berpikir sejenak. Lalu ia mengeluarkan HPnya dan tampak menghubungi seseorang. Tak lama kemudian, pembicaraan itu selesai. Ify pun kembali mendekat ke arah cakka dkk yang tlah menunggunya sedari tadi.

“oke, nyokap gue ngebolehin. Gue ke rumah loe sekarang. Tapi jangan kesorean ya…” kata ify kepada cakka.

“sip… loe sama irsyad aja deh fy, sepeda dia ada boncengannya soalnya. Biar obiet sama gue…”

Ify pun mengangguk dan segera naik ke boncengan irsyad. Dan mereka pun segera melaju menyusuri jalan itu. Tapi, tanpa mereka sadari, sepasang mata mengintai kepergian ify dkk tadi dari balik kaca mobilnya.

“pak asdi, balik sekarang yok…”

“iya den….”

Mobil itu pun mulai berjalan. Orang yang mengintai dari balik jendela mobil itu adalah iel. Iel yang telah pulang tadi, saat di setengah perjalanannya, dia tiba-tiba memutuskan kembali ke sekolah ketika ia teringat kalau papa ify sedang pergi ke luar kota. Jadi tak mungkin ify di jemput papanya. Dan iel yang merasa ada yang tak beres pun segera kembali ke sekolah. Dan tebakan dia benar, ify tak pulang bersama papanya. Ify telah membohongi dirinya.

Sepanjang perjalanan pulang, iel hanya duduk termangu sembari menerawang ke arah luar jendelanya. Alunan lagu mellow dari band vierra dari radio mobilnya itu semakin meringankan angannya, menerbangkan pikirannya jauh ke awang-awang yang begitu luas dan hampa. Seperti hatinya yang kini entah kenapa terasa begitu kosong. Hampa.

Ku tau, kamu bosan…

Ku tau kamu jenuh…

Ku tau kamuuu… tak tahan lagi….

Iel berkali-kali menghembuskan nafas beratnya seakan-akan ingin membuang segala gundah yang kini mulai berterbaran dihatinya. ‘ngapain loe bohong kayak tadi fy? Kenapa fy?’ benak iel berkali-kali dalam lamunannya. Dan entah kenapa, saat itu ia merasa ada sesuatu yang mulai mencoba menerobos menghilang, meninggalkan hatinya.

Aku takut… Kamu pergi…

Kamu hilang… Kamu sakit….

Aku ingin… kau disini…

Disampingku… selamanya….

--------------------------misst3ri-------------------------

“fy.. biet… kalian duduk-duduk aja dulu disini yaa… gue ganti baju sama manggilin bokap gue dulu” kata cakka.

Ify dan obiet saat itu telah berada di rumah cakka. Irsyad setelah mengantar ify ke rumah cakka memutuskan langsung pulang karena sudah di telpon untuk segera pulang kerumah. Dan kini tertinggallah ify dan obiet di ruangan itu. Di ruang tamunya lebih tepatnya. Ruang yang cukup nyaman. Interior yang rata-rata bernuansa putih-putih itu sangat serasi dan cocok dengan rumah cakka yang bergaya minimalis. Di salah satu sisi ruangan itu menghadap taman kecil yang memiliki sebuah air terjun mini buatan. Ini semakin membuat suasana ruangan itu begitu tentram nan menenangkan.

Ify dan obiet duduk di salah satu sofa diruangan itu. Sofa yang empuk begitu memanjakan punggung mereka yang sudah cukup letih karena perjalanan mereka ke rumah agni tadi. Tak ada pembicaraan yang tersaji diantara mereka berdua. Sepertinya mereka berdua sama-sama asyik dengan pikiran mereka masing-masing. Seperti ify yang tampaknya sudah jauh melayangkan pikirannya. Sembari memandang air terjun buatan yang begitu menenangkan di taman samping ruang tamu rumah cakka itulah, sesaat ify kembali melayangkan memorinya ke kejadian-kejadian sebelumnya. Kejadian dimana sebelumnya ia ikut ke rumah agni dan menjumpai sesuatu yang cukup mengganggu pikirannya sekarang.

---- flashback----

“ini rumah agni” tunjuk irsyad saat mereka sampai di sebuah rumah besar bercat hijau muda itu.

“Inikan rumahnya sila….” Celetuk ify dengan nada tak percaya.

“hah? Kok rumah sila? Yang bener fy?” irsyad langsung berbalik menghadap ify yang duduk di boncengan belakangnya. Ify mengangguk mantab saat irsyad memandangnya minta kepastian.

“beneran ini rumahnya agni syad? Jangan becanda loe… gue dulu nganter agni bukan kesini deh” kata cakka juga.

“beneran, sumpah deh! Minggu lalu gue nganterin dia pulang ke sini. Awalnya sih cuma nganter sampe depan komplek karena dia maksa diturunin sampe sana aja. Tapi gue iseng buntutin dia, dan dia masuknya ke rumah ini. Jadi ini rumah dia dong…” bela irsyad. Mereka jadi semakin bingung. Jadi, rumah siapa ini sebenarnya?

“yaudah, gimana kalo sekarang kita coba masuk ke dalam aja? Mungkin bisa lebih jelas….” Kata obiet memberi solusi. Yang lain pun mengangguk dan mulai turun dari sepeda mereka dan mendekati pagar kokoh yang terkunci itu.

Teng tong… teng tong…

Berkali-kali bel rumah itu mereka bunyikan, tapi tak jua ada sahutan dari dalam.

“gak ada yang nyahutin nih. Kosong kayaknya rumahnya. Jadi gimana sekarang?” Tanya cakka. Karena tak ada lagi yang bisa mereka perbuat, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dengan sebuah misteri yang belum berhasil mereka ungkap.

-----flashback kelar-----

Kejadian barusan itu, membuat kepalanya sedikit berdenyut. Ify menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa itu. Keadaan yang ada dihadapannya itu benar-benar membuatnya tak bisa berpikir. Dia merasa begitu banyak kejanggalan dan juga banyak hal yang belum ia ketahui. Itu yang membuatnya semakin bingung dan tak tau harus berbuat apa. Ify teringat ucapan obiet sesaat setelah mereka meninggalkan rumah sila alias agni itu.

“apa agni dan sila emang tinggal satu rumah ya? Dan sekarang mereka lagi pergi ke suatu tempat bersama, makanya mereka dua-duanya sama-sama menghilang kan?”

apa ada sangkut pautnya menghilangnya sila dengan agni? Ya Allah… ada misteri apa lagi dibalik ini semua?’ pikiran ini terus menggelayuti pikiran ify. Sampai akhirnya lamunan ify itu terbuyarkan ketika cakka memanggil mereka berdua untuk mengikutinya ke ruang kerja ayahnya.

“hei ify, obiet… ikut gue sini, bokap mau nunjukin sesuatu ke kita di ruang kerjanya….” Kata cakka memanggil mereka berdua. Lalu obiet dan ify pun mengikuti cakka ke ruang kerja ayahnya untuk kemudian memulai diskusi mereka tentang strategi lomba yang akan diikuti mereka itu.

