Lanjutan dari Promise - Part 44: Malam yang Indah. Baca juga Promise Part 1: Awal, untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk.
NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :)
Gerimis hujan turun membasahi bumi di senin pagi itu. Udara dingin turut menyertai tetesan air hujan yang jatuh satu persatu itu. Seorang gadis membuka tirai jendelanya dan menatap riang tetesan-tetesan air hujan yang turun sambil sesekali menerpa kaca jendelanya itu. Senyumnya sesaat mengembang. Tampak tak ada sedikitpun kekecewaan melihat hujan itu meskipun sebentar lagi dia harus keluar rumah. Hujan itu tampaknya tidak akan bisa mengurangi semangatnya untuk pergi ke sekolah hari itu. Hubungannya dengan sahabatnya, via, yang telah membaik di malam minggu yang lalu tentu saja membuat dia punya satu alasan lagi untuk lebih bersemangat pagi itu. Dan karena itulah dirinya yakin bahwa langkahnya hari itu pasti akan jauh terasa lebih ringan.
Perlahan ia buka jendela kamarnya, dan ia hirup udara yang menyeluak masuk ke ruangan itu. seketika bau hujan memenuhi indera menciumannya. Sekali lagi senyumnya mengembang mencium bau hujan yang terasa begitu merilekskan dirinya itu. Puas melihat hujan, ia pun segera berbalik dan membereskan segalanya sebelum berangkat kesekolah. Setelah selesai bersiap, dengan langkah riang, ia pun keluar kamarnya dan segera menuju ruang makan untuk sarapan bersama orang tuanya yang tlah menunggunya di bawah.
Tin tin!!
Sedang asyik menikmati sarapannya, tiba-tiba ify mendengar suara klapson mobil dari depan rumahnya. Ify sesaat menolehkan kepalanya menuju arah depan rumah, dimana suara itu berasal. ‘pasti iel’ benak ify. Dan dugaannya tak salah, karena selang beberapa detik kemudian HP di kantongnya telah berbunyi. Sebuah panggilan masuk menunggu untuk diangkat. Di layar tertulis nama ‘Lei’ yang tak lain adalah iel. Ify segera menekan tombol hijau di HPnya dan menyahuti panggilan itu.
“hallo”
“fy… gue udah di depan. Buruan nyusul. GPL yaa…”
Klik. Telepon di tutup. Ify sontak menatap ke layar yang beberapa saat yang lalu menampilkan nama lei itu dengan wajah sedikit kesal.
“dihh… langsung di tutup. Ga sopan amat ni bocah. Pake nyuruh-nyuruh gua lagi” dumel ify. Tapi meskipun agak kesal diperlakukan iel seperti itu, toh dia segera menghabiskan juga sarapannya itu, dan segera bergegas menyusul iel yang tlah menunggunya di depan rumahnya.
“ma, ify berangkat dulu ya. Iel udah nunggu di depan tuh. Ntar tambah cerewet nih kalo ify kelamaan nyusulinnya… dah mama…” pamit ify pada mamanya yang juga tengah sarapan. “hati-hati yaa…” kata Mama ify sambil tersenyum menyambut kecupan kilat yang diberikan ify sesaat sebelum ia melesat ke luar rumah.
“sayang, jangan hujan-hujanan, pakai payung….” Pesan mamanya.
“gak usah maa… gerimis doang kok…” teriak ify. Karena mobil iel sudah menunggu tepat di depannya, Ify pun tanpa pikir panjang langsung menerobos gerimis hujan itu. Dan dalam hitungan beberapa detik kemudian, ify sudah berada di jok belakang mobil iel.
“lama amat loe!” omel iel yang duduk di jok depan, telah berbalik menghadap ify di jok belakang. Ify hanya sedikit melirik iel.
“iya sorri aki-aki cerewet….” Sahut ify sambil memeletkan lidahnya yang langsung disambut towelan iel di kepala ify.
“yee… udah pinter ngeedek ya sekarang.. haha….” Tawa mereka berdua pun pecah seperti mobil iel yang juga telah mulai memecah hujan, menerobos jalanan.
“oiya fy, papa loe udah berangkat kerja ya fy? Kok mobilnya udah gak ada tadi?”
“papa lagi keluar kota. Jadi makasih ya jemput pagi ini, kalo gak gue naik taksi tadi, hehehe….”
“nyante fy…. Tumpangan bakal selalu ada buat guru private matematik gue, hehehe….”
Hujan gerimis itu semakin lama semakin deras. Manusia-manusia yang berteduhkan payung-payung itu tampak berbaur dengan tetesan air hujan yang tampak turun semakin derasnya itu ketika mereka tlah sampai di sekolah.
“wah, den… payungnya ketinggalan kayaknya nih… bapak pinjemin dulu yaa” kata pak asdi setibanya di sekolah dan menyadari bahwa payung di mobil itu tak ada.
“eh, gak usah pak, deket aja juga sama gerbang” Tahan iel ke pak asdi.
