PROMISE - Part 35: Diantara Kawan dan Lawan
---------------misst3ri--------------
Tap... Tap… Tap.... Tap….
Terdengar suara derap langkah yang diburu sepanjang lorong itu. Sebenarnya, bel baru saja berbunyi, dan masih ada sebagian anak yang belum memasuki kelas. Tapi iel, anak yang tengah memacu langkahnya itu, tetap dengan cepat berjalan menelusuri lorong sekolah itu. Gara-gara mamanya yang terlalu mewanti-wanti dirinya saat pagi tadi, ia jadi agak kesiangan berangkat ke sekolah. Dan kini ia terpaksa datang ke sekolah dalam waktu mepet, dan memaksa dirinya harus memacu langkahnya segera.
Saking terburu-burunya, ia tak lagi memperdulikan sekitarnya. Bahkan pandangan-pandangan aneh dari sebagian anak kepadanya saat dia melintasi kelas-kelas, tak sedikitpun ia sadari. Pikirannya hanya terpokus pada satu tujuan. Ia harus mencapai kelasnya segera. Bukan hanya karena jam pertama pagi itu diisi pelajaran dari pak duta yang terkenal dengan kedisplinannya itu, tapi juga karena satu hal. Ia ingin segera menjumpai wajah yang mungkin telah dia buat kesal karena janji mereka berdua berkali-kali tertunda karenanya. Dan mungkin hanya dengan melihat senyumnya lah, hati iel sekarang bisa lebih tenang, memastikan bahwa gadis itu tak kesal, apalagi marah akan keingkar janjian dirinya selama 2 hari itu.
Sesampainya ia di depan kelasnya, iel segera masuk sambil mengucapkan salamnya, dan tentu dengan senyumnya yang merekah begitu cerah, secerah mentari pagi hari itu.
"pagi..." sapa iel saat baru memasuki kelasnya. Dan matanya langsung menyorot deretan bangku depan. Hatinya sedikit mencelecos kecewa, dia tak dapat menjumpai sosok itu sekarang. Alih-alih melihat keberadaan ify, iel malah menjumpai suasana agak berbeda sekarang. Seketika, sesaat setelah dirinya mengucapkan salam, keadaan kelasnya tiba-tiba agak hening. Padahal sebelumnya, kelas dipenuhi hingar bingar suara anak-anak yang masih mengobrol satu sama lain. Tapi kini, pandangan hampir seluruh penghuni kelas tertuju padanya.
Iel balas menatap dengan pandangan heran. Keningnya sedikit mengernyit. Lalu ia memperhatikan pakaiannya. 'apa ada yang aneh sama gua ya?' benak iel sambil terus memperhatikan pakaiannya. Tapi keheningan itu terpecahkan akan sebuah suara.
"ohh... Berani datang bareng sekarang... Bagus!"
Iel mengangkat wajahnya, dan menatap lurus sumber suara sinis itu. Itu suara sila. Iel jadi semakin mengernyitkan keningnya. 'Bareng? Apaan yang bareng?' benak iel. Tapi ia sadar, pandangan anak-anak tidak mengarah padanya sekarang, tapi pada seseorang yang tepat ada di belakangnya. Perlahan iel menoleh ke belakangnya. Sudah ada ify di belakangnya, berdiri diam tepaku disana.
Sesaat iel dan ify saling pandang. Iel agak sedikit terperangah melihat ify. Wajahnya begitu sendu, dan kantung matanya tampak sedikit cekung, semakin memepertegas garis letih di wajah itu. Dan sinar mata itu. Sinar mata itu memang tak semerlang biasanya. Bahkan cenderung redup, seakan diselimuti kabut yang begitu kelam. Tapi mata itu kini menatapnya tajam, seakan menusuk tajam, menghujam ke arahnya. 'ada apa di balik tatapan tajam ini?' benak iel. Sesaat hati iel merasa.... terasingkan?
Sesaat kemudian, Ify membuang pandangannya, lalu segera melewati iel dan melangkah menuju bangkunya. Iel yang tetap terdiam di pijakannya, hanya sanggup menatap, mengekor langkah gadis itu. 'ada apa dengan dia?' iel benar-benar tak mengerti dengan keadaan yang tengah terjadi di depanya itu. Keheranan iel semakin menjadi-jadi saat mendengar ucapan sinis sila saat ify memandang sila saat melewati bangkunya.
"kenapa loe liat-liat gue?! Dasar penghianat!" sinis sila. Ify hanya tertunduk, lalu terus melangkah ke bangkunya tepat dibelakang sila.