--------------------------misst3ri-------------------------

Tin.. tin…

Bremmm…

Di tengah hiruk pikuk kepadatan jalan kota yang semerawut itu, seorang anak berdiri berhimpitan di sebuah bus kota yang turut memenuhi jalanan kota itu. Cuaca diluar begitu panas. Cuaca yang sungguh berbeda 180% dari cuaca pagi tadi yang hujan lebat, yang semakin menggambarkan bahwa cuaca bumi sungguh tak bisa diprediksi lagi perubahannya yang begitu cepat dan drastis seperti hari itu.

Tapi, walaupun suasana gerah, penuh asap rokok di dalam bis itu, dan keringat membanjiri tubuhnya karena cuaca panas terik di sore hari itu yang begitu membara karena matahari bersinar begitu perkasanya, tapi toh, tampaknya anak itu tak bisa menghilangkan senyumnya yang terus tergurat manis di sudut bibirnya.

Hari itu hari yang cukup menyenangkan baginya. Pertama pertemuannya dengan cakka dan ify barusan sangat menyenangkan. Diskusi mereka bersama ayahnya cakka benar-benar mampu menginspirasi merka semua dan membuka ide-ide cemerlang lainnya. Dan kini mereka punya satu rencana yang cukup bagus untuk persiapan mereka mengikuti lomba antar sanggar tersebut.

Dan yang kedua tentu saja yang akan di tujunya sekarang. Operasi bundanya. Yap, bundanya akhirnya akan di operasi hati ini. Berkat bantuan papa angkatnya Angel, bundanya bisa di operasi dari tumor yang bersarang di perutnya itu sekarang. Bahkan tak tanggung-tanggung, pak darma memasukkan ke sebuah rumah sakit yang tebilang cukup bagus di kota itu agar bunda bisa mendapat perawatan yang maksimal. Dan obiet sangat berharap, bundanya bisa sembuh 100% seperti sedia kala setelah menjalani operasi ini.

“kiri pak!” teriaknya lantang sembari mengetuk-ngetuk langit-langit atap bis kota tersebut. Tak terasa bis yang ditumpanginya itu telah sampai di tempat yang ia tuju. Setelah menerobos keluar dari bis yang penuh sesak itu, dalam satu lompatan kakinya telah mencapai tanah, sementara dibelakangnya, bis kota yang ditumpanginya tadi, telah berlalu cepat dan meninggalkan asap tebal.

Obiet pun segera melangkah memasuki halaman rumah sakit yang tampak begitu banyak orang yang hilir mudik disekitar tempat itu. Dia semakin mempercepat langkahnya memasuki gedung putih didepannya itu. Waktu operasi bundanya sebentar lagi, dan dia tak mau melepaskan sedikit saja waktu berharga ini untuk tak bersama bunda tersayangnya sebelum bundanya menjalani operasi penting itu. Tetapi sesaat sebelum memasuki lobi utama, matanya mengekor sesosok yang lumayan dikenalnya.

“itu kan…..”

----------------------- BERSAMBUNG (3am) -------------------------

0 komentar

PROMISE – Part 44: Malam Yang Indah

Lanjutan dari PROMISE Part 43: Akal Severus. Baca juga Promise Part 1: Awal, untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk.

NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :)

PROMISE Part 44: Malam Yang Indah

--------------------misst3ri--------------------

Suara-suara binatang malam, hanya itulah yang mengisi kesunyian malam. Dedaunan turut bergoyang pelan seiring angin malam yang berhembus perlahan itu. Tenang tapi terus menyelimuti udara malam, menghembuskan udara dingin yang menusuk keseluruh persedian tulang. Seperti itulah mungkin kondisi yang terbentuk dari dua orang gadis yang juga tampak begitu dingin dengan tembok pembatas yang tlah terbentuk begitu kokoh diantara keduannya. Sebuah tembok penolakan yang didirikan oleh Via diantara dirinya dan Ify.

Setelah menyeret Ify ke luar, ke halaman yang cukup jauh dari ambang pintu rumah Iel, Via melepaskan pegangannya pada pergelangan tangan Ify, lalu ia berjalan ke depan agak menjauh, memunggungi Ify yang tengah menatapnya dengan sendu.

"Via..."

"beneran loe ga ada apa-apa sama Iel?" Tanya Via to the point dengan nada sedikit sinis. Ify sedikit mendesah pelan. Dugaannya sedari dulu memang benar. Via marah padanya hanya karena hubungannya dengan Iel, bukan karena hal lain.

"ya ampun vi… Gue ga bakal pernah khianatin sahabat gue sendiri... Loe percaya sama gue kan?" jawab Ify lembut. Tiba-tiba Via berbalik dan menatap Ify tajam.

“trus kenapa loe keliatan deket banget sama dia?! Siapa pun yang liat foto loe sama Iel, pasti berpikiran kaya gue fy!” tekan Via keras. Ify hanya menggeleng pelan, dan kembali mencoba meyakinkan Via.

“berapa kali kita harus jelasin sama loe vi… saat itu Iel cuma bantuin bersihin mata gue. Lagipula saat itu gue masih terikat perjanjian sama dia…”

“terus kenapa sampai sekarang loe masih deket sama dia? Bukannya perjanjian loe udah selesai?” potong Via cepat sambil bergerak maju, membuat semakin tampak di penglihatan Ify wajah kemerahan penuh emosi dari Via.

“iya… tapi...” belum sempat Ify menyelesaikan kata-katanya, Via sudah kembali memotong.

“tapi kenapa loe sekarang malah makin nempel sama dia? Pergi pulang sekolah bareng, kemana-mana sering bareng…. Iel sekarang selalu ada disamping loe fy! Dia tanpa ragu selalu ngebelain loe, menghibur loe, ngerangkul loe disaat loe tersudut! Dan sementara loe!” tiba-tiba Via mendorong Ify yang begitu terperangah itu, hingga ia jatuh ke tanah, “Kenapa loe terlihat begitu nyaman dengan perlakuan itu! kenapa fy?! Kenapa kalian harus terus sedekat itu?! KENAPA??!” cecah Via kemudian dengan begitu tajam dan sangat lepas.

Rupanya emosinya benar-benar tlah mencapai puncaknya. Dan dengan emosi tak terkendali itu, Via menumpahkan semua rasa sakitnya. Yak, segalanya yang menganjal dihatinya. Tumpah sudah semua segala hal yang ia pendam dihatinya selama ini. Via benar-benar meluapkan segala perasaan, segala sakit, segala perasaan mengganjal yang menggerogoti hatinya selama ini.

Dadanya terlihat naik-turun, mengikuti debaran jantungnya yang berpacu cepat seiring aliran emosinya yang begitu menggebu itu. Tapi, dari sorot matanya yang tajam menusuk tepat ke mata Ify, bisa terlihat sedikit kilau bening yang mulai menyelimuti kedua bola mata itu, persis seperti sepasang mata yang tengah balik menatap Via itu. Mata Ify. Matanya juga tlah berkabut, tapi menatap penuh kelembutan. Dan dua pasang mata itulah yang kini tampak berbicara, mengisi keheningan malam yang menyelimuti mereka berdua selama beberapa saat itu.

Ify yang terduduk di tanah, tampak hanya bisa terdiam, menatap nanar ke arah Via, terperangah tak percaya mendengar segala yang telah terlontar dari mulut Via itu. Dia tak menyangka seperti itukah pandangan Via melihat kedekatannya dengan Iel. Seburuk itukan penilaian dirinya dimata sahabatnya itu? Dan sebuah luka pun kembali menggores hatinya pedih.