“Yok fy, kita terobos aja” kata iel lagi sambil melepas jaketnya. “biar pake jaket gue aja. Hitungan ketiga kita buka pintu bareng-bareng ya fy” suruh iel ke ify. Ify pun hanya mengangguk.
Iel dan ify pun lalu membuka pintu bersamaan, kemudian keluar mobil dengan cepat. Lalu dengan gerakan cepat iel menutup pintu mobil dan segera memayungi ify juga dengan jaket miliknya. Ify sedikit tertengun saat tangan sigap iel mengerudungkan jaketnya diatas kepalanya dan langsung merangkulkan tangannya pada pundak ify agar tak berada terlalu jauh darinya. Ini membuat wajah iel kini begitu dekat dengannya yang tiba-tiba membuat ada desiran halus yang menggelitik hatinya sekarang. Tapi ify segera tersadar saat tangan iel yang berada dibahunya menariknya untuk mengikutinya bergerak.
“buruan jalan fy!” tegur iel. Ify pun mengangguk pelan dan dalam hitungan detik, mereka pun sudah berlari bersisian menuju gerbang sekolah yang tak begitu jauh dari sana.
“ah, sampe juga. Gila. Deres juga ujannya. Gua kira gak. Jaket gue sampe lepek gini” kata iel sambil melihat keadaan jaketnya yang tampak sangat basah dan banyak meneteskan air itu. Jaket iel memang basah kuyup, tapi syukurnya iel dan ify tak terlalu basah karena perlindungan jaket tebal milik iel tadi.
“ciee… romantis amat tadi payungan pake jaket berduaan. Gue ikutan donk…” tiba-tiba ada sion disana.
“ah, ngasal ngomong aja loe bisanya!” sahut iel sambil ngibasin jaket basahnya ke arah sion sehingga air tetesan pada jaket itu terpercik ke arah sion.
“wadoh!! IELL!! Basah tau!” omel sion. Iel dan ify hanya tertawa melihat sion ngomel-ngomel gitu. Tapi ternyata tidak hanya sion yang terkena percikan air dari kibasan jaket iel itu. Di belakang sion ternyata sudah ada via yang tampak mengusap wajahnya.
“eh vi, baru datang juga?” sapa ify dengan senyum manisnya.
“eh, kena juga ya vi? Sori vi, hehehe…” kata iel. Via hanya diam. Dia menatap datar iel sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke ify yang berdiri tepat disamping iel. Mereka hanya saling pandang sesaat, kemudian via tampak segera berpaling dan segera melangkahkan kakinya menelusuri koridor sekolah menuju kelas mereka.
“eh via…” panggil ify yang kaget via berlalu begitu saja tanpa mengatakan apapun. Ify pun segera menyusul via yang sudah berjalan cepat lebih dulu.
“via… kenapa sih loe? Buru-buru amat?” tegur ify setelah mampu mensejajarkan langkahnya dengan via. Via tak menjawab.
“vi…” tegur ify lagi. Via tetap saja tak mempedulikan panggilan itu. Ify menarik pergelangan tangan via yang sontak langsung menghentikan langkah via.
“via… kenapa sih diem aja? Loe masih marah sama gue ya?” Tanya ify dengan raut sedihnya.
Via menatap mata ify yang menatapnya dengan begitu sendu itu. Via menghela nafasnya sesaat. Dia sendiri sebenarnya tak tau kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti itu tadi. Tapi… mungkin rasa cemburu pada kedekatan sahabatnya itu dengan iel masih tersimpan kuat. Apalagi dia sempat melihat kedekatan iel dan ify saat turun dari mobil tadi. Jujur, hatinya bergejolak kuat saat itu. Oleh karena itulah ia segera meninggalkan mereka tadi sebelum rasa benci itu kembali berusaha merebut kunci hatinya. Sesaat via terdiam sembari kembali menanamkan dalam-dalam pada hatinya kalau orang didepannya itu sahabatnya, orang yang telah berjanji padanya tak akan pernah menghianati dirinya. ‘ify sahabat loe vi, bukan saingan yang bakal ngehalangin loe!’ benak via. Sekuat tenaga via mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran buruk dari dirinya. Sesaat via kembali menghela nafasnya. Dan tak lama kemudian, senyum tipis segera terlukis di bibir via.
“gak kok fy… gue gak marah sama siapa-siapa. Gue cuma lagi gak mood ngomong doang kok, lagi sariawan gue, hehe…” Sahut via dengan kata-kata yang dibuat seriang mungkin. Ify sesaat terpaku menatap via. Entah kenapa dari nada bicara via, ia merasakan kalau masih ada sesuatu yang menghalangi hubungan persahabatan mereka sekarang.
“beneran deh fy gue gak papa. Gue gak marah lagi kok sama loe….” Ucap via sekali lagi untuk lebih meyakinkan ify sembari tangannya mengusap lembut pipi ify. Melihat sikap via yang kembali memperlakukan dirinya begitu hangat itu, Ify pun balas tersenyum tulus.
