This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

FIKSI - PROMISE Part 35: Diantara Kawan dan Lawan

Lanjutan dari PROMISE Part 34: Masa Lalu. Baca juga Promise Part 1: Awal untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk. NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :) .

PROMISE - Part 35: Diantara Kawan dan Lawan

---------------misst3ri--------------

Tap... Tap… Tap.... Tap….

Terdengar suara derap langkah yang diburu sepanjang lorong itu. Sebenarnya, bel baru saja berbunyi, dan masih ada sebagian anak yang belum memasuki kelas. Tapi iel, anak yang tengah memacu langkahnya itu, tetap dengan cepat berjalan menelusuri lorong sekolah itu. Gara-gara mamanya yang terlalu mewanti-wanti dirinya saat pagi tadi, ia jadi agak kesiangan berangkat ke sekolah. Dan kini ia terpaksa datang ke sekolah dalam waktu mepet, dan memaksa dirinya harus memacu langkahnya segera.

Saking terburu-burunya, ia tak lagi memperdulikan sekitarnya. Bahkan pandangan-pandangan aneh dari sebagian anak kepadanya saat dia melintasi kelas-kelas, tak sedikitpun ia sadari. Pikirannya hanya terpokus pada satu tujuan. Ia harus mencapai kelasnya segera. Bukan hanya karena jam pertama pagi itu diisi pelajaran dari pak duta yang terkenal dengan kedisplinannya itu, tapi juga karena satu hal. Ia ingin segera menjumpai wajah yang mungkin telah dia buat kesal karena janji mereka berdua berkali-kali tertunda karenanya. Dan mungkin hanya dengan melihat senyumnya lah, hati iel sekarang bisa lebih tenang, memastikan bahwa gadis itu tak kesal, apalagi marah akan keingkar janjian dirinya selama 2 hari itu.

Sesampainya ia di depan kelasnya, iel segera masuk sambil mengucapkan salamnya, dan tentu dengan senyumnya yang merekah begitu cerah, secerah mentari pagi hari itu.

"pagi..." sapa iel saat baru memasuki kelasnya. Dan matanya langsung menyorot deretan bangku depan. Hatinya sedikit mencelecos kecewa, dia tak dapat menjumpai sosok itu sekarang. Alih-alih melihat keberadaan ify, iel malah menjumpai suasana agak berbeda sekarang. Seketika, sesaat setelah dirinya mengucapkan salam, keadaan kelasnya tiba-tiba agak hening. Padahal sebelumnya, kelas dipenuhi hingar bingar suara anak-anak yang masih mengobrol satu sama lain. Tapi kini, pandangan hampir seluruh penghuni kelas tertuju padanya.

Iel balas menatap dengan pandangan heran. Keningnya sedikit mengernyit. Lalu ia memperhatikan pakaiannya. 'apa ada yang aneh sama gua ya?' benak iel sambil terus memperhatikan pakaiannya. Tapi keheningan itu terpecahkan akan sebuah suara.

"ohh... Berani datang bareng sekarang... Bagus!"

Iel mengangkat wajahnya, dan menatap lurus sumber suara sinis itu. Itu suara sila. Iel jadi semakin mengernyitkan keningnya. 'Bareng? Apaan yang bareng?' benak iel. Tapi ia sadar, pandangan anak-anak tidak mengarah padanya sekarang, tapi pada seseorang yang tepat ada di belakangnya. Perlahan iel menoleh ke belakangnya. Sudah ada ify di belakangnya, berdiri diam tepaku disana.

Sesaat iel dan ify saling pandang. Iel agak sedikit terperangah melihat ify. Wajahnya begitu sendu, dan kantung matanya tampak sedikit cekung, semakin memepertegas garis letih di wajah itu. Dan sinar mata itu. Sinar mata itu memang tak semerlang biasanya. Bahkan cenderung redup, seakan diselimuti kabut yang begitu kelam. Tapi mata itu kini menatapnya tajam, seakan menusuk tajam, menghujam ke arahnya. 'ada apa di balik tatapan tajam ini?' benak iel. Sesaat hati iel merasa.... terasingkan?

Sesaat kemudian, Ify membuang pandangannya, lalu segera melewati iel dan melangkah menuju bangkunya. Iel yang tetap terdiam di pijakannya, hanya sanggup menatap, mengekor langkah gadis itu. 'ada apa dengan dia?' iel benar-benar tak mengerti dengan keadaan yang tengah terjadi di depanya itu. Keheranan iel semakin menjadi-jadi saat mendengar ucapan sinis sila saat ify memandang sila saat melewati bangkunya.

"kenapa loe liat-liat gue?! Dasar penghianat!" sinis sila. Ify hanya tertunduk, lalu terus melangkah ke bangkunya tepat dibelakang sila.

"gue janji ga bakal ngehianatin sahabat gue sendiri... Anak SD juga bisa SMS gituan... Sahabat apaan?! Bullshit loe! Sekali penghianat, tetep aja penghianat! Ga bisa di pegang omongannya..." ledek sila lagi tanpa memandang ify. Sivia dan septian yang duduk di dekat sana tak bereaksi apapun, tetap diam bertahan dengan sikap dingin mereka. Ify yang duduk di belakang sila, hanya mampu memandang teman-temannya dengan tatapan terluka, lalu kembali menunduk.

Di depan kelas, Iel yang masih terpaku, masih bisa melihat pergerakan cepat tangan ify yang menghapus kilauan bening di sudut matanya sebelum menenggelamkan dirinya pada buku pelajaran yang telah ia keluarkan dari tasnya itu. 'apa lagi ini??! Apa gue udah ngelewatin sesuatu?' benak iel lagi. Tapi lamunannya seketika tersadarkan saat sebuah tangan menepuk pundaknya. Iel berbalik dan menjumpai pak duta telah berdiri dibelakangnya.

"gabriel! Cepat duduk di kursi kamu kalau kamu masih ingin ikut pelajaran bapak!" perintah pak duta. Iel mengangguk pelan, lalu segera menuruti perintah gurunya itu.

---------------misst3ri------------------

Sepanjang pelajaran pagi itu, pikiran iel benar-benar tak bisa terfokus. Kejadian tadi pagi, benar-benar memenuhi kepalanya. Ia sempat ingin menanyakan hal tersebut pada Riko yang duduk di depannya. Tapi baru ingin memanggil, ia sudah di tegur oleh pak duta yang memang terkenal dengan super disiplinnya itu. Dan alhasil, dari pada dirinya di keluarkan dari kelas beliau dan tak diizinkan ikut pelajaran beliau lagi seumur hidup, iel memilih diam dan menyimpan pertanyaannya itu sampai jam pelajaran berakhir nanti.

Tapi menunggu itu bukanlah hal yang menyenangkan. Waktu terasa begitu lamban bagi iel. Berkali-kali ia melirik jam tangannya. Dia lalu mencoba mencerna buku di hadapannya. Tapi, tetap saja hasil nihil. Pelajaran ga bakal bisa masuk dengan pikiran yang telah menjejali otaknya sekarang. Sekilas iel menatap deretan bangku depan. Dia masih bisa melihat ify tampak tak sesemangat biasanya dalam belajar. Pasti ada apa-apa yang telah terjadi dengan ify. Tapi apa?

Setelah penantian panjang iel, akhirnya waktu tlah mencapai penghujung, dan diakhiri bersamaan dering bel yang berbunyi nyaring memecah keheningan kelas.

"baik anak-anak... Pembahasan kita hari ini cukup sampai disini. PR buat di rumah, kalian kerjakan soal latihan halaman 168, no. 1-10. Pertemuan berikutnya dikumpul. Jelas semuanya?"

"jelas pak..." koor anak-anak

"baik.. Kalau begitu, saya sudahi sampai disini. Wassallamu'alaikum..." pamit pak duta.

"wa'alaikumsalam..." sahut anak-anak.

Dan selang beberapa detik setelah pak duta berlalu dari balik pintu, keributan anak-anak mulai pecah. Semua gembira menyambut jam istirahat.

"ayo cakk, gue laper!! Kita ke kantin cepetan!!" ajak sion.

"iya.. Iya... Ga sabar banget loe..." sahut cakka, "Ko, yel, ikut ga?" tanya cakka kemudian kearah riko dan iel.

"eh, ntar deh kita nyusul" sahut riko. Dia sengaja menolak, karena dia memang telah ditahan iel. Cakka mengangguk paham, lalu berlalu dengan sion yang telah lebih dulu keluar kelas. Setelah kelas agak sepi, riko mendekati iel yang telah duduk dengan gelisah di bangkunya.