“loe cemburu sama gue vi?” lirih Ify pelan tak lama kemudian memecah keheningan diantara mereka berdua. Matanya terus menatap nanar kearah Via. Mendengar ucapan Ify tadi, Via sedikit mendesah, lalu segera membuang pandangannya dan kembali berbalik memunggungi Ify.

“gue tau loe suka sama Iel… Gue tau persis perasaan loe vi… dan gue gak bakal pernah khianatin itu dan nusuk loe dari belakang…” lanjut Ify lagi.

Via memejamkan matanya sesaat, merasakan deburan-deburan kuat perasaannya yang saling menghempas saling berlawanan. Disatu sisi, ia ingin percaya pada sahabatnya itu. Ify yang dia kenal selama ini bukanlah sosoknya yang penuh kebohongan. Dia sosok sahabat yang penuh ketulusan. Tapi di lain sisi, bisikan egonya lebih kuat menghampirinya, menyuruhnya agar membuka kembali kejadian-kejadian yang menyakiti hatinya, tanda penghianatan dari sahabatnya itu. Foto itu. Keakraban itu. Rangkulan hangat Iel.

“gak usah munafik loe fy! Bahasa tubuh loe itu gak bisa bohongin gue!” tegas Via lagi, tajam. Mendengar bentakan Via itu, Ify hanya bisa kembali terhenyak dan menghela nafasnya sesaat.

“oke… Gue jujur, gue memang ngerasa nyaman di dekat Iel. Perlakuan dia bener-bener bikin hati gue tenang. Apalagi sejak kalian musuhin gue dan gue jadi orang yang sangat rapuh. Dia yang selalu setia nguatin hati gue. Bagaimana mungkin gue gak ngerasa gak nyaman dengan segala perhatian itu? Tapi, satu yang perlu loe tau vi…” Ify terdiam sesaat untuk sekedar sejenak berpikir dan lebih memantabkan hatinya untuk kata-kata yang akan terlontar dari mulutnya itu,

“…buat gue, dia cuma gue anggap sebagai temen baik, sahabat, dan seorang saudara. Hanya sebatas itu vi... gak lebih dan gak akan pernah berubah….” Lanjut Ify tanpa ada nada keraguan sedikitpun dan sedikit penekanan di kalimat terakhirnya. Tapi rupanya itu belum cukup meyakinkan dan membuat Via tergerak hatinya. Tapi Ify belum mau putus asa.

“kalau menurut loe gue terlalu dekat sama Iel, dan itu bikin loe terus memendam dendam sama gue… “ Ify menghela nafasnya sejenak, sesaat membiarkan rasa gundah itu keluar mengikuti hembusan nafasnya “…gue rela ngejauhin Iel demi loe vi, asal loe mau maafin gue…” lanjut Ify lagi.

Via reflek berbalik dan menjumpai sosok Ify yang rupanya masih terduduk di bawah setelah ia dorong tadi. Ify tampak bertahan duduk, bertumpu lutut disana sambil memandangnya sayu. Melihat Via yang telah berbalik, Ify tersenyum tipis ke arah Via.

“kita udah sahabatan cukup lama vi… 3 tahun bukanlah waktu yang singkat buat kita bisa saling mengenal hati dan perasaan kita masing-masing. Dan sekarang apa itu semua harus kita korbankan hanya karena masalah ini?” lirih Ify.

“Loe, sila, tian, udah gue anggap kaya saudara gue sendiri. Kalau suami, istri, pacar, mungkin ada kata mantan. Tapi buat gue, gak ada kata mantan sahabat atau mantan saudara, vi… Buat gue, selamanya kalian sahabat dan saudara yang dianugrahkan Tuhan buat gue. Dan gue udah janji sama diri gue sendiri, gue bakal jaga itu sampai kapan pun...” kata Ify lagi dengan ketulusan yang benar-benar terpancar darinya. Melihat Via yang masih saja menatapnya dengan wajah dinginnya itu, Ify hanya bisa menunduk sedih.

“Via, gue udah gak tau lagi harus bagaimana sama loe… apa yang harus gue lakuin biar loe mau buka hati loe lagi vi?” lirih Ify lagi dibalik wajah tertunduknya itu.

Tak ada sahutan dari Via. Hanya ada keheningan yang tercipta mengelilingi mereka berdua. Tapi, tak lama kemudian, Ify merasa ada pergerakan maju dari depan dan melihat Via menghampiri dirinya dan kembali mencengkram pergelangan Ify agar Ify bangkit dari posisi berlututnya. Dan kini mereka telah berdiri begitu dekat, sesaat terdiam dalam posisi saling berhadapan itu, menatap lurus mata orang dihadapan mereka masing-masing.

“yakin loe mau ngelakuin apapun buat gue? jangan bodoh fy!” lirih Via pelan tapi tajam. Tangan Via yang terus mencengkram kuat pergelangan tangan Ify, dan menimbulkan rasa sakit itu nyatanya tak membuat Ify tak sanggup menatap balik sorot tajam mata Via, walau dari kedua bola matanya itu terus dialiri air mata sejak tadi.

“gue mungkin emang bodoh, tapi kalau itu bisa balikin persahabatan kita seperti dulu lagi, gue rela vi. Gue cuma pengen loe ijinin gue lagi untuk tetap menjaga janji hati gue ini vi… persahabatan kita…” lirih Ify. Via masih saja menatap tajam Ify. Tangan kanannya yang bebas, kini perlahan bergerak naik, mencapai kepala Ify dan menggenggam rambut Ify. Ify memejamkan matanya. Dia sudah pasrah jika Via ingin menamparnya, menjambaknya, atau berbuat apapun pada dirinya.

Tapi kemudian, Ify malah merasakan sebuah sapuan halus telah menyapu air mata yang membekas di pipinya, dan setelah itu ia merasakan tubuhnya telah ditarik kedepan dan kemudian berada dalam sebuah pelukan kuat. Ify perlahan membuka matanya dan tlah menemukan Via telah memeluknya erat. Dari pundaknya yang bergetar, dan suara isak di balik punggungnya, Ify bisa tau Via memeluknya sambil menangis tersedu-sedu.

"Via..." lirih Ify sambil perlahan mengusap punggung Via.

“mungkin loe emang bodoh, rela ngobanin semuanya hanya demi pertahanin persahabatan kita, tapi gue bakal jadi orang yang lebih bodoh jika gue sia-siain ketulusan loe fy hanya demi perasaan cemburu gue… loe gak perlu sampai ngorbanin banyak hal, atau ngerendahin diri berlutut kayak tadi fy, hanya karena kebodohan gue…” bisik Via dalam pelukannya. Ify tampak tercengang mendengar itu semua, apa sahabanya itu telah membukakan pintu hatinya.

“maafin gue udah nyakitin loe fy..." bisik Via lagi dalam isak tangisnya. Ify tak menjawab dan hanya tersenyum bahagia, kemudian balas memeluk Via lebih erat. Dia sudah tak mampu lagi berkata apa-apa. Tapi pelukan erat dan tangisan itu sudah cukup menggambarkan perasaan keduanya.