“udah yok, kita ke kelas” kata via lagi sambil menarik pergelangan tangan ify untuk segera mengikuti langkahnya menuju kelas.
Tett… tettt….
Tak terasa, waktu tanda istirahat telah berbunyi. Seketika itu juga, koridor-koridor disepanjang sekolah itu telah dipenuhi anak-anak yang ingin melepas sedikit kejenuhan dan kepenatan sepanjang pelajaran pagi itu. Terlihat jelas wajah-wajah ceria yang tergambar dari anak-anak berseragam putih biru, yang telah bersebaran di seluruh sekolah itu. Tapi, di bangku depan kantin sekolah itu, seorang anak tampak duduk termangun melamun sendiri. Tampaknya ada sesuatu hal yang tengah dipikirkan anak itu. Tumit kakinya yang terus menerus diketukannya ke lantai semakin memperjelas keadaannya yang tak tenang itu. Tiba-tiba seorang anak lainnya datang mengagetkannya dan membuyarkan segala lamunannya.
“woy! Kenapa loe syad? Manyun aja loe…” Anak yang sedari tadi melamun tadi adalah Irsyad. Irsyad pun mendongak dan mendapati cakka telah berdiri di depannya. Irsyad kembali menunduk lesu.
“agni gak masuk sekolah cakk…” sahut irsyad lemah.
“cieee… yang lagi kangen” goda Cakka sambil colek dagu irsyad. Irsyad sontak menepis tangan cakka.
“bukan gitu… soalnya udah dari kemaren gue coba hubungi HP dia, gak aktif-aktif terus” kata irsyad serius. Melihat tampang irsyad yang sangat serius itu, Cakka pun berhenti menggoda irsyad. Ia pun lalu duduk disamping irsyad.
“loe udah tanyain temen-temen dia? Siapa tau lagi kemana gitu…” kata cakka sambil asyik mengunyah roti coklat kesukaannya.
“udah. Tadi barusan gue ketemu gita, temennya si agni. Dia juga gak tau kemana agni… gak ada surat keterangan apa-apa juga” sahut irsyad. Cakka pun hanya bisa manggut-manggut mendengar penuturan irsyad itu.
“jangan-jangan agni lagi sakit di rumah dia, tapi gak ada yang nganterin surat gitu…” ucap cakka.
“eh siapa yang di rumah sakit? Dirumah sakit mana? Kita jenguk bareng yuk, gue juga mau ke rumah sakit nganterin bunda” cerocos debo yang tiba-tiba datang menghampiri cakka dan irsyad. Dibelakangnya juga ada obiet mengikutinya.
“yee… asal nyahut aja loe de! Bukan di rumah sakit, tapi lagi sakit di rumah” sahut cakka. Debo disahutin gitu cuma nyengir sambil menggaruk-garuk belakang telingannya.
“emang siapa yang lagi sakit?” Tanya obiet sambil duduk disamping cakka.
“itu agni kan gak masuk, gak ada kabar juga. Tau lah kalian, siapa yang langsung kena sindrom pengkhawatiran berlebihan terhadap yayang tersayang, hehehe” sahut cakka sambil melirik ke arah irsyad. Irsyad yang diedek begitu cuma mencibir. Dia tampaknya tak bersemangat membalas ledekan cakka itu. Debo dan Obiet cuma ikut tertawa kecil mendengarnya.
“eh, kenapa gak loe jengukin aja ke rumahnya syad?” celetuk obiet ngasih saran. Mendengar itu, sontak irsyad langsung mendongak dan memandang obiet. Sontak ia langsung berteriak.
“good idea!!! Cak, loe temenin gue yak pulang sekolah ini! Plis plas pliis…” kata irsyad penuh semangat tapi juga penuh harap pada cakka agar mau nemenin dia.
“hahaha… biasa aja dong syad. Lebay loe! Iye iye… gue temenin!” sahut cakka. Senyum Irsyad pun segera merekah lebar.
“oiya biet…” cakka mengalihkan pandangannya ke obiet, “hmm…, loe bisa gak ke rumah gue dulu sepulang sekolah ini? Ini tentang lomba buat dava itu…. bokap gue punya ide sesuatu tentang konsep kita, terutama tentang bagian music etniknya itu. Makanya gue mau ngajak loe buat diskusiin sama bokap gue. Kebetulan bokap siang ini punya waktu kosong. Jarang-jarang nih bokap gue ada waktu gini, biasanya kan sibuk terus sampe malam… Jadi gimana biet?”
“hmm… gimana ya? Gue mau ke rumah sakit juga soalnya…” sahut obiet. Tangannya tanpa sadar menggaruk-garuk kepalanya sendiri. Bingung.
“bunda di operasi hari ini?” Tanya irsyad
“iya, makanya gue abis pulang sekolah, kita rencananya mau langsung ke rumah sakit nemenin bunda” kali ini debo yang menyahuti.