"ko, ada kejadian apa sih kemaren?? Kok dari tadi pagi... temen-temen pada ngeliatin gue gimana gitu??" tanya iel langsung ketika riko telah berada dalam radius setengah meter darinya.

Tapi, belum sempat riko menjawab, dari bangku depan terdengar pertengkaran keras. "udah deh loe!! Ga usah ngomong lagi sama kita!! Ga tau diri banget loe!" bentak sila.

"tapi, sil.. Dengerin gue... Dengerin temen loe ini..." rayu ify.

"ga usah loe sebut-sebut temen lagi ya! Loe tuh bukan temen kita lagi! Dasar musuh dalam selimut!" bentak sila lagi sambil dorong bahu ify kasar, lalu dia segera menarik via dan tian keluar kelas, dan menjauh. Ify yang tak kuasa menahan tangisnya, kembali terisak, terpuruk di bangkunya. Iel kembali terhenyak melihat adegan itu. Berjuta perasaan seketika langsung menghampiri iel. Dan dengan berjuta perasaan itu, tanpa sadar seakan menggiring kakinya, mendekati gadis yang tengah dirundung kesedihan itu, hanya sekedar agar bisa ikut memikul beban yang nampak begitu berat di pikul gadis itu sekarang. Perlahan tapi pasti, iel mendatangi ify yang menunduk dibangkunya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menutupi tangisan yang tlah pecah itu.

"fy..." tegur iel. Tak ada respon dari ify. Ia tetap saja terisak pelan dibalik telapak tangannya itu.

"fy, loe gak papa kan?" tanya iel pelan sambil menyentuh pundak ify. Ify segera menghapus air mata yang mengalir di pipinya, lalu mendongak, dan menatap tajam iel. Sesaat waktu terasa berhenti di sekitar mereka. Tak ada satu kata pun yang terlontar dari keduanya. Yang ada hanyalah 2 tatapan mata dengan sorotan mata yang berlawanan, antara sorotan mata penuh kehangatan melawan sorotan mata yang begitu dingin. Sorotan yang seakan-akan menggambarkan suasana hati, yang sama-sama ingin ditunjukkan oleh si pemilik mata itu. Tapi, beberapa detik berikutnya, keheningan itu terhenti setelah tangan ify sontak menepis kasar tangan iel yang masih memegang pundaknya, lalu dia mendorong bahu iel agar menyingkir dari hadapannya.

Ify berdiri dari duduknya, dan sesaat kembali menatap mata iel. Iel merasa itu bukanlah pandangan bersahabat yang selalu ify beri padanya. Itu pandangan yang sama saat mereka masih menjadi lawan dulu. Bahkan ini lebih tajam dan mungkin... Jauh lebih terasa menyakitkan dihatinya.

"fy..." tegur iel lagi. Tapi ify langsung membuang pandangannya lalu berlari cepat ke luar kelas tanpa menghiraukan panggilan iel lagi. Iel hanya bisa diam tertengun menyaksikan ini semua, sambil memandang nanar siluet ify yang begitu cepat pergi darinya itu. Riko yang melihat kejadian itu sedari tadi, kemudian mendekati iel lalu menepuk pundaknya. Iel menatap riko dengan segala kebingungannya.

"ko, ada apa sih sebenarnya?!" tanya iel. Riko hanya menghela nafasnya sesaat, lalu menarik iel agar mengikutinya ke arah bangkunya. Sesampainya mereka di bangku riko, Riko lalu ngeluarin sesuatu dari kantong tasnya. Lalu ia menatap iel tajam.

"gue pikir loe pasti ngerti dengan keadaan ini semua kalau loe liat ini... Kemaren, pas gue ke sekolah lagi buat latihan basket, gue nemuin ini di depan kelas kita..." kata riko. Dia menyerahkannya barang itu ke iel. Iel tampak terperangah kaget luar biasa melihat itu semua. Itu adalah foto-foto yang ada di mading.

"Kita semua udah tau hubungan loe dengan ify. Kemaren ada orang yang nempelin foto-foto loe yang lagi berduaan sama ify di mading. Foto-foto ini yel, semua sudah liat ini..." kata riko lagi. Iel tampak tak bisa berkata-kata lagi. Dia begitu syok. Tak sanggup lagi berkata-kata. Dia hanya mampu memandang tak percaya dengan apa yang sedang dia liat itu.

"loe beneran pacaran sama ify??" tanya riko kemudian.

"nggak!! gue cuma..." sahutan iel terhenti sesaat. Ia menatap riko sambil menggigit bibirnya. Ia lalu kembali memandang foto-foto itu, lalu menghembuskan nafas beratnya.

"sebenarnya gue sama ify...." iel lalu menceritakan semua kejadian, mulai dari dia yang memfoto ify saat dia minta maaf sama dayat, tentang perjanjiaannya dengan ify yang sepakat jadi asistennya selama 1 bulan, dsb. Riko diam mendengarkan cerita sahabatnya itu dengan seksama. Dan setelah cerita panjang lebar itu...

"... Dan kemaren adalah hari terakhir gue dan ify terikat janji itu. Harusnya foto-foto ini udah hilang dari muka bumi ini. Tapi gue ga nyangka sama sekali, foto ini bisa.... Arghhh...!!" kata iel sambil mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Ia tampak begitu kesal dengan dirinya sendiri.

"jadi foto ify dengan dayat zahra itu asal mula sumber masalah semua ini? Dan loe manfaatin penyimpangan sikap ify dari gank gaul ini, buat loe bisa kontrol dia?" tanya riko setelah mendengar cerita iel itu.

"iya... Sori gue ga pernah cerita sama kalian soal ini. Gue awalnya cuma mau ngasih pelajaran sama salah satu anak gank gaul... gue cuma pengen bisa ngontrol mereka dari laga sok mereka... Tapi, setelah dekat dan mengenal jauh ify selama sebulan ini.. Dia benar-benar baik... Ify benar-benar gak layak ngalamin kaya gini... Dia terlalu baik buat gue manfaatin..." lirih iel, masih dalam keadaan tertunduk di bangkunya.

"kalau tau bakal jadi kaya gini, gue gak bakal bikin perjanjian ini sama dia... Gue bener-bener gak mau kejadian kaya gini! Ify gak salah apa-apa..." ujar iel lagi. Riko hanya menepuk pundak iel, mencoba menabahkan.

"inikan udah terjadi... Percuma loe nyesal sekarang.. Waktu gak bakal kembali.. Lagian, kalo loe ga bikin janji sama ify, loe ga bakal pernah ngenal sosok dia yang sebenarnya kan?" kata riko. Iel hanya mengangguk, membenarkan ucapan riko tadi.

"gue pikir, yang harus kita pikirin sekarang, gimana caranya biar ify ga kaya gini lagi... Dan siapa yang nyebarin foto itu.. Bukan loe kan yang nyebarin?"

"ya jelas bukan gue lah! Gue tau, ify pasti sekarang marah sama gue gara-gara ngira gue yang nyebarin foto itu. Cuma gue dan ify yang tau tentang ini... Tapi kalau bukan kita berdua, jadi siapa?" sahut iel lagi dengan suaranya yang sudah agak bergetar, karena emosi yang memenuhi dirinya sudah mulai memberontak keras, tak bisa dikendalikan. Iel terus menunduk sambil menenggelamkan wajahnya di balik kedua telapak tangannya. Berusaha menenangkan diri sembari berpikir, mencari jalan keluar atas permasalahan ini. Tiba-tiba, iel menegakkan kepalanya. Iel menatap riko tajam, dan berkata pelan.

"memang cuma gue dan ify yang tau masalah ini... kecuali dia..." lirih iel lagi. Lalu tanpa berbasa-basi lagi, ia segera bangkit dan berlari ke arah luar kelas. Riko yang masih tak mengerti maksud iel tadi, hanya bisa bertanya-tanya sendiri dan segera mengejar iel.

-------------------misst3ri-----------------

"eh gel... Gimana dengan rencana loe tentang ibu panti??" tanya rahmi pada angel yang duduk di sampingnya. Saat itu, rahmi dan angel tengah duduk santai di depan kelas mereka, sekedar melepas penat dan ketegangan dari aktivitas belajar mereka. Angel yang tampak melamun itu, tak menyahut pertanyaan rahmi itu. Rahmi yang merasa di kacangin langsung nepuk pundak angel.

"gel!" tegur rahmi.

"hah? Apaan?" angel sontak kaget dan tersadar dari lamunannya.