Lewat hangatnya pelukan keduanya, yang kemudian meresap hangat melewati kulit dan mengalir di setiap aliran nadi yang mengalir ditubuh mereka, dan akhirnya bermuara di hati masing-masing. Begitulah kehangatan sebuah persahabatan itu kembali menyelimuti diri mereka kini. Terhapus sudah kini segala kebencian dan rasa sakit itu, keluar bersama tangisan bahagia yang keluar dari pelupuk mata mereka, dan membersihkan hati mereka, mengembalikan kesuciannya bagaikan sebening air mata yang jatuh karena rasa sayang mereka pada jalinan persahabatan indah itu.

"gue kangen sama loe fy..." ucap Via sambil melepas pelukannya. Tangannya kemudian pelahan mengusap lembut pipi Ify yang masih dilinangi airmata itu. Ify tersenyum, menatap hangat sahabatnya itu lalu kemudian balas mengusap pelan bulir bening yang juga masih tersisa di wajah sahabatnya itu juga.

"gue lebih lebih dan lebiihhh kangen sama loe Via..." balas Ify. Lalu mereka berdua tertawa bersama-sama dan kembali berpelukkan.

Tak ada lagi tangis, hanya senyum penuh rasa syukur di hati mereka kini. Dan dalam pelukan hangatnya itu, Ify sesaat mendongak memandang langit malam, lalu diam-diam Ify telah menyelipkan sebuah doa dan harapan dalam hatinya. ‘Terimakasih ya Allah, Engkau tlah mengembalikan secercah cahaya dalam hidup ini… Semoga senyum ini tak akan lagi pernah pudar, tak kan lagi hati ini kembali tergores, hingga menghancurkan persahabatan kami. Bantu hambaMu ini ya Allah untuk menjaga janji hati ini…’ Dan malam yang indah dipenuhi kilau bintang-bintang itu, tampak semakin indah dimatanya dengan seorang sahabat yang ada dipelukannya itu. Sahabat salah satu cahaya penerang hatinya, yang kini tlah kembali bersinar terang untuk hidupnya.

"yehheiii... Cuitt.. Cuittt... Baikan ni yee..." terdengar teriakan dari belakang Iel, Riko dan Sion yang bersorak ria sambil bertepuk tangan bahagia. Ify dan Via sontak memandang ke arah mereka bertiga dan tersenyum simpul.

“thx ya buat kalian bertiga…” ucap Via pada Iel, Riko dan Sion saat mereka berjalan menghampiri Via dan Ify. Ketiganya hanya mengangguk dan balas tersenyum.

“ciee.. balikan ni yee… PJ.. PJ...”

“PJ pale loe yon! Emang kita jadian apa?” sahut Via.

“iya, jadian kan? Jadi sahabat lagi, hahaha…” ngeles Sion, dan disambut gelak tawa semuanya.

“udah.. udah… biar gue yang traktir makan semuanya malam ini!” celetuk Iel kemudian.

“wah, yang bener yel? Dimana? Ayo buruan berangkat!” sahut Sion semangat mendengar kata di traktir.

“ya, makan gratis, dirumah gue tentunya! Ayo semua masuk kedalem. Gue makan sendirian nih malam ini, nyokap bokap lagi ada acara diluar, jadi makanan bi asri bakal mubazir nih kalo gak ada yang makanin! Hehe… Ayo!” sahut Iel sambil tertawa lebar.

“yahh.. Iel mah, pelit lu!” sirik Sion.

“ya udah sana lo, makan diluar sendirian” sinis Iel ke Sion, “yuk fy, Riko, Via, ke dalem, tinggalin aja tuh anak maruk” ajak Iel kepada yang lain untuk segera masuk ke dalam rumah. Yang lainpun segera mengikuti Iel dan meninggalkan Sion yang masih manyun karena di perlakukan Iel begitu. Tapi akhirnya dia berlari juga nyusul masuk kedalam rumah saat melihat Iel telah masuk dan terlihat mau menutup pintu.

“Iel tungguu…!! Gue mau ikutan makan jugaaa….”

---------------------misst3ri--------------------

“parah tuh Sion, dibilangin sih, jangan makan sambel banyak-banyak. Sakit perut kan tuh jadinya. haha…” omel Iel. Saat itu mereka baru selesai makan dan kemudian duduk-duduk di ruang tamu rumah Iel. Minus Sion tentunya yang rupanya kebanyakan makan sambel, sedang mojok di toilet sekarang.

Teng… teng… teng….. jam besar yang ada di rumah Iel berbunyi 8 kali menandakan jam telah menunjukkan pukul 8 malam.

“eh, udah jam delapan ya? Ya ampun… gue harus segera balik nih… ko pulang yuk! Loe kan udah janji nganter sama kak rio pulangin gue sebelum jam 9…” tiba-tiba Via tersadar setelah mendengar denting jam besar yang ada dirumah Iel itu.

“oiya ya vi…” Riko juga baru teringat janjinya dengan rio untuk mengantar Via pulang jangan kemaleman. “eh, kalo Sion siapa yang nganter pulang?” kata Riko lagi, inget dengan Sion yang juga minta dianter pulang tadi.

“loe juga lah ko sekalian… siapa lagi? Tu anak mana mau kalo kita suruh pulang sendiri. Mana pak asdi gak ada lagi, lagi nyupirin bokap gue…” sahut Iel. Riko jadi garuk-garuk kepala sendiri. ‘masa gue juga? jadi tukang ojek dong gue malam ini… waduuh…’ keluh Riko dalam hatinya. Tapi tiba-tiba sebuah ide melejit masuk dalam pikirannya.

“hmm…. yel, loe yang nganter Via ya…” kata Riko tiba-tiba.

“hah? Kok gue?” Iel sontak kaget diminta Riko tiba-tiba begitu.

“iya.. ayolah… masa loe tega nyiksa gue. Abis ini kan gue kudu nganter tu kunyuk satu. Masa gue harus bolak-balik? Rumah Via sama Sion kan bertentangan alur. Cape gue… Loe pake motor gue deh, gue tungguin loe di sini, sekalian nungguin Sion…” pinta Riko lagi.

“tapi kan gue mau nganter Ify…” elak Iel.

“gue bisa pulang sendiri kok yel.. loe anter Via aja, kasian juga Riko ntar muter-muter” timpal Ify.

“nah tuh… Ify ntar biar gue yang nganter, masih 1 komplek gini juga rumahnya….” Sahut Riko juga. Iel sedikit mendesah. Bukan hanya cuma karena bikin ribet dia, Iel jadi merasa agak keberatan. Tapi ya, hatinya ngerasa gak nyaman aja kalo harus nganter Via. Mungkin karena dia merasa masih sangat canggung aja dengan Via.

“udah, anterin Via ya yel… kasian kan Riko…” pinta Ify lagi. Iel melirik Ify sesaat, lalu kembali menghembuskan nafasnya, berat.

“iya, ayo dah. Mana kuncinya?” kata Iel akhirnya menyetujui permintaan Riko. Riko pun tersenyum dan segera melemparkan kunci motornya pada Iel.

“gue ambil jaket dulu ya… kalian tungguin gue di luar” kata Iel sambil bergegas bangkit dari duduknya. Riko, Via dan Ify pun juga bangkit dan menuju halaman luar.