“yahh…. Gak bisa berarti ya?” sahut cakka dengan nada kecewa. Obiet menatap cakka dengan pandangan sedikit tak enak.
“hmm…. Kalau sebentar doang, mungkin gue masih bisa. Tapi, sebelum jam 4 gue udah balik. Bunda kan rencananya masuk ruang operasi jam 5. Gimana?” kata obiet.
“beneran nih biet?” kata cakka.
“iya… biar loe debo duluan aja sama anak-anak yang lain... Ntar gue bisa kok nyusul belakangan”
“wah, makasih banget ya biet!” sahut cakka senang. Obiet pun hanya mengangguk sembari tersenyum.
“eh, tapi jangan lupa! Temenin gue dulu ke rumahnya si agni” celetuk irsyad.
“iyeee!! Tapi awas loe kelamaan pacaran disana, gue kawinin loe, hahaha….” Sahut cakka yang disambut gelak tawa yang lain.
Rasa kehilangan karena menghilangnya agni yang sempat mengkhawatirkan irsyad tadi, nyatanya tak hanya dialami oleh irsyad. Di dalam kelas 9A, 3 orang anak duduk bergerombol di salah satu meja di deretan depan pada kelas itu rupanya juga merasakan satu rasa kehilangan juga. Mereka adalah via, ify dan tian.
“sila kemana ya? Kok dia gak masuk hari ini?” kata tian sambil memandang bangku sila yang kosong tak berpenghuni itu.
“gak tau… Gue agak khawatir deh… Sabtu kemaren sih sempet telpon gue, tapi gue reject gara-gara….. itu fy, loe tau lah gue lagi sama siapa” kata via.
“apaan sih? Vi, loe belom cerita gimana bisa baekan sama ify. Cerita dong….” Kata tian yang merasa cerita akurnya kedua sahabatnya itu telah terlewatkan olehnya.
“gak ah, malu gue, hehehe…. Masalah cewe ini. Loe diem aja fy…. hehehe” Sahut via sambil memeletkan lidahnya pada tian yang langsung manyun gara-gara gak dapet jawaban apa-apa dari via atau ify.
“ah, gak asyik ah kalian! Gue kan penasaran….” Omel tian.
“haha… udahlah yan, ntar kita pasti cerita kok. Sekarang kita mikirin sila aja dulu nih… Gmn? Gue dari kemaren udah coba hubungi dia, tapi nomernya gak pernah aktif. Gue coba telpon ke rumah juga, gak ada yang ngangkat” kata via.
“gimana ya?” mereka bertiga pun terdiam, bingung memikirkan keberadaan sila.
Yap. Ternyata hari itu, sila juga tak menunjukkan batang hidungnya di sekolah itu. Tanda-tanda keberadaannya benar-benar tak mampu teman-temannya deteksi. Dan sama seperti agni, sila juga tampaknya telah menghilang bak ditelan bumi secara misterius.
“hmmm, kita liat besok-besok deh… Siapa tau dia lagi pergi kemana gitu. Kalian inget gak pas dia juga gak masuk sekolah beberapa hari pas kelas 8 dulu? Kita sempet ilang kontak, eh ternyata dia lagi liburan ke luar negeri. Haha….” Kata tian mengingat kejadian 1 tahun silam dimana sila juga pernah menghilang seperti ini.
“bisa juga sih…. Ya udah kita tunggu aja kabar dari dia…” Sahut via.
“eh, tapi ntar sila mau gak ya maafin gue?” celetuk ify tiba-tiba. Ify teringat kalau masalahnya dengan sila masih belum tuntas. Via dan tian menatap ify yang tengah menunduk itu. Ya, mereka tersadar, bahwa persahabatan mereka berempat memang tengah bermasalah. Terutama hubungan sila dan ify yang belum terselesaikan.
“tenang aja fy… gue bantuin loe deh. Ntar kalo sila udah ada, gue omongin baik-baik sama dia…” sahut via sembari merangkul pundak ify hangat, menenangkan. Mendengar ucapan via itu, Ify pun tersenyum tipis sembari menaruh sebuah harapan di hatinya, semoga via benar-benar mampu membuat dirinya dan sila akur kembali.
Gerbang sekolah itu tampak ramai dipadati siswa-siswi yang menunggu jemputan sekolah. Diantaranya ada via dan ify yang juga tengah berdiri di depan gerbang sekolah itu.
“via, ify, belum di jemput?” via dan ify menoleh. Ternyata itu riko yang menegur mereka. Di belakangnya juga sudah ada sion yang seperti biasa, nebeng riko.
“belum ko” sahut ify. Sementara Via hanya membalasnya dengan senyum simpulnya.