"ah loe gel... Ngelamunin apaan sih? Gue tadi nanya, gimana sama rencana kita tentang masalah bunda? Kapan loe mau cerita?" tanya rahmi agak gemas.

"sori... Tentang itu..ee... Ntar deh gue ceritain sama-sama obiet debo juga nanti ya..." sahut angel seadanya. Rahmi hanya mengangguk paham, dan kembali diam, dengan pikiran mereka masing-masing.

"eh, kok pada bengong sih?" tiba-tiba zahra ikut nimbrung.

"ohh.. Nggak kok ra, angel aja nih, gue ajakin ngobrol, malah dikacangin gue..." sahut rahmi sambil tersenyum manis pada zahra. Lalu zahra duduk di samping angel. Dan dengan pembawaan zahra yang gampang mempercair suasana, obrolan hangat pun dengan mudah mengalir diantara tiga sahabat itu. Tapi, di tengah keasyikan mereka itu, tiba-tiba seseorang melintas di depan mereka. Seseorang yang dari wajahnya yang sembab itu, bisa mereka ketahui, kalau orang itu pasti tengah memiliki masalah yang begitu berat saat ini. Dan melihat itu, Rahmi, angel dan zahra hanya mampu memandang antara rasa heran dan kasian.

"kasian deh ify, dia kayaknya lagi dimusuhin sama teman-temannya sekarang. Dari mukanya keliahatan tampak sedih banget..." lirih zahra sambil memandang lurus tepat ke arah titik sudut dimana beberapa detik yang lalu, punggung ify baru saja menghilang dari pandangan mereka.

"oh iya, pasti itu gara-gara foto kemaren itu ya?? Iya... Kasian dia..." sahut rahmi.

"iya... gue jadi ngerasa bersalah..." lirih zahra lagi. Yang lain tampak kaget, tak mengerti kenapa zahra bisa melontarkan perkataan itu.

"loh? Kok bisa? kenapa??" tanya rahmi heran.

"loe udah liatkan??? Itu foto gue, dayat sama ify. Pasti karena itu temen-temennya marah sama ify" jawab zahra dengan nada sendu.

Waktu yang berjalan beberapa menit kemudian, hanya diisi dengan kebisuan diantara mereka bertiga. Rahmi hanya diam, bersandar pada kursinya. Sedangkan zahra, masih memandang ke arah taman sekolah, dimana sosok ify terakhir kali ia lihat. Matanya benar-benar memancarkan suatu kekhawatiran. Dan angel disampingnya, juga tampak tak kalah khawatir sepertinya. Bahkan tumit kakinya yang berulang kali ia ketukkan ke lantai, dan dari sorot matanya itu, menunjukkan ada kegelisahan yang mendalam dalam diri gadis itu.

"loe kenapa gel?? Kok kayaknya gelisah gitu??" tanya zahra

"oh, gak papa kok... gue cuma jadi ikut sedih dan kepikiran liat ify kaya tadi, pasti dia kesepian sekarang..." sahut angel.

"iya, tadi pagi gue liat mukanya sembab banget, matanya juga bengkak, pasti dia nangis semalaman.. dan kalian tau? Temen-temennya bukannya dengerin penjelasan dia, malah terus-terusan ngebentak dia... Gue ga bisa ngerti, kenapa ify masih aja tampak berusaha deketin teman-temannya, padahal teman-temannya terang-terangan udah ngebuang dia..." sahut zahra

"temen apaan tuh? Lagian apa salahnya sih ify kalau berhubungan sama yang lain?" kata rahmi juga.

"ah, loe mi, kaya ga paham gaya anak-anak gank gaul aja..." sahut zahra.

"kasian banget ify... pasti berat ngadepin masalah sendirian..." lirih rahmi.

"gue jadi makin ga enak nih, kita cari ify yok, pasti dia butuh temen buat cerita" ajak zahra kemudian.

"kalian berdua aja, gue bentar lagi mau ada rapat rohis nih..." kata rahmi kemudian. Zahra dan angel mengangguk, lalu mereka berpisah, rahmi ke ruang rohis, sedangkan zahra dan angel mencari ify.

Setelah berkeliling sekitar taman sekolah, beruntung mereka bisa segera menemuka ify. Di sudut taman sekolah, dibalik pohon besar, zahra melihat ify duduk sendirian disana. Dia sedang bermain-main dengan seekor kucing dipangkuannya. Pelan-pelan zahra dan angel mendekatinya.

------------------misst3ri---------------

Iel memburu langkahnya, sambil terus menyorot tiap sudut sekolah. Riko masih setia mengikuti iel dari belakang. Mereka telah mendatangi lapangan basket, baik yang out door maupun yang indoor. Mereka juga telah menelusuri ruang perpus, detil sampai ke sudut-sudutnya. Mereka juga menjelajah ke kelas-kelas lainnya. Tapi iel tampak belum juga menemukan orang yang di carinya.

"yel... Loe sebenarnya nyari siapa sih?" tanya riko akhirnya. Dia kini hanya berdiri dibelakang iel, menonton iel yang celingukan itu. Cape juga ngikutin iel yang jalan muter-muter ga tentu gitu.

"nyari biang kerok!" jawab iel asal. Sekarang mereka tengah mencari-cari di setiap sudut taman.

"ya siapa?" tanya riko udah agak putus asa nemenin iel. Kini ia dengan santainya jongkok sambil ngeliatin iel yang sibuk celingak-celinguk kemana-mana.

"ah mana lagi tuh si biang narsis?!"

"biang narsis? Sion?" tanya riko.

"siapa lagi?!" sewot iel tanpa meninggalkan aktifitas celinguk-celinguknya.

"lah? Kok nyari sion? Emang ada hubungan apa sama sion? Dia kan di kantin sama cakka..." sahut riko enteng. Yah, mereka memang belum menjelajah sampai kantin, yang kebetulan terletak agak jauh dari kelas mereka, tepat di sudut belakang sekolah. Mendengar jawaban riko tadi, Iel langsung menoleh kepada riko dengan pandangan kesal. Dengan agak emosi, iel langsung mendekati riko dan narik kerah bajunya.

"kenapa ga bilang dari tadi sih loe?!! Kalo tau kan kita ga muter-muter gini dulu!" teriak iel. Riko langsung terkesikap kaget di teriaki iel kaya gitu. Lalu ia langsung mendorong bahu iel.

"WOYY! NYANTAI BRO!! GA USAH PAKE NYOLOT!! Loe juga gak nanya kan??! mana gue tau!!" teriak riko juga. Iel balik kaget di teriakin riko kaya gitu. Ia langsung mundur sambil ngangkat kedua tangannya.

"sori ko... sori..." ucap iel. Riko hanya mendengus kesal, tapi tak membalas kelakuan kasar iel tadi. Iel tersenyum tipis ke arah riko sesaat. Dan riko pun akhirnya membalas senyum itu. Ia tau, sahabatnya itu lagi di selimuti emosi yang sangat memuncak. Jadi ia bisa memaklumi aksi bengal sahabatnya tadi. Sesaat mereka berdua hanya diam dalam keheningan. Tapi, tak lama kemudian, iel kembali teringat akan tujuan awal dia tadi, lalu kembali segera memburu langkahnya.

"ayo ko, ikut gue..." ajak iel sambil menepuk bahu riko, mengajaknya mengikuti langkahnya. Riko pun mengangguk, dan mengikuti iel yang tlah mendahuluinya, berjalan cepat menuju ke arah kantin, tempat sion dan cakka berada.

----------------misst3ri---------------

Sesampainya di kantin, dengan emosi yang sekuatnya di tahan, Iel menyapu seluruh sudut kantin, sampai ia bisa menemukan orang yang di cari-carinya itu. Dan dengan langkah tegap, ia mendatangi salah satu meja disana. Ada sion yang sedang makan dengan cakka disana. Melihat kedatangan iel dan riko. Cakka dan sion langsung menegur dan menawari mereka makan.

"ayo makan yel... Ko... Tapi pesen sendiri..." tawar cakka. Riko hanya tersenyum, sementara iel hanya menyeringai aneh. Cakka yang ngeliat itu, mulai berfirasat buruk.

"kok, lama amat kalian.. Kalian mojok pacaran dulu ya? Hehe..." canda sion juga. Tapi, bukan sahutan berupa candaan yang biasa mereka saling lontarkan yang didapat sion, tapi sebuah perlakuan yang mengejutkan datang dari iel. Iel langsung menarik kerah baju sion, dan...

BUGG!!