“ko! Maksud loe apaan sih nyuruh Iel nganter gue?” bisik Via diam-diam ke Riko saat berjalan menuju luar. Riko hanya melirik Via dan tersenyum jail.

“ya biar gue gak cape lah… lagian jangan pura-pura gak seneng deh loe…” bisik Riko. Wajah Via seketika agak tersipu malu. Riko hanya tersenyum simpul melihat Via yang tiba-tiba jadi salting itu. Tak lama menunggu, Iel sudah turun dan segera mengambil motor Riko. Via pun mengikuti Iel menaiki motor dengan sedikit canggung.

“gue pulang dulu ya fy… sev, eh Riko gue pulang duluan….” Pamit Via pada Ify dan Riko.

“ati-ati ya vi… kalo Iel ngebut, getok aja kepalanya vi, hehe…” sahut Ify

“eh, enak aja. Awas loe vi kalo berani getok kepala gue” sahut Iel tak terima, “ya udah, kita berangkat. Eh, fy jangan pulang duluan. Gue udah janji nganter loe pulang sama nyokap loe!” kata Iel.

“udah sana… sana… berangkat buruan…” sahut Ify santai.

“assalamu’alaikum….”

“waalaikum salam…”

Dalam hitungan detik, motor matic hitam milik Riko itu telah melaju, menjauh keluar dari halaman rumah Iel. Ify dan Riko memandang motor yang membawa Iel dan Via pergi itu sampai cahaya lampu itu menghilang di balik tikungan di ujung jalan itu. Kemudian Ify segera melangkah.

“eh, mau kemana loe fy? Mau pulang?” sontak Riko bertanya. Ify hanya menoleh ke arah Riko dan mengangguk pelan.

“ya udah, gue anter deh. Gak baik cewe jalan sendirian malem-malem…” Sahut Riko lalu segera menyusul langkah Ify yang sudah mulai kembali melangkah. Dan kemudian, mereka berdua tlah berjalan beriringan, menuju rumah Ify yang berada di blok sebelah.

“ko…” tegur Ify di tengah perjalanan mereka, memecah kebisuan diantara mereka sepanjang perjalanan itu.

“hmm…” gumam Riko menyahuti panggilan Ify.

"kok loe bisa bawa Via kesini?" Tanya Ify sambil terus berjalan beriringan dengan Riko menuju rumahnya itu. Riko sesaat melirik ke arah Ify, kemudian kembali mengarahkan pandangannya lurus kedepan.

“kebetulan nemu dijalan aja kok, langsung gue culik” sahut Riko asal. Tapi sontak langkah Riko terhenti karena tangannya telah ditarik. Riko menoleh dan menjumpai Ify menatapnya lurus sembari menahan pergelangan tangannya.

“gue serius ko…” lirih Ify. Riko sesaat terdiam, menepis tangan Ify lalu kembali melanjutkan langkahnya. Ify terpaksa segera melangkahkan kakinya juga untuk menyusul Riko.

“Riko, jawab dong…” kata Ify lagi setelah bisa mensejajari langkah Riko.

"rahasia lah, emang cuman kalian yang bisa main rahasia-rahasiaan?" sahut Riko sambil tersenyum tipis penuh misteri. Mendengar jawaban yang tak memuaskan itu, Ify hanya bisa menghela nafasnya. Dan mereka berdua kembali pada kebisuan.

“Riko…” tegur Ify lagi tak lama kemudian. Riko lagi-lagi hanya menyahuti dengan gumaman.

“hmm… gue nangkep beberapa kali Via manggil loe ‘sev’. Apa loe…. severusnya Via ya?” Tanya Ify kini lebih hati-hati. Kali ini langkah Riko yang terhenti. Ify ikut menghentikan langkahnya.

“jadi bener loe severus, temen chat yang biasa Via curhatin?” tebak Ify lagi saat melihat ekspresi yang diberikan Riko itu. Riko menatap Ify dengan wajah datarnya, kemudian sesaat menghelakan nafasnya.

“kalau pun bener, gak penting juga kan buat loe? Yang penting loe udah baikan sama Via. Ya kan?” ucap Riko datar. Ify hanya terdiam mendengar ucapan Riko itu.

“ya udah, gue balik ya… rumah loe yang di depan itu kan?” kata Riko lagi sambil menunjuk sebuah rumah yang tak jauh dari sana. Ya, tak terasa mereka memang telah sampai di dekat rumah Ify.

“gue pulang dulu ya…. Dahh Ify…” Kata Riko lagi sambil tersenyum dan menepuk pundak Ify pelan. Kemudian ia segera berbalik, dan kembali menuju rumah Iel, meninggalkan Ify yang masih berdiri terpaku menatap punggungnya yang semakin menjauh itu.

-----------------misst3ri-------------------

Di sebuah jalan, dibawah sorot lampu-lampu jalanan yang bersinar temaram itu, sebuah motor menyusuri jalan itu membawa 2 orang muda-mudi yang menumpanginya. Motor itu berjalan cukup pelan, sehingga mungkin sudah puluhan kali dibalap kendaraan-kendaraan lain yang mendahului mereka.

“yel… pelan banget loe bawa motornya. Masa dari tadi gak nyampe-nyampe juga?” kata Via sambil nepuk punggung Iel pelan.

“udah deh loe gak usah banyak protes. Itu abis belokan depan juga udah nyampe komplek loe. Sabar aja napa? Lagian ntar kalo gue ngebut, loe lagi cari-cari kesempatan buat meluk gue” sahut Iel cuek.

“pede loe! Loe kali yang sengaja dilamban-lambanin bawa motornya biar bisa lama bonceng gue!” sahut Via jutek walau sebenarnya hatinya mengharapkan itu. Mendengar itu, Iel sontak menolehkan wajahnya kebelakang sesaat.

“apa loe bilang?! Gue sengaja? Bilang sekali lagi, gue suruh turun disini loe!” ancem Iel, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada jalanan di depannya. Via yang diancem Iel cuma bisa diem. Selain takut di turunin beneran, hatinya juga sedang berdegup kencang gara-gara tadi Iel tiba-tiba menolehkan wajahnya kebelakang, membuat wajah mereka sempat begitu dekat. Dan di sisa perjalanan itu, akhirnya Via hanya bisa diam bersabar, sambil menikmati boncengan perdananya dengan sang pujaan hati. Tak lama, akhirnya mereka sampai juga di depan rumah Via. Via pun segera menuruni motor itu.

“thx ya yel…” ucap Via sambil tersenyum simpul pada Iel. Iel mengangguk pelan.

“sama-sama… gue pulang dulu ya vi” kata Iel sembari melemparkan senyuman manis ke arah Via. Lalu segera menjalankan motornya. Sementara Via, sesaat ia hanya terpaku melihat kepergian Iel itu. Seulas senyum manis yang sempat Iel berikan padanya sebelum ia pergi tadi, entah kenapa seakan-akan menyihir Via. Perlahan senyum Via merekah malu-malu. Sepertinya hatinya telah mulai ditumbuhi bunga-bunga yang bermekaran indah bak sebuah taman bunga. Dan senyum Iel itulah mentarinya yang membuat bunga-bunga itu semakin tumbuh subur dihatinya. Tapi tiba-tiba sebuah teriakan membuyarkan lamunannya.