“ya udah, kalau gitu kita pulang duluan yaa…” kata riko lagi sambil melambaikan tangannya dan melemparkan senyumnya pada via dan ify. Hanya ify yang membalas lambaian itu. Sementara via, lagi-lagi ia hanya tersenyum simpul. Entahlah apa yang via rasakan. Sejak kejadian di cafĂ© dulu itu, entah kenapa ada sedikit rasa malu dan gugup apabila via bertemu dengan riko. Mungkin itu dikarenakan kalau riko tengah menyimpan rahasia hatinya. Tiba-tiba pipinya sedikit merasa panas kalau kembali mengigat riko sebagai sosok severus yang begitu mengetahui isi hatinya itu. Tapi, lamunan via terpecah ketika seseorang yang sering membuat hatinya juga bergetar itu tiba-tiba menerobos diantara dirinya dan ify.
“hei!!!” teriak orang itu sambil menepuk bahu via dan ify.
“ah loe yel, ngagetin orang aja deh…” omel ify. Orang yang ternyata iel itu, hanya nyengir jail. Kemudian setelah ia menepuk bahu ify dan via, dengan santainya ia menggeser keduanya dan berdiri di tengah-tengah diantara via dan ify. Senyum jailnya terus bertengger di sudut bibirnya sambil terus dengan santainya memegang pundak via dan ify. Ify hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah iel yang selenge’an itu.
Berbeda 180 derajat dengan ify yang tampak santai dengan kedatangan iel itu, via terpaku diam tak berkutik mendapat perlakuan dari iel seperti itu. Hatinya berdegup begitu cepat saat itu. Ingin rasanya ia berteriak pada lelaki yang dengan cueknya berdiri di sampingnya itu bahwa dirinya bisa mati saat itu juga gara-gara jantungan kalau tangan kokohnya itu masih saja bertengger di bahunya. Tapi tampaknya doanya terkabul ketika sesaat kemudian ify membuka suaranya.
“eh ni tangan gak bisa ya gak nangkring di pundak orang gini? Beratin kita berdua aja loe… ya gak vi?” kata ify yang seolah bisa membaca perubahan muka via saat kehadiran iel di tengah mereka itu.
“eh, sori.. sori…. Hehehe…” kata Iel sambil segera mengangkat kedua tangannya ke atas layaknya seorang penjahat yang telah menyerah kepada polisi. Via langsung menunduk malu saat ify diam-diam melemparkan sebuah senyuman yang seolah-olah menggoda dirinya yang mungkin kini sudah berwajah seperti kepiting rebus. Setelah itu tak ada pembicaraan yang terjadi diantara mereka bertiga, sampai akhirnya iel melakukan gerakan tiba-tiba.
“eh fy. Pak asdi dah jemput tuh, yuk!” kata iel sambil segera meraih pergelangan tangan ify. Via seketika mendongak saat iel menjauh dari sisinya. Ada sedikit rasa tak rela saat ia melihat jemari tangan iel menggenggam erat pergelangan tangan ify. Dan tampaknya perubahan ekspresi via itu tertangkap mata oleh ify. Ify yang sempat menangkap sedikit perubahan di wajah via itu pun sontak menahan tarikan iel dan melepaskan genggaman tangan iel itu. Iel sontak berbalik menoleh ke arah ify.
“kenapa fy?”
“eh, ngg… gue hari ini gak ikut loe yel. Itu…. papa udah janji mau jemput gue tadi” sahut ify cepat. Sinar terang mata iel sedikit meredup.
“kok gak bereng gue aja sih? Biasanya juga bareng. Kan lumayan fy hemat BBM, ngurangin polusi sekaligus gak repotin papa loe. Kita sejurusan gini juga” cerocos iel.
“gak papa… kebetulan papa mau ngajak ke tempat lain hari ini. Loe pulang duluan aja yel…” sahut ify beralasan. Iel menggerutkan keningnya sesaat, tapi tak lama kemudian ia mengangguk mengerti.
“hmm… gitu toh? Ya udah gue balik duluan yaa… dah ify… dah via…” pamit iel. Dan sosok itu pun segera menghilang masuk kedalam mobil yang menjemputnya itu.
“eh vi, kok masih diem disini? Mobil jemputan loe udah datang juga tuh…” tegur ify.
Via langsung tersadar dari lamunannya. Dia memang agak sedikit terperangah dengan kejadian-kejadian yang terjadi barusan yang seolah berjalan sesuai keinginan hatinya.
“eh iya fy, gue duluan yaa….” Kata via berpamitan pada ify. Ia pun sesaat melambai sembari tersenyum pada ify. Dan ia pun segera masuk kedalam mobilnya.
Setelah kepergian mobil via, ify mengedarkan pandangannya. Sekolah sudah lumayan sepi sekarang karena anak rata-rata sudah pulang dan dijemput. Ify menghembuskan nafasnya sesaat. Bagaimana dia pulang sekarang? Pada kenyataannya, papanya tak berjanji menjemputnya siang itu. Bahkan papanya tak akan pernah bisa menjemputnya. Yah, dia baru ingat, papanya sedang di luar kota sekarang. Jadi tak mungkin ia mengandalkan papanya.