Sebuah pukulan keras mendarat tepat di rahang sion. Sion langsung terjatuh, menubruk meja dan dengan segala macam barang yang ada di atasnya. Anak-anak yang sedang makan dikantin, berteriak kaget. Riko dan cakka yang kaget dengan aksi jotos-jotosan itu, langsung menghalat sion dan iel.

"apa-apaan sih loe yel?!!" teriak sion ga terima dengan perlakuan kasar yang sangat tiba-tiba dari iel itu.

"loe kan yang udah majang foto ify??!" tuduh iel ke sion dengan keras. "sembarangan nuduh loe!! foto-foto itukan semuanya sama loe!!!" elak sion gak terima

"tapi, cuma loe yang tau selain kami berdua!! Kalau bukan loe siapa lagi?!!" kata iel lagi menyudutkan.

"mana gue tau! Loe ga ada bukti nuduh gue!!!" sahut sion masih menatap tajam iel, menantang sorot tajam mata iel.

Sesaat iel dan sion saling pandang dengan nafas dan emosi yang menggebu-gebu. Wajah mereka berdua sama-sama mengeras. Rahang keduanya terkantup rapat. Tapi tak ada satu kata pun yang terlontar dari keduanya. Hanya sorot mata mereka berdua yang kini berbicara. Mata iel tetap menggambarkan sorot penghakiman pada sion. Tapi mata sion seolah berkata, 'loe ga ada bukti nuduh gue!'. Dan iel sadar, dia memang tidak punya landasan apa-apa untuk menghakimi sion lebih lanjut. Tapi, hatinya menolak. Hatinya memberontak. Dia tak bisa menerima hal ini tersembunyikan dengan nyamannya begitu saja seperti saat ini. Semua harus tau kenyataannya. Dan semua akibat tak bisa ditumpukan hanya pada ify. Harus ada yang bertanggung jawab soal ini dan turut menanggung akibatnya. Tapi siapa???

Rasa gundah dan kekesalannya yang tak bisa tertuntaskan itu, membuat emosi iel makin menjadi-jadi dan mengamuk luar biasa di dalam dirinya. Tapi dirinya tak bisa menumpahkan emosinya itu pada siapapun. Dia hanya bisa diam tanpa tau harus berbuat apa sekarang. Tangannya terus mengepal keras, menahan gejolak emosi yang makin menggebu-gebu itu.

BRAKK!!!

"arrgghh!!!" erang iel akhirnya sambil menendang kursi disana, seakan ingin menumpahkan segala kekesalannnya pada benda tak bernyawa itu. Dan setelah memberikan pandangan dingin pada semuanya, ia lalu berlari ke luar kantin, pergi meninggalkan mereka semua. Meninggalkan semua orang yang kini tengah menatap kepergiannya dengan sorot mata antara meremehkan, kesal, heran dan kasian.

----------------BERSAMBUNG (3am)------------------

0 komentar

FIKSI - PROMISE Part 34: Masa Lalu

Lanjutan dari PROMISE Part 33: Lubang dalam Rahasia. Baca juga Promise Part 1: Awal untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk.

NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :)

PROMISE - Part 34: Masa Lalu

---------------------misst3ri--------------------

Salahkah... Aku terlalu cinta...

Berharap semua kan kembali....

Kau buang aku.. Tinggalkan diriku...

Kau hancurkan aku... Seakan ku tak pernah ada...

Akukan bertahan... Meski takkan mungkin...

Menerjang kisahnya.. Walau perih...

Walau perih....

Lagu milik vierra itu terus mengalir pelan di kesunyian kamar itu. Harmoni-harmoni yang mengalun, mengiringi bait-bait lagu yang penuh kepedihan itu, seolah-olah juga turut menggambarkan kepedihan hati yang tertanam dari satu-satunya kehidupan yang ada disana. Hati milik seorang gadis, yang baru saja disisihkan oleh sahabat-sahabatnya sendiri. Hati milik seorang gadis bernama Ify.

Ify terus terdiam, tak bergeming, dalam kesunyian dan keremangan kamarnya. Kamar itu hanya disinari sebuah lampu tidur yang berpedar lemah. Ia duduk, bersandar lemah pada sisi tempat tidurnya sambil mendekap kedua lututnya dalam pelukannya. Matanya kosong, menerawang ke arah jendela kamar yang setengah terbuka, tepat di hadapannya. Jendela kamar yang dibiarkan terbuka itu membuat angin malam dapat dengan sesukanya menerobos masuk. Melambaikan tirai, mengoyangkan hiasan bertuliskan I-F-Y yang tergantung di jendela itu dan membuatnya bergerak-gerak dan mendetingkan lonceng yang teruntai di ujungnya. Bergerincing pelan, mengusik keheningan kamar itu.

Tapi tampaknya, dinginnya angin malam yang menusuk, serta suara pelan dari lonceng itu tak sedikitpun mampu mengusik kebisuan gadis itu. Gangguan kecil itu tak akan sanggup mengalihkan pikirannya dari keresahan yang menggelayuti hati dan pikirannya. Bahkan keadaan dirinya sekarang pun ikut terabaikan karenanya. Dirinya tampak begitu berantakan. Wajahnya yang begitu sendu itu tampak mengguratkan keletihan. Mata sayunya juga tampak bengkak karena air matanya yang terus mengalir sejak tadi siang. Tak ada sinar cemerlang yang selalu bersinar di kedua bola mata indah itu. Hanya sinar kepedihan, kekecewaan, dan penyesalan...

Kenapa mereka tak sedikit pun memberinya kesempatan untuk menjelaskan? Kenapa mereka dengan mudahnya menghakimi dirinya? Apakah foto itu telah menghapus begitu saja dengan mudahnya segala kenangan mereka? Menghancurkan segala hal yang tlah lama diuntai, yang tlah lama mereka rangkai dengan indah? Apa hanya karena foto itu, semua ini harus berakhir? Hanya karena foto itu...

Bulir-bulir hangat itu kembali mengalir pelan mengikuti lekuk wajahnya, bagai aliran sungai yang mengalir mengikuti arusnya, tanpa bisa menentang. Dirinya tau, apa yang terus menggerogoti pikiran di benaknya itu akan terus membuat hatinya terluka. Tapi, apa yang bisa dirinya lakukan? Dirinya sama seperti aliran air matanya yang mengalir lemah itu. Tak bisa menahan, tak bisa menentang, tak bisa mengingkari.

Foto itu... Siapa yang tlah membongkarnya? Siapa? Hanya dirinya, iel dan sion yang tau. Apakah salah satu dari mereka? Tapi untuk apa? Untuk melihat dirinya hancur seperti ini?

Sesaat dirinya teringat ucapan iel saat mereka terakhir kali bertemu di perpus...

"gue cuma lagi nikmatin kebersamaan gue sama loe kok fy.... Karena habis ini kayaknya gue ga bakal lagi bisa deket sama loe kayak sekarang... Mulai besok keadaan udah kembali seperti dulu lagi... Mungkin gue harus mulai membiasakan diri gue lagi berantem sama loe dan anak-anak gank gaul kayak dulu...hehe...."

Sebersit pikiran negatif sekelebat melintas dibenaknya. Tapi Ify segera menggelengkan kepalanya dan memejamkan matanya, mencoba segera menepis pikiran itu. Dalam hatinya, dia benar-benar tak berharap itu benar. Sekali lagi ia menggelengkan kepalanya untuk mengusir jauh angannya itu. Dia tak ingin memikirkan itu lagi sekarang. Itu bukanlah hal yang terpenting untuknya sekarang. Teman-temannya. Itu lebih penting. Jauh lebih penting untuk dipikirkan baginya sekarang.

Ify mengubah posisi duduknya. Kini kepalanya ia sandarkan ke belakang, ke sisi tempat tidur, dan menongak ke atas. Matanya menerawang, menatap ke atas langit-langit kamar. Pikirannya seakan menembus langit-langit itu, menembus ruang dan waktu, kembali menelusuri kejadian-kejadian yang menimpanya beberapa waktu silam. Ucapan-ucapan teman-temannya kembali langsung memburu ingatannya. Tiba-tiba hatinya kembali terasa seperti tertusuk tajam, menambah keperihan hatinya yang sudah tercabik-cabik.

Kenapa semua mesti berujung seperti ini?Apa dia masih bisa mendapatkan kepercayaan dari teman-temannya???

Pertanyaan itu yang kini terus memenuhi benaknya. Hal inilah yang paling tak diharapkannya. Paling ditakutinya. Mati-matian ia tutupi dan ia hindari. Tapi kenapa tetap saja berujung seperti ini? Pahit...