“woy!! ngapain loe senyam-senyum di depan pager gitu? Buruan masuk!” teriak orang itu. Via menoleh, ada ka rio berdiri di depan pintu menunggunya masuk. Via kemudian segera melangkah masuk.

“eh, mana coklat gue?” cegat rio saat Via melaluinya.

“ntar besok… Via beliin 3 deh sekalian!" sahut Via ringan sambil berlalu tanpa mempedulikan kakaknya itu. Sementara itu rio hanya memandang adiknya itu dengan agak aneh, heran dengan tingkah adiknya yang tiba-tiba berubah itu.

----------------misst3ri------------------

Via bergegas menuju kamarnya, kemudian segera mengunci pintu kamarnya itu. Via sesaat menyandarkan tubuhnya pada daun pintu kamarnya itu. Memori perjalanan bersama Iel tadi kembali terputar indah di benaknya. Lagi-lagi senyumnya merekah indah lagi. Perlahan ia melangkah menuju tempat tidurnya, lalu segera merogoh tasnya dan mengeluarkan HPnya. Jemari-jemari tangannya dengan ringan segera menekan beberapa tombol disana, lalu ia mendekatkan HPnya pada telinganya dan menunggu panggilannya tersambung dengan sedikit tak sabar. Setelah terdengar suara sahutan dari seberang sana, tanpa menunggu lama, Via segera mencurahkan isi hatinya.

“Ify…!! tolong… hati gue nyesek banget…”

“hah? kenapa loe vi?”

“iya fy, nyesek. Gara-gara liat senyum Iel yang bak mentari, rasanya hati gue di penuhin bunga-bunga yang bermekaran. Dan saking tumbuh suburnya, sampai menuhin hati gue sekarang…”

“hahaha… lebay loe. Gue kirain apaan… jual aja bunganya kalo udah penuh, hehe…” sahut Ify sedikit bercanda.

“hehe… ada-ada aja loe fy”

“trus tadi gimana sama Iel? Gak dimacem-macemin sama Iel kan loe? Hehe…”

“gak donk… waduh fy, asal loe tau…..” Via setelah itu mencerocos panjang lebar menceritakan perjalanan beberapa kilo yang dianggep Via perjalanan paling bersejarah dalam hidupnya itu.

“… Huahhh… Entah mimpi apa gue semalam. Tapi malam ini tuh bener-bener malam terindah di hidup gue!” ucap Via mengakhiri cerita panjang lebarnya itu.

“haha… malam ini juga jadi malam terindah gue, karena Tuhan udah balikin sahabat gue kayak dulu lagi… thx ya vi, loe udah mau maafin gue….”

Mendengar sahutan Ify itu, Via jadi tersenyum. Rasa bersalah dan malu seperti menghampirinya lagi.

“nggak fy, gue yang harusnya berterimakasih. Loe bener-bener sahabat terbaik gue… Gue emang salah udah nuduh loe yang enggak-enggak. Sori ya fy…”

“udahlah Via… itu semua kan udah berlalu. Forget it. Oke?”

“iya fy… gue janji gak bakal cemburu buta kaya dulu lagi, hehe…” sahut Via.

“haha… gue ngerti kok. Dan mungkin… hmmm…. biar loe gak cemburu lagi… kayaknya gue mulai saat ini bakal jaga jarak sama Iel vi… biar hati loe gak sakit lagi gara-gara kedekatan kita…”

Via agak tersentak mendengar ucapan Ify itu. ‘apa dia pantas membiarkan sahabatnya itu lebih banyak lagi berkorban untuknya?’ tanpa sadar, Via penggeleng pelan.

“gak fy, gak... Gak adil rasanya kalo gue ngelarang loe buat temenan. Itu hak loe. Gue juga gak mau loe jadi merasa terbatasi dan terbebani sama gue..." ucap via, "Tapi, asal jangan terlalu mesra aja ya fy, hehe….” lanjutnya lagi dengan nada sedikit bercanda.

“idihh.. siapa yang mesra coba, yang ada dia tuh suka jitakin gue tau gak, haha…”

“ada-ada aja loe fy. Lagian, kalo loe ngejauhin Iel, ntar siapa yang bantuin ngedeketin gue sama Iel?”

“jadi makcomblang dong gue? haha….”

“Hehe… yaa sepertinya begitu, hehe… udah dulu ya fy, udah ngantuk gue.. Bye Ify…”

“oh iya Via, met tidur yaa…”

Klek. Via memutus sambungan telepon itu, dan segera menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidurnya yang empuk. Sesaat ia tertengun memandang langit-langit kamar. Senyum simpul kembali menghiasi bibirnya seiring desiran rasa bahagia yang begitu membuncah dihatinya itu. Dan entah kenapa, ia merasa sangat yakin kalau malam ini ia akan bermimpi sangat indah malam itu. Seindah kenangannya yang telah terangkai begitu indah pada hari itu.

--------------------misst3ri-------------------

Di seberang sana, di satu sudut kota lainnya, tampak seorang gadis yang tengah berdiri dibalkon kamarnya itu juga telah mengakhiri sambungan teleponnya. Sesaat ia termangu menatap bintang, memikirkan segala kejadian hari itu dan pembicaraan dengan sahabatnya tadi. Memorinya memutar kembali segala pembicaraannya dengan Sivia barusan. Entahlah, pembicaraan tadi sebenarnya membuatnya sedikit bingung. Bingung untuk menghadapi keadaan yang terbentuk dihadapannya sekarang.

Tapi, asal jangan terlalu mesra aja ya fy, hehe…

Walau itu sebuah kata yang cukup sederhana dan dilontarkan dengan nada bercanda, tapi itu cukup untuk menggelitik hati Ify. Memorinya memutar lebih jauh ke belakang. Pembicaraannya penuh emosi bersama Sivia di halaman Iel sebelumnya..

Iel sekarang selalu ada disamping loe fy! Dia tanpa ragu selalu ngebelain loe, menghibur loe, ngerangkul loe disaat loe tersudut! Dan loe! Kenapa loe terlihat begitu nyaman dengan perlakuan itu! kenapa fy?! Kenapa kalian harus terus sedekat itu?!

Ify kembali memejamkan matanya. Dia sendiri merasa bingung dengan keadaan yang ada. Dengan segala yang terjadi. Dengan segala perasaannya. Dia tau, dia akhir-akhir ini memang dekat dengan Iel. Tapi…. Sedekat itukah mereka sampai membuat Via begitu cemburu padanya? Sedekat itukan dimata orang-orang? Baginya, apa yang ia berikan pada Gabriel, sama dengan sahabat-sahabatnya yang lain. Dia hanya melakukan apa yang menurut hatinya terbaik. Mungkin itu juga yang dilakukan Iel.

Arrggghh… kenapa gue jadi kepikiran sampe segininya sih?’ Benak Ify sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ify menghela nafas beratnya sesaat. Perlahan ia membuka matanya. Saat matanya jatuh ke bawah, ke jalanan di depan rumahnya itu, sesaat ia terdiam.