Ify kemudian merogoh dompetnya didalam tas dan mengintip isinya. Nafasnya sedikit tertahan saat melihat hanya ada beberapa lembar uang bergambar patimura yang tersisa didompetnya. Itu takkan cukup dipakai untuk naik ojek apalagi naik taksi. Ify kini jadi merasa ingin mengutuk dirinya sendiri karena kebodohannya telah mengambil keputusannya tanpa dipikirkan masak-masak terlebih dulu efeknya kedepannya nanti. ‘terpaksa pulang jalan kaki nih gue... Tapi, gak papa deh…’ benak ify mencoba membesarkan hatinya. Kalau dia pikir-pikir, walau harus ngorbanin dirinya, ify merasa pulang jalan kaki seperti sekarang sepertinya lebih baik ketimbang harus melihat wajah masam sahabatnya itu. Karena ingin menjaga perasaan via lah ify terpaksa menolak ajakan iel tadi. Perasaan tak enak itulah yang ia rasakan sejak pagi tadi, dimana ia dan iel datang bersama, dan via menyaksikan itu semua.
Ify pun mulai melangkahkan kakinya. Syukurlah metahari tlah bersinar cerah, tak hujan seperti pagi tadi. Kalau tidak, ia takkan bisa pulang. Jadi matahari yang bersinar cukup menyengat itu tampaknya jauh lebih baik ketimbang dirinya harus pulang kedinginan sambil hujan-hujanan. Ify lalu mengeluarkan selembar buku tulisnya untuk sekedar melindungi kepalanya dari terik matahari. Syukurlah jarak antara sekolahnya dan perkomplekan rumahnya hanya berjarak kira-kira sekitar 2 km. Jadi masih bisalah kalau ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi baru beberapa puluh meter meninggalkan gerbang sekolahnya, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.
“ify!” ify sontak menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata ada cakka, obiet dan irsyad disana.
“eh, cakk… baru pulang loe?”
“iya, tadi ngurusin ekskul basket bentar. Loe ngapain jalan sendirian gini? Gak pulang loe?”
“ya ini mau pulang”
“kok jalan kaki? Gak ada yang jemput? Kenapa gak bareng iel aja tadi? Biasanya juga pulang bareng loe berdua…”
“yaa… pengen aja” sahut ify seadanya, “Eh, obiet sama irsyad kok baru pulang? ngurus basket juga?” lanjut ify lagi mengalihkan pembicaraan mereka.
“hah? Gak lah fy, sejak kapan gue sama obiet demen ngurusin basket, hehe… kita ada janji sama cakka, biasa, masalah cowo, hehe….” Sahut irsyad.
“halahh… ngomong mu syad, sok banget… masalah cowo, bo’ong fy, kita mau nemenin irsyad nemuin pujaan hatinya, hahaha…” ledek cakka.
“eh, ember banget loe cakk!” irsyad langsung mencak-mencak.
“pujaan hati? Agni ya?” celetuk ify.
“betul fy! Nah lho syad, ify aja udah tau… Wkwkwk…”
“sialan loe cakk! Kok loe tau sih fy?” Tanya irsyad ke ify.
“hahaha… ya tau lah, secara loe demen nempelin agni kan akhir-akhir ini. Anak-anal satu sekolahan juga udah bisa nebak kali, hehe….” Sahut ify enteng. Disahutin seperti itu, wajah irsyad langsung bersemu merah. Malu. Obiet, cakka dan ify pun langsung cekikikan melihat itu.
“oiya, hmm…. Fy, ini loe lagi sibuk gak?” Tanya cakka kemudian sambil mengalihkan perhatiannya ke ify.
“gak. Kenapa emangnya?”
“gimana kalo loe ikut ke rumah gue juga bentar… kebetulan habis nganterin irsyad ke rumah agni, ini gue sama obiet mau diskusiin tentang lomba sama bokap gue. Kebetulan bokap gue masih ada di rumah siang ini. Loe ikut juga ya…”
“tapi gue kan belom izin. Besok-besok gak bisa ya? Atau ntar sore deh yaa…”
“yah fy, kalo besok-besok, gue gak bisa mastiin bokap ada waktu apa gak. Kalo ntar sore, bokap gue udah berangkat kerja lagi. Ini dua jam-an lagi juga udah pergi ngajar lagi nih… gimana? Obiet juga mau nemenin bundanya di rumah sakit soalnya sore ini…”
“loe telpon minta izin ke rumah aja dulu. Ntar gue anterin pulang deh…” bujuk cakka lagi. ify tampak berpikir sejenak. Lalu ia mengeluarkan HPnya dan tampak menghubungi seseorang. Tak lama kemudian, pembicaraan itu selesai. Ify pun kembali mendekat ke arah cakka dkk yang tlah menunggunya sedari tadi.