Andai teman-temannya mau mendengarkannya, mau mengerti keadaannya... Andai teman-temannya tak melihat foto itu... Andai tak ada foto itu... Andai tak ada perjanjian itu.... Andai dirinya tak perlu merasa memiliki hutang terima kasih dan rasa bersalah pada dayat dkk dulu...

Tapi, Menyesalkah dia tlah melewati itu semua?? Menyesalkah dirinya tlah meminta maaf pada dayat dulu? Menyesalkah dirinya tetap bertahan terhadap perjanjian dengan iel sampai akhir? Menyesalkah dirinya karena dirinya tlah mengikuti hati nuraninya? Dirinya sendiri tak tau, apakah dia harus menyesal dan marah akan perbuatan-perbuatan yang dia lakukan dengan kesadaran penuh itu.

Dia kemudian melirik sebuah figura foto yang terpajang di atas meja belajarnya itu. Dalam figura foto itu, terdapat foto dirinya bersama sahabat-sahabatnya. Foto masa kecilnya bersama septian. Foto dirinya bersama via dan sila saat baru masuk SMP dulu. Dan foto mereka berempat saat liburan beberapa bulan yang lalu. Itulah saat-saat mereka mulai merajut indahnya sebuah persahabatan. Sebuah awal pertemuan yang indah, yang akan terus melekat di benaknya, dan terus terasa indah di hatinya....

----------------- flash back ---------------------

Tiga tahun yang lalu.... Di sebuah taman bermain, tampak 2 orang anak sedang bermain-main disana. Tak lama anak lelaki itu menarik tangan gadis kecil itu ke salah satu kursi taman, dan mengajaknya duduk disana.

"fy.. Gue besok pindah ke Surabaya..."

Ify menoleh ke arah sahabatnya yang kini memandangnya begitu dalam. Seketika, gurat keterkejutan terlihat dari wajahnya. Matanya tak bisa mengingkari untuk tidak memancarkan sinar kekecewaan disana.

"kok mendadak gini yan?" tanya ify pelan. Tian menatap ify lembut, lalu tersenyum tipis. Kemudian ia mengubah posisi duduknya, menyandarkan dirinya ke sandaran kursi taman dan menatap lurus kedepan, memandang kendaraan-kendaraan yang melewati jalan di depan taman itu.

"ga mendadak sih... Sejak ujian nasional kemaren, papa udah ngasih tau..." ucap tian pelan tanpa memandang ify. Ify menatap sendu tian, lalu menunduk sedih. Dirinya tau, ia tak bisa mengingari kesedihan yang mendatangi hatinya sekarang. Sedari kecil, mereka sudah bersahabat. Dulu ify tinggal di dekat rumah tian sebelum menempati rumahnya yang sekarang. Dan, septian memang yang menjadi temannya sekarang. Apalagi sejak ify pindah rumah di sebuah komplek perumahan yang cukup elit, yang setiap penghuni rumahnya jarang sekali berinteraksi dengan tetangganya karena kesibukan masing-masing. Dan ify tak bisa memungkiri, sampai saat itu hanya tian yang dekat dengannya, yang selalu ada untuknya.

Tian kembali menatap ify dan menyadari akan kemurungan sahabatnya itu. Sambil tersenyum jail, tian langsung mengacak-ngacak rambut ify yang masih menunduk disampingnya.

"eh, mukanya jangan sedih gitu donk.. Jadi ngerasa makin berat gue ninggalin elo..." goda tian. Ify tak menjawab. Dia tetap saja menunduk. Hatinya sekarang benar-benar tak siap kalau harus kehilangan seorang sahabat yang begitu dekat seperti septian.

"gue tau kok, loe ga bisa nyari temen sendiri kalo ga ada gue.. Hehe...." goda tian lagi. Mendengar godaan tian itu, ify langsung mendorong pelan bahu tian.

"ah, tian apaan sih... Emang gue sekuper apa sih..." sewot ify.

"eh, gue serius... Emang loe punya temen deket selain gue?"

"punya..."

"siapa??"

Ify terdiam. Septian memang benar. Dirinya dari kecil memang tak gampang akrab dengan orang. Dia memang berteman dengan banyak orang di sekolahnya. Tapi itu hanya sebatas teman sekolah. Bukan seorang teman dekat, seorang sahabat seperti tian yang selalu ada untuknya.

"haha.. Gue tuh udah kenal loe dari kecil fy.. Loe tuh orangnya ga gampang bergaul sama orang..." kata tian sambil kembali mengacak-ngacak rambut ify. Ify hanya diam, lalu balas memandang tian dengan wajah sendunya.

"salah ya gue kalo gitu?" ucap ify kemudian. Tawa tian sesaat terhenti. Dirinya memandang ify begitu dalam, seakan-akan ingin lebih menelisik isi hati gadis di dekatnya itu. Tapi tak lama kemudian, dia kembali tertawa kecil.

"hehe.. Ga sih... Semua orang kan punya karakter masing-masing. Dan sifat loe itu ga bisa disalahin sama sekali... Loe berhak mutusin apa yang buat loe ngerasa nyaman atau nggak..." ucap tian. Ify hanya membalas dengan senyum tipisnya, lalu kembali menunduk.

"tapi walau loe gitu, gue bersyukur bisa temenan sama loe fy... Karena gue tau, sekali loe sudah akrab sama orang, gue tau loe bakal jadi teman yang sangat setia... Itu yang gue suka dari loe fy...." ucap tian kemudian dengan tulus. Ify melirik ke arah Tian yang kini tengah memandangnya dengan tatapan lembutnya. Dari wajahnya, ify tau, itu ungkapan dari hati seorang sahabatnya. Dan dia senang tian selama ini menganggapnya seperti itu. Dan dirinya detik itu juga tau, dirinya tak salah menganggap tian sebagai sahabat terbaiknya.

"loe baik-baik ya disini.. Sori gue ga bisa nepatin janji gue buat bareng-bareng loe lagi di SMP... Loe pasti bisa nemuin temen yang jauh lebih baik dari gue..."

---------------- misst3ri -----------------

Dua bulan kemudian....

"bangku di samping loe kosong?"

Ify yang sedari tadi diam melamun sendiri, terkejap sesaat. Dia menoleh kesampingnya, dan menjumpai sesosok gadis berparas manis yang sedang tersenyum ke arahnya. Ify membalas senyum itu agak canggung.

"eh..iy.. Iya kosong.. Duduk aja..." sahut ify

"hai... Nama loe siapa?" tanya gadis itu sambil meletakkan tasnya di meja.

"eh.. Gue alyssa... Panggil aja ify..." sahut ify.

"gue sivia... Loe bisa panggil gue via... Salam kenal ya..." tutur sivia.

"iya.. Salam kenal..."

"fiuh.. Syukur gue masih bisa dapet temen sebangku sama loe.. Coba kaya temen gue sila di kelas sebelah. Duduk sendirian dia gara-gara telat datang. Dibelakang pula, di padang cowo berandalan itu..." cerocos sivia sambil duduk dan memasukan tasnya ke dalam laci meja.

"berandalan?"

"iya berandalan... Cowo-cowo ga bisa jaga mulut.. Syukur gue ga harus sekelas lagi sama mereka di SMP! Harusnya sila minta sama papanya biar bisa pindah kelas..." cerocos via. Ify mengerutkan keningnya sedikit.

"iya... papanya kan salah satu pengurus yayasan sekolah ini.. Eh, malah dapet kelas yang gak banget gitu..." sahut via. Kemudian via terus bercerita tentang sila, dan dirinya. Ify hanya diam mendengarkan sambil sesekali mengangguk-angguk atau merespon dengan gumaman.

"eh, loe diem aja dari tadi... Loe cerita tentang loe donk... Sebagai teman baru harus bisa saling terbuka untuk bisa saling kenal... Kita sekarang temenkan?" tegur via yang melihat kebisuan ify sedari tadi itu. Via menatapnya dengan tatapan penuh keterbukaan. Ify hanya balas tersenyum tipis. Sesaat dirinya ingat kata-kata tian dulu. Dirinya harus bisa membuka diri. Dirinya pasti bisa mendapat seorang sahabat lagi, seperti dirinya bersama septian dulu. Dan saat melihat tangan terbuka sivia akan dirinya, mengapa tak dicoba?