‘kenapa gue kaya liat sosok Iel ya?’ Ify sesaat tadi seperti melihat bayangan Iel sesaat lewat kemudian menghilang. ‘parah deh ini, gara-gara kepikiran Iel, kenapa sampe kebayang nyata banget gini sih?’ runtuk Ify lagi dalam hatinya sambil ngucek-ngucek matanya. Tapi…

Tuk

“aduh!” tiba-tiba ada sebuah bentar seperti kerikil kecil yang menimpa kepalanya.

“hei! Ngapain loe cengo’ liatin gue kayak gitu! Turun sini!” teriak seseorang dari bawah, diluar halaman rumah Ify.

Itu Iel. Ternyata yang dilihat Ify dibawah itu beneran Iel. Ify sedikit bengong, lalu tersenyum malu sendiri. ‘beneran Iel ternyata. Ngaconya dirimu fy, sampe gak bisa bedain hayalan sama yang nyata…’ omel Ify pada dirinya sendiri. Kemudian dia segera turun untuk menjumpai Iel di bawah. Sesampainya di bawah, Ify membukakan pagar untuk Iel.

“kenapa loe tadi pulang duluan? Gue bilang kan ntar gue yang nganterin. Gue kan udah janji sama nyokap loe…” cerocos Iel saat Ify baru membukakan pagar untuknya.

“udah deh yel… nyokap gue juga gak masalah kan loe gak nganter gue?” sahut Ify agak kesal karena tak senang dengan sikap Iel yang terlalu mempermasalahkan hal kecil seperti itu. Iel yang sadar Ify tampak tak senang itu, akhirnya memilih untuk diam dan mengikuti Ify yang telah duduk di lantai teras rumah itu. Iel pun duduk disamping Ify, ikut berselonjor santai sambil menatap hamparan langit malam yang cukup cerah itu.

“tadi di halaman, loe sama Via ngobrolin apa aja?” Tanya Iel membuka pembicaraan diantara mereka.

“Via cuma mau tau tentang hubungan kita berdua…” sahut Ify ringan. Matanya memandang datar ke depan, menatap bunga-bunga yang bergoyang pelan dihembus angin malam. Sementara itu, disampingnya, Iel terpaku menatap Ify. Entah kenapa mendengar Ify mengucapkan kata ‘hubungan kita berdua’, jantung Iel seperti berdegup lebih kencang mendengar itu.

“terus loe jawab apa?” Tanya Iel hati-hati sambil terus menatap Ify penuh perhatian. Ify sesaat terdiam, lalu menatap Iel lurus.

“yel, gue boleh nanya sesuatu ke loe?” alih-alih menjawab pertanyaan Iel, Ify malah balik melontarkan sebuah pertanyaan pada Iel. Ya, sebuah pertanyaan yang cukup mengelitik hatinya sejak pembicaraannya dengan Via sebelumnya tadi. Dan pertanyaan yang terus mengganggunya itu harus segera ia dapatkan kejelasannya.

Iel sesaat mengerutkan keningnya, bingung. Tapi akhirnya ia mengangguk juga. Ify lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah depan sambil menarik nafas sesaat.

“gue banyak hutang budi sama loe yel, karena loe selalu ngibur gue akhir-akhir ini” ucap Ify. Iel tersenyum senang mendengar itu. “dan gue pikir awalnya perhatian yang loe kasih emang wajar, karena mungkin loe emang tipe orang yang seperti itu… tapi loe tau? ternyata orang lain, kayak Via, gak beranggepan sama yel…” lanjut Ify. Mendengar itu, senyum Iel sedikit sirna dan keningnya kembali mengerut.

“beranggepan lain gimana? Kita temen kan? Jadi sudah sepantesnya gue seperti itu…” sahut Iel

Ify menggeleng pelan, lalu kembali menoleh dan menatap Iel lurus.

“Tian yang sudah sahabatan lama sama gue aja, gue rasa gak seperhatian itu. Jadi… kenapa loe bersikap sangat baik sama gue?” Tanya Ify. Iel terdiam mendengar ucapan Ify itu.

“gue…” Iel kembali terdiam. Dia sendiri juga bingung dengan dirinya. Yang ia lakukan selama ini, hanyalah mengikuti apa kata hatinya. Ia melakukan apa yang dirasakan hatinya benar dan nyaman. Hanya itu.

“kalo loe kenapa? kenapa loe juga baik banget sama gue? Walau dulu loe terikat perjanjian sama gue, tapi perhatian loe juga gak bisa dibilang seadanya… Loe juga sangat tulus dan perhatian sama gue. Loe juga udah banyak berkorban sama gue… itu kenapa?” Iel tiba-tiba jadi ikut blak-blakan bertanya seperti itu. Rupanya gara-gara bingung dengan jawabannya sendiri, ia jadi balas melontarkan pertanyaan balik itu kepada Ify. Dan Ify agak tersontak kaget mendengarnya.

“emang gue gitu ya?” Tanya Ify dengan polosnya.

“iyee… gak nyadar loe? Jadi guru gue, ngerawat gue pas sakit, nemenin gue sampe jatoh dari atap. Masih nyangkal?” kata Iel sambil agak mencibir Ify. Ify masih terdiam menatap datar Iel.

“mungkin…. Yaa… karena gue udah nganggep loe sahabat” sahut Ify agak gugup karena ia terus dipandangi Iel dengan sorot mata tajamnya itu.

“cuma itu?” kata Iel lagi. Dari sorot mata dan nada bicaranya, Iel bisa merasakan kalau masih ada yang disembunyikan Ify darinya. Ify sesaat terdiam kembali ditatap Iel dengan sorot matanya yang tajam itu. Tapi kemudian ia tersadar, dan segera membuang pandangannya. Mulutnya tetap terdiam, menciptakan keheningan diantara mereka berdua. Tapi Iel terus menatap Ify, menunggu perkataan yang akan terlontar dari mulut gadis di sampingnya itu.

“sebenarnya… loe selalu bikin gue inget sama seseorang…” lirih Ify perlahan pada akhirnya.

“hah?! Bentar.. bentar… seinget gue, loe udah beberapa kali nyebut gue ngingetin loe sama seseorang. Sama siapa sih sebenarnya? Jangan bilang muka gue pasaran ya fy…” sahut Iel. Ify melirik kearah Iel, lalu tersenyum simpul. Lalu ia melempar pandangannya jauh kedepan, sama seperti ia melemparkan pikirannya pada seseorang yang nun jauh disana, tapi selalu ia kenang.

“hmm… loe tau kan, gue deket banget sama kakak gue? dan gue udah 2 tahun ini gak ketemu dia karena study dia di luar negeri. Gue sering kangen sama dia yel…” sahut Ify lagi. Kini ia mendongakkan wajahnya, menatap kerlip bintang yang mungkin juga bisa dilihat dengan indah dari sisi bumi lainnya itu. Hatinya diam-diam menyelipkan rasa rindu itu pada bintang yang berkelip indah itu, berharap bintang itu menyampaikan rindunya pada sosok yang dirindukannya di seberang sana.

