Bulan Ramadhan bulan yg suci. Bulan dimana Allah SWT melimpahkan berkah dan membukakan pintu ampunannya seluas-luasnya. Bulan ini adalah bulan dimana umat muslim dapat mendulang banyak pahala dan memohon ampunan agar di penghujung bulan ini kita bisa kembali menjadi suci, bersih dari segala kesalahan, menjadi makluk yang baru, dengan jiwa yang lebih bersih dan bertaqwa. Dg berpuasa di bulan Ramadhan, seorang muslim dapat mengembalikan kefitrian dirinya, menghilangkan penyakit2 hati yg mengotori kefitrahan diri serta merontokkan berbagai dosa2 dimasa lalu. Dg beribadah dan bertobat sungguh2, serta menjaga kesucian hati, berpuasa dpt menjadikan setiap muslim insan yg bersih, menjadi golongan muttaquun, golongan orang2 yg terjaga dan terselamatkan.Salah satu yang dilakukan umat muslim untuk membersihkan diri yaitu dg zakat. Dg zakat kita dapat membersihkan harta kita dan dapat saling berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan. Sebenarnya andaikan semua kaum muslim yg mampu, membayar zakatnya dg benar dan mendermakannya secara merata dan tepat sasaran, kemiskinan bukan suatu hal yg mustahil untuk diberantas. Kesenjangan social jg dpt di perkecil dg zakat. Tp, sepertinya zakat blm dilaksanakan sebagaimana seharusnya. Dr BAZNAS aku kutip sedikit tulisan: Seperti di Indonesia sendiri, penyaluran zakat masih terbilang sangat minim, yaitu sebesar 800 miliar rupiah, dari total potensi zakat yang mencapai 20 trilyun rupiah setiap tahunnya. Mungkin perlu kesadaran bagi tiap umat muslim ttg kewajiban mengeluarkan zakat. Krn dalam ajaran Islam, zakat adalah satu-satunya mekanisme teknis yang diungkap secara detil, yang memadukan aspek dimensi ibadah mahdlah dan dimensi ibadah sosial. Baca QS. Adz-Dzariyat (51) ayat 19, dan juga QS Al-Ma’aarij (70) ayat 24-25.Ayat-ayat, disana jelas menunjukkan bahwa harta yang dimiliki oleh seorang muslim tidaklah bersifat absolut. Artinya, tidak ada kepemilikan aset kekayaan yang bersifat mutlak. Ada bagian / prosentase tertentu yang diatur oleh syariah sebagai milik orang lain, yaitu milik kelompok dhuafa. Pernyataan Allah SWT yang menegaskan bahwa ada bagian tertentu dalam harta seseorang yang bukan merupakan miliknya, menunjukkan bahwa harta tersebut harus dialirkan dan didistribusikan kepada pihak lain, yaitu orang-orang yang membutuhkan. Sehingga hal tersebut perlu diatur dalam sebuah mekanisme redistribusi yang jelas. Zakat, dalam hal ini, berperan sebagai instrumen yang mengatur aliran redistribusi pendapatan dan kekayaan.
Dr kutipan tulisan di atas, kita bisa melihat betapa penting dan besar kekuatan zakat yg sebenarnya dlm menciptakan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, shg tarif hidup masyarakat dpt terangkat. Biasanya muzakki (org yg berzakat) berzakat (zakat mall) dlm bentuk uang atau barang. Ini sebenarnya bukan hal yg salah, tp utk dpt lebih mensejahterakan mustahik (penerima zakat), alangkah lbh baiknya zakat yg diberikan dlm bentuk yg dpt memberdayakan mustahik tsb. Shg penggunaan zakat tsb bisa lbh bermanfaat, bukan hanya utk jangka pendek, tp jg jangka panjang. Dg kata lain, zakat yg diberikan bukan hanya sekedar uang atau barang yg akan habis hanya utk konsumsi belaka yg akan habis dlm sekejab, tp zakat tsb lbh baik jk bisa dijadikan usaha. Jadi zakat tsb bukan berupa ‘ikan’ tp ‘kail’ yg akan menangkap ikan. Dg begitu, bukan suatu yg tdk mungkin seorang mustahik akan mjd muzakki di thn mendatang, shg mustahik berkurang.
Tp mungkin hal ini susah direalisasikan kalau keadaan masyarakat Indonesia ttp spt skrg, byk yg sdh bermental pengemis. Kita bisa melihat, mendekati lebaran ini pengemis yg berkeliaran meminta sedekah dan zakat kpd orang2 yg mampu semakin byk. Bahkan ada yg sebenarnya masih kuat, sehat dan muda, tp lebih memilih menjadi seorang meminta2 dr pd bekerja, mencari uang dg cara lebih baik dan bermartabat. Memang byk orang yg sebenarnya punya pekerjaan, tp dg sengaja beralih profesi sbg pengemis krn pekerjaan ini lbh mudah mendapatkan uang yg lebih byk tanpa harus susah payah bekerja. Melihat realita ini, MUI bahkan sampai mengeluarkan fatwa haram utk mengemis.
Sebenarnya menurut pendapat aku yg mungkin masih dangkal pengetahuannya ini, dalam Islam sebenarnya tdk diharamkan meminta bantuan kpd orang lain. Apalagi itu utk mempertahankan hidupnya. Bahkan sesama muslim, wajib membantu saudaranya yg sedang kesusahan. Orang fakir miskin dan org2 yg kesulitan lainnya adalah ladang amal bagi para dermawan yg mendermakan hartanya di jalan yg berkahi Allah SWT. Tp ini bukan berarti setiap orang boleh selalu meminta2 setiap saat, apalagi dijadikan sebagai mata pencaharian. Dlm hadist Rasulullah pernah bersabda (pd intinya mengatakan) bahwa orang yg meminta-minta itu bagai orang yg melukai wajahnya sendiri. Jd, mengemis itu bukan suatu hal yg baik utk dijadikan kebiasaan. Bukankah tangan diatas lbh baik dr tangan di bawah??? Memang agak ribet masalahnya, bagaimana org yg mampu dpt beramal tanpa ada seorang yg meminta bantuan. Mungkin ini bisa dijembatani dg kesadaran org2 yg mampu utk lbh perhatian dan peka dg keadaan sekitar. Shg sebelum org yg membutuhkan meminta bantuan, kita sudah mengulurkan tangan utk membantunya. Tp, ingat, memberi selain dg ikhlas, tp jg dg iman dan perhitungan dan kalkulasi. Jd maksudnya, ketika kita memberi, kita sdh memperkirakan apakah bantuan kita betul2 bermanfaat atau tidak, akan mengurangi bebannya atau tdk, jgn sampai itu akan membuat sebuah paradigma bahwa mengemis itu enak dan akhirnya dijadikan budaya.
Mungkin ini pandangan aku ttg zakat dan pengemis di bln Ramadhan ini. Smg ini membuat kita lbh peka terhadap keadaan sekitar kita dan org sekitar terutama yg perlu uluran tangan kita. Dan smg apa yg kita berikan (baik itu zakat, sedekah, atau yg lainnya) berguna dan dpt membawa kita jd org yg lbh baik dan kembali menuju kefitrahan diri. Terakhir, aku mau ngucapin minal aidin wal faizin. Taqabbalallah huminnaa wa minkum, washiyaamu wa qiyaamu. Mahon maaf lahir batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri. Wassalam…. (3am @ 28 Ramadhan 1430 H)
0 komentar:
Posting Komentar