------------------misst3ri----------------

Sejak saat itu dirinya mulai merangkai cerita masa remajanya bersama sivia, dan tentu saja sila, teman kecil sivia. Dan mulai saat itu juga dirinya mulai menempatkan via dan sila sebagai sahabat di hatinya. Dan dirinya mulai memasuki gaya pergaulan sila dan sivia, yang akhirnya tanpa bisa mengelak, dirinya ikut terseret akan satu hal sebagai akibat atas cerita lama pergaulan sahabat-sahabat baru mereka.

------------------misst3ri------------------

Pada suatu hari...

"fy... Buruan ikut gue!" kata via sambil buru-buru menarik tangan ify. Ify pun segera memacu langkahnya mengikuti via yang terus menariknya dengan tergesa-gesak.

"kenapa vi?" tanya ify. Via tak menjawab dan terus menariknya. Hingga mereka sampai di gedung olahraga indoor sekolah. Disana tampak sepi. hanya terlihat sila sedang terisak di pinggir lapangan dan ada pak mahmud, penjaga sekolah di sampingnya. Via dan ify segera menghampirinya, lalu memeluk sahabatnya yang tampak terguncang itu.

"eh, neng via, neng ify... Syukur deh cepet datang, bapak udah bingung sendiri nih liat neng sila habis kekunci didalam gudang langsung nangis..."

"kok bisa kekunci di gudang?" tanya ify.

"ga tau neng... Tadi bapak kebetulan lewat sini, trus denger ada yang nangis di dalam.. Eh tau tau ada neng sila didalem..."

"makasih ya pak udah nolongin sila..." ucap via.

"iya neng. Bapak balik kerja lagi ya..." sahut pak mahmud, kemudian segera berlalu meninggalkan.

"sila... Loe udah gak papa?" tegur ify sambil mengusap punggung sila lembut untuk menenangkannya.

"loe kok bisa terkurung sih sil? siapa yang ngurung loe?" tanya via. Tapi belum sempet sila menjawab, jawaban sudah datang sendirinya tanpa diminta. Tiba-tiba dari pintu masuk ruang olahraga, menyembul 4 wajah jail yang sudah mereka kenal. Iel, cakka, riko dan sion.

"ohh.. Udah lepas toh harimaunya..." celetuk iel dengan santainya.

"harimau ompong tapi yel ya... Di lemparin cicak langsung nangis.. Hahhaha..." sahut sion.

"nangis puas-puas sana..." ledekan mereka lagi, lalu mereka berlalu meninggalkan ruang olahraga. Tapi sesaat sebelum pergi mengikuti teman-temannya, iel sempat berhenti, dan kembali berujar.

"oiya.. Kalo loe ngerasa bukan pecundang, ga usah pake ngadu sama guru... Itu balasan gue atas kelakuan loe yang udah berani ngaduin gue kerja sama pas ulangan tadi, sampai kita dihukum... Kalo loe ga rela, ga usah bawa-bawa guru! Inget loe!" teriak iel tajam sebelum berlalu.

Sila hanya memandang iel dkk dengan sorot mata penuh dendam. Kini tak ada lagi air mata yang mengalir dari kedua bola matanya. Yang tersisa hanya sorot penuh kebencian.

"gue udah eneg biarin mereka! gue ga bakal pernah maafin mereka!" bisik sila dalam "kalau mereka ginian loe, lebih baik aduin guru aja sil..." usul ify

"gak... Kalau gue ngadu ke guru, mereka bakal lebih mandang rendah gue... gue ga mau diremehin kaya gini lagi..." bantah sila. Via dan ify hanya saling pandang.

"Gue bertekad, mulai saat ini gue bakal pernah baik-baikin sembarang orang lagi! Biar ga ada lagi yang bisa ngelunjak! Biar semua ga ada lagi yang mandang remeh gue! Gue janji... Loe berdua dukung apa kata gue kan?" kata sila lagi dengan berapi-api. Via dan ify saling pandang. Terdiam sesaat, lalu menatap sila yang menatap mereka dengan sorot mata tajamnya itu. Dan tanpa mereka sadari, entah terdorong oleh apa, tanpa mereka sadari mereka telah mengangguk pelan dan menyatakan kesepakatan mereka atas komitmen sila itu.

------------------misst3ri-----------------

Karena tekat itu. Sila telah menancapkan janji itu dalam-dalam di hatinya. Sila menganggap bersikap dingin kepada semua orang satu-satunya cara agar semua orang menghormatinya. Dan dirinya, juga sahabat-sahabatnya, mulai detik itu mulai bertindak dingin seperti itu. Tapi karena hal ini, tanpa bisa dielakkan, perperangan malah semakin tersulut karnanya. Tanpa mereka sadari, hal itu membuat mereka telah membuat jarak dan pandangan negatif dari sebagian orang. Terutama bagi iel dkk. Orang yang paling menentang itu semua. Dan itu bertahan, terus menerus, bertahan sampai bertahun-tahun kemudian, membuat memori itu, melekat sangat kuat di benak dan hati ify.

Sebenarnya, dalam hati kecilnya yang terdalam, tak sedikitpun ify pernah mau mempunyai lawan seperti mereka kepada iel dkk. Hati kecilnya tau, dia ingin semua damai. Tapi, apa yang tlah terjadi? Selama ini dia dengan mudahnya, mengikuti saja apa yang diinginkan sahabat-sahabatnya itu. Dirinya ingin sahabat-sahabatnya tau, dia akan setia berada di pihak mereka. Tapi sesungguhnya, tanpa sadar, dia telah mendustai hatinya sendiri. Dan permusuhan itu, dia lekatkan kuat di hari-harinya. Karena atas dasar care terhadap sebuah persahabatan. Atas dasar hal yang sering di tekankan sila kepada mereka, 'sikap solider' dari seorang sahabat yang harus lakukan. Dan atas dasar itu juga dia mempertahankan itu semua...

Dan begitulah selanjutnya kehidupan persahabatan antara sila, via dan ify berjalan, sampai suatu hari ketika kehidupan mereka sebagai anak SMP telah berjalan sekian bulan...

---------------------misst3ri--------------------

"eh, tian??!"

Ify tampak kaget melihat sahabat kecilnya, Tian sedang berada di depan gerbang sekolahnya. Tian mendengar namanya disapa, seketika menoleh dan melempar senyum pada ify. Dia lalu segera mendekat. Ify terdiam di tempatnya, sedikit terpana melihat sahabatnya itu tiba-tiba ada di sana. Dia tampak sedikit berubah. Sedikit jauh lebih tinggi dan lebih berisi dibandingkan saat mereka terakhir kali bertemu hampir setahun yang lalu.

"hei fy.. Pa kabar loe?" ucap tian saat sudah tepat berada di depannya.

"baik.. Loe kok bisa ada disini?" tanya ify, masih dengan memandang tian lekat.

"kan gue ga bisa jauh-jauh dari loe... Ga asyik hidup gue ga bisa ngejahilin loe lagi.... Haha...."

"ah, serius ah! Ditanyaan baik-baik juga..."

"minggu lalu rumah kakek di surabaya kebakaran fy... Semuanya habis... Dan akhirnya, kakek mau tinggal sama-sama kita di Jakarta. Jadi gue setelah jadi cucu kesayangan tapi jauh dari orang tua selama berbulan-bulan, sekarang gue ga perlu tinggal Surabaya lagi... Dan gue sekarang tinggal dan sekolah disini, bareng loe lagi... Senang kan loe?" papar tian panjang lebar. Senyum ify langung merekah mendengar kabar gembira itu. Tapi belum sempat dia menyahuti tian, tiba-tiba seseorang menegurnya.

"eh, dia siapa fy?" tegur seseorang. Ify berbalik dan menjumpai via dan sila telah berdiri di belakangnya sambil menatap dirinya dan tian dengan pandangan menyelidik.

"oh.. Anu.. Dia..."

"kenalin.. Gue Septian. Temennya ify dari kecil.. Mulai besok gue sekolah disini..." potong tian sebelum ify sempat mengenalkannya lebih jauh kepada via dan sila.

"ohh..." sahut via sila pendek. Sila via tampak meneliti septian dari ujung kaki hingga ke ujung kepala, apakah salah satu anggota species cowo ini cukup layak untuk dipercaya.

"eh, gue duluan ya.. Udah di jemput tuh..." kata tian kemudian. Lalu tian segera berlalu dengan mobil fortunernya itu.

"oke juga temen loe fy... Coba aja cowo-cowo di sekolah kita sesopan dia, bakal tenang hidup gue! Ga kaya kunyuk-kunyuk itu tuh.. Cih.. najis..." kata sila sambil melirik iel dkk yang baru saja melewati mereka.