“dan… sejak gue kenal loe, gue deket sama loe… mungkin gue mulai bisa ngerasain kehangatan kakak gue lagi… ya, itu gue temuin di diri loe… loe selalu bikin gue inget sama kakak gue” ucap Ify lagi. Lalu Ify menoleh ke arah Iel dan tersenyum tipis. “Loe mirip dia yel… itu yang bikin gue udah anggep loe kayak kakak gue sendiri yel…”

Iel tampak sedikit terhenyak mendengar pengakuaan Ify itu. ‘jadi gue selama ini dianggep pengganti kakaknya sama Ify?’ Tiba-tiba dia merasakan perasaan asing di hatinya. Dirinya tak tau, apa itu perasaan senang, bahagia, kecewa, sedih, atau entahlah. Iel sendiri tak tau bagaimana bentuk perasaannya kini sekarang. Perasaannya saat ini terlalu abstrak untuk digambarkan.

“sekarang, gue yang nanya, loe kenapa sebegitu baik sama gue? jangan bilang loe inget kakak loe juga ya, loe kan gak punya kakak yel, hehe….” Perkataan Ify membuyarkan lamunan Iel.

“hah? hmm… kenapa ya?” sahut Iel sambil garuk-garuk kepalanya yang sebenarnya tak gatal itu. Pikirannya kembali mengingat ucapan-ucapan Ify barusan. ‘loe kayak kakak gue sendiri yel…’ Angan-angan Iel sesaat melayang kembali pada masa-masa perjanjian itu, dimana dirinya mulai dekat dan mengenal sosok Ify lebih jauh. Dan sejak itu mereka berdua telah melakukan banyak hal yang membuat mereka merasa nyaman satu dan lainnya. Tanpa sadar, bibirnya tlah terukir manis sebuah lengkung senyuman dikala ia teringat akan hal itu.

“mungkin loe benar fy…” Iel akhirnya bersuara kembali. “perlakuan loe yang nganggep gue kayak saudara, mungkin tanpa sadar bikin gue ngerasain hal yang sama. Gue selama ini jadi pengen ngelindungin loe, gue gak mau loe sedih, gue gak mau loe tersakiti. Mungkin itu semua karena bawah alam sadar gue juga udah nganggep loe kaya saudara gue. Sosok saudara yang gue kangenin dan saudara yang belum pernah gue rasakan”

“loe tau betul kan, gue anak tunggal. Dan sebagai anak tunggal dengan orangtua yang sering keluar negeri, jelas bikin gue sering ngerasa kesepian… Tapi, semenjak perjanjian kita itu, dan loe jadi asisten gue dan sering main ke rumah, gue bener-bener jadi ngerasa ga sendiran lagi…” Iel berhenti sesaat, lalu melirik kesampingnya dan menemukan sorot mata yang tengah menatapnya lurus. Ia melontarkan senyumnya.

“mungkin gitu kali ya rasanya punya saudara… Loe kadang kaya jadi adek gue yang lucu, yang bisa gue kerjain dan becandain buat menghibur gue. Kadang gue ngerasa loe kaya jadi kaka gue, yang bantuin gue belajar, yang rawat gue waktu gue sakit, yang ingetin gue kalau gue salah, yang nguatin gue saat sedih… Bahkan loe yang nyadarin mama papa gua apa yang sebenarnya gue harapkan dari mereka…” kata Iel panjang lebar. Iel kembali tersenyum lebar pada Ify, lalu ia mengubah posisi duduknya untuk menghadap Ify.

“kehangatan loe bikin hati gue bisa ngerasain kehangatan sebuah persaudaraan yang belum pernah gue rasakan selama ini fy... thx ya fy….” Ucap Iel sambil menatap hangat, tepat di tengan kedua bola mata yang juga menatapnya lembut itu.

“gue juga yel, thx buat segalanya” balas Ify.

Beberapa saat mereka tampak terdiam, saling menatap hangat, seolah-olah secara tak sadar ingin menyampaikan kata hati yang tak bisa diartikan oleh akal pikiran dan tak dapat tersampaikan oleh lisan mereka. Tapi tak lama kemudian, keduanya tersadar dan bergegas membuang pandangannya masing-masing dan kemudian kembali membisu dalam kecanggungan yang tampaknya mulai terbentuk disana. Mereka berdua terdiam, terkurung dengan pikiran masing-masing, sembari mencoba membenahi perasaan yang mulai berkecamuk di hati.

“btw, tadi gimana nganterin Via nya?” Tanya Ify memecah keheningan diantara mereka.

“gimana apaanya? Gak ilang judesnya sama gue!” sahut Iel agak asal. Mendengar sahutan Iel itu, Ify sontak tertawa kecil.

“hehe… tapi Via itu sebenarnya baik lho” ucap Ify lagi.

“iyee… sama loe baik, sama gue kaga!”

“coba aja loe ntar deket dan temenan sama dia, baik banget kok orangnya… percaya deh sama gue... gue jamin 100%” kata Ify lagi. Iel menatap Ify dengan tatapan aneh.

“loe kenapa kaya orang promosi sih? Emang gue mau beli Via?” sahut Iel. Ify jadi terdiam. Dia sebenarnya memang sedang dalam usaha memperbaiki citra Via dimata Iel.

“gak ada salahnya kan? Kita semua udah sepakat buat damai mulai sekarang kan? Gue cuma pengen semuanya bisa saling mandang positif satu sama lain. Gue gak mau Via tetep musuhan sama kalian semua…” sahut Ify beralasan. Iel mencibir Ify sesaat.

“sok mikirin orang loe fy! Dasar gila sahabat loe! Segitu loyalnya ya loe sama temen…” sahut Iel. Ify kembali tertawa renyah. Lalu ia memandang Iel lurus dan tersenyum.

“ya gapapa kan? Karena buat gue…. persahabatan itu dari sini” kata sambil menyentuh dada Iel dengan telunjuknya, “dan gue udah mengikat janji itu di hati gue yang paling dalam. So, udah sepantesnya gue tepatin janji itu kan?” kata Ify lagi masih dengan senyum penuh ketulusannya itu. Iel balas tersenyum.

“thx kalo loe juga nganggep gue sahabat loe…” ucap Iel tulus. “Gue seneng bisa kenal orang aneh kayak loe…haha…” lanjutnya lagi sambil lagi-lagi ngacak-ngacak rambut Ify, lalu segera bangkit dari duduknya, menghindari pukulan kesel Ify kepadanya.

“tuh kan.. kebiasaan deh loe yel! Ngerecokin rambut gue mulu…” protes Ify sambil benerin rambutnya yang berantakan. Iel hanya nyengir jail seperti biasa.

“hehe.. sori deh.. sori… eh, gue balik sekarang aja ya, udah malem banget nih fy….” Kata Iel sembari pamitan pada Ify. Ify mengangguk dan ikut berdiri. Ia pun mengantar Iel sampai depan pagar.

“dah Ify… have a nice dream ya…”

Iel perlahan menutup pagar kemudian melambaikan tangannya sesaat kearah Ify. Ify terlihat membalas lambaian itu dengan senyum manisnya. Iel tersenyum sambil menatap Ify sejenak. ‘apa perasaan ini benar adalah perasaan sayang kepada saudara? saudara? Itukah perasaan yang sering ia rasakan itu? perasaan seseorang yang merindukan akan saudara yang penuh kehangatan…’ Iel menghela nafasnya sesaat lalu segera berbalik dan melangkah pulang menuju rumahnya.

---------------------BERSAMBUNG (3am)--------------------

0 komentar