“oke, nyokap gue ngebolehin. Gue ke rumah loe sekarang. Tapi jangan kesorean ya…” kata ify kepada cakka.
“sip… loe sama irsyad aja deh fy, sepeda dia ada boncengannya soalnya. Biar obiet sama gue…”
Ify pun mengangguk dan segera naik ke boncengan irsyad. Dan mereka pun segera melaju menyusuri jalan itu. Tapi, tanpa mereka sadari, sepasang mata mengintai kepergian ify dkk tadi dari balik kaca mobilnya.
“pak asdi, balik sekarang yok…”
“iya den….”
Mobil itu pun mulai berjalan. Orang yang mengintai dari balik jendela mobil itu adalah iel. Iel yang telah pulang tadi, saat di setengah perjalanannya, dia tiba-tiba memutuskan kembali ke sekolah ketika ia teringat kalau papa ify sedang pergi ke luar kota. Jadi tak mungkin ify di jemput papanya. Dan iel yang merasa ada yang tak beres pun segera kembali ke sekolah. Dan tebakan dia benar, ify tak pulang bersama papanya. Ify telah membohongi dirinya.
Sepanjang perjalanan pulang, iel hanya duduk termangu sembari menerawang ke arah luar jendelanya. Alunan lagu mellow dari band vierra dari radio mobilnya itu semakin meringankan angannya, menerbangkan pikirannya jauh ke awang-awang yang begitu luas dan hampa. Seperti hatinya yang kini entah kenapa terasa begitu kosong. Hampa.
Ku tau, kamu bosan…
Ku tau kamu jenuh…
Ku tau kamuuu… tak tahan lagi….
Iel berkali-kali menghembuskan nafas beratnya seakan-akan ingin membuang segala gundah yang kini mulai berterbaran dihatinya. ‘ngapain loe bohong kayak tadi fy? Kenapa fy?’ benak iel berkali-kali dalam lamunannya. Dan entah kenapa, saat itu ia merasa ada sesuatu yang mulai mencoba menerobos menghilang, meninggalkan hatinya.
Aku takut… Kamu pergi…
Kamu hilang… Kamu sakit….
Aku ingin… kau disini…
Disampingku… selamanya….
“fy.. biet… kalian duduk-duduk aja dulu disini yaa… gue ganti baju sama manggilin bokap gue dulu” kata cakka.
Ify dan obiet saat itu telah berada di rumah cakka. Irsyad setelah mengantar ify ke rumah cakka memutuskan langsung pulang karena sudah di telpon untuk segera pulang kerumah. Dan kini tertinggallah ify dan obiet di ruangan itu. Di ruang tamunya lebih tepatnya. Ruang yang cukup nyaman. Interior yang rata-rata bernuansa putih-putih itu sangat serasi dan cocok dengan rumah cakka yang bergaya minimalis. Di salah satu sisi ruangan itu menghadap taman kecil yang memiliki sebuah air terjun mini buatan. Ini semakin membuat suasana ruangan itu begitu tentram nan menenangkan.
Ify dan obiet duduk di salah satu sofa diruangan itu. Sofa yang empuk begitu memanjakan punggung mereka yang sudah cukup letih karena perjalanan mereka ke rumah agni tadi. Tak ada pembicaraan yang tersaji diantara mereka berdua. Sepertinya mereka berdua sama-sama asyik dengan pikiran mereka masing-masing. Seperti ify yang tampaknya sudah jauh melayangkan pikirannya. Sembari memandang air terjun buatan yang begitu menenangkan di taman samping ruang tamu rumah cakka itulah, sesaat ify kembali melayangkan memorinya ke kejadian-kejadian sebelumnya. Kejadian dimana sebelumnya ia ikut ke rumah agni dan menjumpai sesuatu yang cukup mengganggu pikirannya sekarang.
---- flashback----
“ini rumah agni” tunjuk irsyad saat mereka sampai di sebuah rumah besar bercat hijau muda itu.
“Inikan rumahnya sila….” Celetuk ify dengan nada tak percaya.
“hah? Kok rumah sila? Yang bener fy?” irsyad langsung berbalik menghadap ify yang duduk di boncengan belakangnya. Ify mengangguk mantab saat irsyad memandangnya minta kepastian.
“beneran ini rumahnya agni syad? Jangan becanda loe… gue dulu nganter agni bukan kesini deh” kata cakka juga.
“beneran, sumpah deh! Minggu lalu gue nganterin dia pulang ke sini. Awalnya sih cuma nganter sampe depan komplek karena dia maksa diturunin sampe sana aja. Tapi gue iseng buntutin dia, dan dia masuknya ke rumah ini. Jadi ini rumah dia dong…” bela irsyad. Mereka jadi semakin bingung. Jadi, rumah siapa ini sebenarnya?
“yaudah, gimana kalo sekarang kita coba masuk ke dalam aja? Mungkin bisa lebih jelas….” Kata obiet memberi solusi. Yang lain pun mengangguk dan mulai turun dari sepeda mereka dan mendekati pagar kokoh yang terkunci itu.