-----------------misst3ri----------------

Dan sejak saat itulah, Tian sahabat kecilnya itu telah kembali mengisi kehidupan ify, disamping keberadaan via dan sila tentunya. Dan dengan keberadaan via dan sila juga sekarang, tentu banyak perubahan di diri ify sekarang. Termasuk tentang tingkah mereka ketika berhadapan dengan iel dkk. Perang yang sebenarnya pada awalnya, tak membuat Tian nyaman dengan pergaulan ify sekarang...

----------------misst3ri-----------------

"fy.. Kesambet apaan sih loe? Kok bisa betah temenan sama mereka?" kata tian saat mereka pulang sekolah bersama. Hari itu hari pertama tian sekolah disana, dan untuk pertama kali juga tian tau secara langsung, kepergaulan seperti apa sahabatnya itu kini berada. Sebuah pergaulan yang sebenarnya ga disangka-sangka tian.

"kesambet gimana?" sahut ify enteng.

"betah loe ya, kumpul sama orang yang doyan cari ribut kaya mereka?" kata tian tajam. Ify menoleh ke tian dengan sedikit mengeryitkan keningnya.

"kita ga cari ribut yan.. Anak-anak itu aja yang dari pertama kenal udah selalu cari masalah sama kita-kita.. Loe sendiri juga ikutan emosi juga kan tadi?" kata ify

"iya sih gue tadi ga sadar jadi ikutan marah-marah juga.. Tapi... Ah, kenapa loe harus terlibat dengan keadaan ga enak gini sih? Kalian tuh sama temen-temen yang lain udah kaya ngasih jarak tau ga?!" sahut tian

"gue ga ngasih jarak..."

"tapi loe selalu ngikutin apa kata mereka.. Dan mereka pelan-pelan ngiring loe ikutan kaya mereka juga fy! Sadar ga sih loe?" desak tian sambil mandang tajam mata ify. Ify tau, septian sedang mengutarakan ketidaksukaannya pada teman-teman barunya. Tapi mereka sudah ify anggap teman baik buat ify, dan tak ada alasan untuk menjauhi mereka.

"please yan... Mereka temen gue, dari pertama kali masuk SMP ini, cuma mereka temen gue.. Loe ngertiin mereka dikit dong... Ga semua orang bisa selalu bersikap seperti kehendak kita kan? Kata loe sendiri, semua punya karakter masing-masing kan? Apa itu salah?" lirih ify. Sorot tajam mata tian meredup mendengar kata-kata ify itu. Kini dia memandang lembut ify.

"gue cuma ga mau loe berubah fy..." lirih tian.

"gue tetap ify yang dulu... Kalo loe ga mau temenan sama mereka itu hak loe yan, tapi please jangan minta gue ngejauhin mereka..." sahut ify.

Tian mengernyitkan keningnya. Dia sebenarnya masih ga bisa menerima kepasrahan ify itu. Tapi dia tau karakter ify yang kan setia ketika dia telah menganggap seseorang sahabat. Dia tak ingin sahabatnya itu sampai sangat terlalu terpengaruh. Dan dia merasa harus tetap menemani dan mengikuti jalan pikiran ify untuk bisa terus merangkul sahabatnya itu. Dan sepertinya hanya dengan menerima teman-temannya ify sekarang dirinya bisa tetap berada di sisi sahabatnya itu.

"oke fy... Sori... Gue ngerti maksud loe... Gue bakal ngikutin apa kata loe..." kata tian akhirnya sambil tersenyum hangat ke ify.

----------------------- flash back and ------------------

Dan, sejak itulah tian juga mau bergaul dengan via dan sila, sampai akhirnya mengikuti segala hal apa saja yang secara gak langsung ditetapkan sila sebagai komitmen persahabatan mereka. Tian memang selama ini sering ngotot-ngototan dengan sila masalah komitmen untuk terus mempertahankan sikap tinggi mereka di depan semua teman-teman mereka. Tapi toh, dia tetap bertahan. Karena satu hal. Sahabat kecilnya. Dan ify, hal itu juga terus dipertahankannya, sampai akhirnya, dia mulai mencoba melanggar batas yang telah dipatok sahabat-sahabatnya satu bulan yang lalu, ketika ify mulai mengikuti apa yang dia sebut hati nurani.

Dan kini, ketika dia mengikuti apa kata hatinya, ternyata dia harus mau menelan pil pahit. Dia harus menerima kenyataan bahwa sebuah persahabatan yang selama ini sangat dia jaga, sekarang telah hancur. Harus rela dia korbankan. Apa segala hal itu memang selalu ada akibatnya yang harus siap ditanggung? Sebagai sebuah harga yang harus dibayar akan sebuah satu pengorbanan untuk sebuah pilihan? Apa dia bisa merubah itu semua? Apa dia masih bisa bertahan untuk melawan kenyataan itu?

Jika diberi satu permintaan, hanya ada satu pintanya sekarang... Sebuah perdamaian antara seluruh teman-teman yang ada di hatinya itu... Perdamaian. Hanya itu keinginannya.

'Apa masih ada kesempatan kedua buatku?' benak ify.

Pertanyaan itu berulang kali bergaung di benak ify. Perlahan tangannya meraih HP yang sedari tadi tergolek di sampingnya itu. Sesaat dia tertengun, memandang kosong ke arah layar ponselnya itu. Dan dengan berjuta perasaan yang masih bergejolak itu, ia memantabkan hatinya, lalu menuliskan sebuah pesan singkat di layar ponselnya itu. Sebuah pesan yang begitu ingin ia sampaikan pada sahabat-sahabatnya itu. Dan setelah menemukan sebuah keyakinan di hatinya, dia lalu dengan mantab menekan tombol send. Dan pesan singkat itu dengan hitungan detik, telah terkirim kepada 3 sahabatnya, Via,Sila dan Tian

----------------misst3ri---------------

Kursor itu bergerak lincah di layar laptop itu. Bergerak bebas, sebebas kehendak sang menggerak mouse itu. Selang beberapa menit kemudian, muncul di layar laptop itu sebuah tulisan besar. GAME OVER. Gadis itu mendengus kesal dan menghempaskan mouse di tangannya dengan kasar. Pikiran yang berkecamuk, dan emosi yang menggebu-gebu, benar-benar membuat otaknya menciut. Bahkan untuk menaklukkan sebuah game yang biasanya dia taklukan dengan mudah, kini selalu saja berujung dengan kekalahan dirinya. Persis apa yang sedang dia rasakan sekarang. Terkalahkan. Dan dia tak rela akan sebuah perasaan dan kenyataan itu. Dia telah gagal mendapatkan apa yang dia harapkan selama ini.

Matanya menatap pigura yang terpajang di sampingnya. Sekilas lalu dia menatap game yang masih muncul di layar laptopnya. Dia mendesis, dan dengan emosi dia menutup game itu. Lalu dia meraih pigura disampingnya itu dan lemparnya itu ke sudut kamarnya.

Biasanya game yang sebelumnya ia mainkan itu, selalu berhasil membuatnya rilek. Tapi dia lupa, seseorang yang telah membuah hatinya hancur berkeping-keping itu yang sering kali menemaninya bermain game itu. Dan ini tak bakal mampu meredam kekesalannya, bahkan sekarang setelah ingat akan kenyataan itu, kekesalannya semakin membesar. Dia perlu hal lain yang mempu mengalihkan itu semua. Dia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, dan menerawangkan matanya ke arah langit-langit kamar. Berharap langit-langit kamar mampu memberikan solusi atas permasalahan hatinya. Setelah mencoba merenung beberapa saat, pikirannya menemukan satu titik terang yang mungkin mampu memperingan kegundahan hatinya. Bukan sesuatu hal yang ia perlukan sekarang, tapi seseorang. Ya, seseorang yang bisa membuat hatinya lebih baik. Dan dirinya tau dimana orang itu dapat ia temukan.

Kemudian dengan gesit dia tegakkan kembali tubuhnya, dan kembali menghadapi layar laptopnya. Dan dalam hitungan detik, kini tangannya sudah mulai kembali dengan lincah menggeser-geser mouse untuk mengarahkan kursor di layar latopnya. Dan dia mulai menjeljahi dunia mayanya, mencari seseorang yang akhir-akhir ini selalu ada menemaninya. Setia memberikan semangat dan pencerahan untuknya. Setelah beberapa saat dia menjelajahi dunia mayanya itu, bibirnya menyunggingkan sedikit senyuman. Orang yang dia cari telah memunculkan keberadaannya.