Teng tong… teng tong…
Berkali-kali bel rumah itu mereka bunyikan, tapi tak jua ada sahutan dari dalam.
“gak ada yang nyahutin nih. Kosong kayaknya rumahnya. Jadi gimana sekarang?” Tanya cakka. Karena tak ada lagi yang bisa mereka perbuat, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dengan sebuah misteri yang belum berhasil mereka ungkap.
-----flashback kelar-----
Kejadian barusan itu, membuat kepalanya sedikit berdenyut. Ify menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa itu. Keadaan yang ada dihadapannya itu benar-benar membuatnya tak bisa berpikir. Dia merasa begitu banyak kejanggalan dan juga banyak hal yang belum ia ketahui. Itu yang membuatnya semakin bingung dan tak tau harus berbuat apa. Ify teringat ucapan obiet sesaat setelah mereka meninggalkan rumah sila alias agni itu.
“apa agni dan sila emang tinggal satu rumah ya? Dan sekarang mereka lagi pergi ke suatu tempat bersama, makanya mereka dua-duanya sama-sama menghilang kan?”
‘apa ada sangkut pautnya menghilangnya sila dengan agni? Ya Allah… ada misteri apa lagi dibalik ini semua?’ pikiran ini terus menggelayuti pikiran ify. Sampai akhirnya lamunan ify itu terbuyarkan ketika cakka memanggil mereka berdua untuk mengikutinya ke ruang kerja ayahnya.
“hei ify, obiet… ikut gue sini, bokap mau nunjukin sesuatu ke kita di ruang kerjanya….” Kata cakka memanggil mereka berdua. Lalu obiet dan ify pun mengikuti cakka ke ruang kerja ayahnya untuk kemudian memulai diskusi mereka tentang strategi lomba yang akan diikuti mereka itu.
Tin.. tin…
Bremmm…
Di tengah hiruk pikuk kepadatan jalan kota yang semerawut itu, seorang anak berdiri berhimpitan di sebuah bus kota yang turut memenuhi jalanan kota itu. Cuaca diluar begitu panas. Cuaca yang sungguh berbeda 180% dari cuaca pagi tadi yang hujan lebat, yang semakin menggambarkan bahwa cuaca bumi sungguh tak bisa diprediksi lagi perubahannya yang begitu cepat dan drastis seperti hari itu.
Tapi, walaupun suasana gerah, penuh asap rokok di dalam bis itu, dan keringat membanjiri tubuhnya karena cuaca panas terik di sore hari itu yang begitu membara karena matahari bersinar begitu perkasanya, tapi toh, tampaknya anak itu tak bisa menghilangkan senyumnya yang terus tergurat manis di sudut bibirnya.
Hari itu hari yang cukup menyenangkan baginya. Pertama pertemuannya dengan cakka dan ify barusan sangat menyenangkan. Diskusi mereka bersama ayahnya cakka benar-benar mampu menginspirasi merka semua dan membuka ide-ide cemerlang lainnya. Dan kini mereka punya satu rencana yang cukup bagus untuk persiapan mereka mengikuti lomba antar sanggar tersebut.
Dan yang kedua tentu saja yang akan di tujunya sekarang. Operasi bundanya. Yap, bundanya akhirnya akan di operasi hati ini. Berkat bantuan papa angkatnya Angel, bundanya bisa di operasi dari tumor yang bersarang di perutnya itu sekarang. Bahkan tak tanggung-tanggung, pak darma memasukkan ke sebuah rumah sakit yang tebilang cukup bagus di kota itu agar bunda bisa mendapat perawatan yang maksimal. Dan obiet sangat berharap, bundanya bisa sembuh 100% seperti sedia kala setelah menjalani operasi ini.
“kiri pak!” teriaknya lantang sembari mengetuk-ngetuk langit-langit atap bis kota tersebut. Tak terasa bis yang ditumpanginya itu telah sampai di tempat yang ia tuju. Setelah menerobos keluar dari bis yang penuh sesak itu, dalam satu lompatan kakinya telah mencapai tanah, sementara dibelakangnya, bis kota yang ditumpanginya tadi, telah berlalu cepat dan meninggalkan asap tebal.
Obiet pun segera melangkah memasuki halaman rumah sakit yang tampak begitu banyak orang yang hilir mudik disekitar tempat itu. Dia semakin mempercepat langkahnya memasuki gedung putih didepannya itu. Waktu operasi bundanya sebentar lagi, dan dia tak mau melepaskan sedikit saja waktu berharga ini untuk tak bersama bunda tersayangnya sebelum bundanya menjalani operasi penting itu. Tetapi sesaat sebelum memasuki lobi utama, matanya mengekor sesosok yang lumayan dikenalnya.
“itu kan…..”
----------------------- BERSAMBUNG (3am) -------------------------
0 komentar:
Posting Komentar