--------------------misst3ri------------------

Putri_Pink (PP): Severus!! Gw kesel..!!!!!! :(

Half_Blood_Prince (HBP): napa my princess??? Baru nyapa udah ngomel...

PP: gw benci! Ternyata gw udah salah percaya org!!

HBP: tuh kan, ngomel ga jelas lg... Jelasin satu2 donk... Emg gw peramal?? Siapa yg bikin my princess kesel??

PP: itu temen gw! Padahal dia tau gw suka sama tuh cowo, tp ternyata dia di belakang gw dah pacaran sama tuh cowo! Dasar bermuka dua!

HBP: muka dua?? Ky alien donk?? Wkwkwk...

PP: lebih jelek dr pd alien!!

HBP: temen loe yg mana sih? Orang pertama yg tau masalah hati lo itu ya??

PP: iya! Siapa lg?? Kan cuma dia sama loe yg tau ttg ini!!

HBP: loe yakin dia pacaran sama pangeran kodok lo tuh?

PP: gw udah liat fotonya sendiri! Td ada yg majang foto mrk di mading...

HBP: loe udah denger penjelasan dari dia?

PP: ngapain dengerin tukang bohong ky dia! Buang2 waktu!

HBP: seharusnya loe ga bisa ky gitu donk.. Biar bgmn pun, dia itu sahabat loe...

PP: sahabat apaan nusuk temen dr belakang gitu?!!!

HBP: ttp aja kan, lo hrs dengar penjelasan dia..

PP: severus!! Dr td belain dia mulu??!!

HBP: gw ga belain dia, tp gw cuma ngerasa itu ga adil buat temen lo... Lo ngehakimin dia tanpa ada kesempatan buat membela diri.. Itu ga adil my princess....

-----------misst3ri-------------

Sivia sedikit terhenyak membaca kata-kata severus itu. Air matanya sudah mulai sedikit merembes keluar dari sudut matanya sedari tadi. Tak tertahankan, bagai emosinya yang turut mendesak keras di hatinya minta di keluarkan. Dia menghapus air mata yang mengalir itu, lalu segera menuliskan balasannya ke severus.

------------misst3ri-----------

PP: apa ini jg adil buat gw??

HBP: gw tau loe merasa terhianati... Tp blm tentukan temen loe itu benar2 ngehianatin lo? Loe ga bisa lgsg nge-judge sesuatu yg blm jelas

PP: dia temen yg paling bisa gw percaya.. Tp skrg dia khianatin gw.. Gw sakit bgt severus... Gw benar2 ga bisa maafin dia skrg...

HBP: gw ngerti perasaan lo... tp jgn biarin hati loe kotori dg dendam...

HBP: kl loe ngerasa ga mampu, biarkan gw bantu loe buat bikin hati lo menemukan kedamaian lg...

-----------misst3ri-----------

Sivia kembali terhenyak. Kenapa seorang severus yang dia tak tahu berapa jauh jarak mereka, tapi terasa begitu dekat di hatinya. Kenapa sebait untaian kata sederhana itu begitu meresap di hatinya sekarang. Entahlah. Sivia tak mengerti dengan gemuruh perasaan yang meliputi hatinya sekarang. Sivia seketika jadi merasa begitu diperhatikan, begitu merasa dimengerti. Bagaikan ada setetes embun yang menetes di hatinya. Setetes embun, yang begitu murni, begitu tulus, yang membuat hatinya merasakan kesejukan layaknya kesejukan dikala pagi hari. Tiba-tiba hatinya merasa jauh lebih baik.

------------misst3ri-----------

HBP: princess... Kok diem? Jgn2 nangis ya? Aduh.. Cup.. Cup... Abang beliin permen ya?? Atau abang panggilin topeng monyet biar bisa ketawa lg?

HBP: princess.... Severus salah ngomong ya??

PP: ga kok... thx sev buat pengertian loe... Gw benar2 ga tau mau curhat sama siapa lg...

HBP: gw siap kok nemenin lo... andai gw bisa hapusin air mata lo skrg, gw bakal lakuin itu... Andai gw bisa nemenin loe, gw pasti mau ada di samping loe buat nguatin loe..

PP: andai aja lo benar2 nyata buat gw....

HBP: maksudnya?? Loe kira gw makluk gaib? Kl gitu, jd Hantu apa jin ya enaknya gw?? hehe....

PP: hehe... Gak.. Maksudnya lo kan cuma ada di dunia maya gw doank....

HBP: kl lo mau gw ada di dunia nyata loe, gw mau kok...

------------misst3ri------------

Sivia sedikit tersentak kaget membaca tulisan severus itu. Apa dia ga salah baca? Severus yang selama ini selalu menyembunyikan identitasnya mau buka jati dirinya? Tiba-tiba hati sivia agak berdebar mengetahui bahwa dia bisa bertemu dengan sang penghiburnya itu.

--------------misst3ri-------------

PP: are sure?

HBP: mau ga?

PP: mau.. Mau... Kapan?

HBP: kl gitu gmn kl kita sabtu besok ketemuan?

PP: oke... dmn??

HBP: gmn kl di Master cafe di XXMall??

PP: oke... Tukeran nope donk... No gw 082624444100

HBP: oke... Ntar gw SMS... :)

PP: sip.. Eh, gw off ya... Ada panggilan bos perut nih... Bye severus....

HBP: wkwkwk... Udah sono cepet, ntar bocor lho... Hehe... Bye my princes...

---------------misst3ri---------------

Sivia tak sempat lagi membaca balasan terakhir severus itu. Kerena perintah bos perut yang menitahkan untuk buang sampah segera, dia langsung ngacir ke WC. Setelah memberekan segala titah perutnya itu, sivia keluar WC dengan wajah lega. Selega hatinya yang sudah mulai membaik setelah diterapi sang Half Blood Princes dunia mayanya itu. Bahkan tampaknya, dia sesaat sempat melupakan masalahnya dengan ify maupun perasannya kepada iel. Saat dia kembali ke kamarnya, bersamaan juga terdengar dering HPnya berbunyi, menandakan ada SMS masuk.

----------misst3ri-----------

From: 081632532500

Princess.... :)

Severus disini... :D

Di save ya....

--------------------

Sivia tersenyum. Lalu tangannya dengan cekatan menyimpan no itu. Severus_prince. Itulah nama yang dia tuliskan untuk severus di HPnya. Baru saja dia mau meletakkan HPnya, tiba-tiba HPnya kembali berbunyi.

-------------------

From: Severus_prince

Princess... Udah tenang blm? Kl blm lo istirahat ya... Tenangin diri lo.... Pikirin baik2 kata2 gw td.. Ga adil kl loe ga ngasih temen loe kesempatan buat ngejelasin segalanya... Good night my princess... :)

----------------------

Membaca SMS kedua dari severus itu, seketika mau tak mau, sivia harus kembali terbayang kenyataan pahit yang dia alami siang sebelumnya. Selang tak berapa lama kemudian, dia kembali mendapat SMS yang membuat hatinya semakin bergejolak.

------------misst3ri---------------

From: Ify_Best Friend

Sahabat adlh anugrah Tuhan utk hati tiap insannya. Persahabatan itu ibarat sebuah JANJI.. Tak cukup hanya diikrarkan oleh lisan, tak cukup hanya diukir dlm tulisan... Dia adlh ketulusan dan kesetiaan yg tak akan terpisahkan oleh jarak dan waktu...

Gw ga sekalipun berniat ngehianatin sahabat gw sendiri.. Tp, Maaf kl gw udah nyakitin kalian yang udah gw anggap sahabat terbaik gw... Gw cuma ingin terus merangkai indahnya persahabatan itu... Jgn hapus itu dari memori mu... Smp kpn pun, gw bakal terus nganggap kalian sahabat... I promise you, always and forever....

---------misst3ri--------

Sivia sesaat terhenyak membaca SMS ify itu. Perlahan dirinya terduduk lemah di pinggir tempat tidurnya, dengan pandangan tak lepas dari layar HPnya. Isi SMS itu berulang kali terekam dalam sorotan matanya, dan merasuki pikirannya. SMS itu semakin membuatnya dirinya tak mengerti, kemana sebenarnya hatinya harus berpihak. Mengikuti hasrat dan ego di hatinya, atau menerima kembali sebuah ketulusan dan memaafkan sebuah luka yang telah ditorehkan dari seorang yang selama bertahun-tahun ini sudah ia anggap sahabat...

-------------------BERSAMBUNG (3am)----------------------
0 komentar