"gue janji ga bakal ngehianatin sahabat gue sendiri... Anak SD juga bisa SMS gituan... Sahabat apaan?! Bullshit loe! Sekali penghianat, tetep aja penghianat! Ga bisa di pegang omongannya..." ledek sila lagi tanpa memandang ify. Sivia dan septian yang duduk di dekat sana tak bereaksi apapun, tetap diam bertahan dengan sikap dingin mereka. Ify yang duduk di belakang sila, hanya mampu memandang teman-temannya dengan tatapan terluka, lalu kembali menunduk.
Di depan kelas, Iel yang masih terpaku, masih bisa melihat pergerakan cepat tangan ify yang menghapus kilauan bening di sudut matanya sebelum menenggelamkan dirinya pada buku pelajaran yang telah ia keluarkan dari tasnya itu. 'apa lagi ini??! Apa gue udah ngelewatin sesuatu?' benak iel lagi. Tapi lamunannya seketika tersadarkan saat sebuah tangan menepuk pundaknya. Iel berbalik dan menjumpai pak duta telah berdiri dibelakangnya.
"gabriel! Cepat duduk di kursi kamu kalau kamu masih ingin ikut pelajaran bapak!" perintah pak duta. Iel mengangguk pelan, lalu segera menuruti perintah gurunya itu.
Sepanjang pelajaran pagi itu, pikiran iel benar-benar tak bisa terfokus. Kejadian tadi pagi, benar-benar memenuhi kepalanya. Ia sempat ingin menanyakan hal tersebut pada Riko yang duduk di depannya. Tapi baru ingin memanggil, ia sudah di tegur oleh pak duta yang memang terkenal dengan super disiplinnya itu. Dan alhasil, dari pada dirinya di keluarkan dari kelas beliau dan tak diizinkan ikut pelajaran beliau lagi seumur hidup, iel memilih diam dan menyimpan pertanyaannya itu sampai jam pelajaran berakhir nanti.
Tapi menunggu itu bukanlah hal yang menyenangkan. Waktu terasa begitu lamban bagi iel. Berkali-kali ia melirik jam tangannya. Dia lalu mencoba mencerna buku di hadapannya. Tapi, tetap saja hasil nihil. Pelajaran ga bakal bisa masuk dengan pikiran yang telah menjejali otaknya sekarang. Sekilas iel menatap deretan bangku depan. Dia masih bisa melihat ify tampak tak sesemangat biasanya dalam belajar. Pasti ada apa-apa yang telah terjadi dengan ify. Tapi apa?
Setelah penantian panjang iel, akhirnya waktu tlah mencapai penghujung, dan diakhiri bersamaan dering bel yang berbunyi nyaring memecah keheningan kelas.
"baik anak-anak... Pembahasan kita hari ini cukup sampai disini. PR buat di rumah, kalian kerjakan soal latihan halaman 168, no. 1-10. Pertemuan berikutnya dikumpul. Jelas semuanya?"
"jelas pak..." koor anak-anak
"baik.. Kalau begitu, saya sudahi sampai disini. Wassallamu'alaikum..." pamit pak duta.
"wa'alaikumsalam..." sahut anak-anak.
Dan selang beberapa detik setelah pak duta berlalu dari balik pintu, keributan anak-anak mulai pecah. Semua gembira menyambut jam istirahat.
"ayo cakk, gue laper!! Kita ke kantin cepetan!!" ajak sion.
"iya.. Iya... Ga sabar banget loe..." sahut cakka, "Ko, yel, ikut ga?" tanya cakka kemudian kearah riko dan iel.
"eh, ntar deh kita nyusul" sahut riko. Dia sengaja menolak, karena dia memang telah ditahan iel. Cakka mengangguk paham, lalu berlalu dengan sion yang telah lebih dulu keluar kelas. Setelah kelas agak sepi, riko mendekati iel yang telah duduk dengan gelisah di bangkunya.
"ko, ada kejadian apa sih kemaren?? Kok dari tadi pagi... temen-temen pada ngeliatin gue gimana gitu??" tanya iel langsung ketika riko telah berada dalam radius setengah meter darinya.
Tapi, belum sempat riko menjawab, dari bangku depan terdengar pertengkaran keras. "udah deh loe!! Ga usah ngomong lagi sama kita!! Ga tau diri banget loe!" bentak sila.
"tapi, sil.. Dengerin gue... Dengerin temen loe ini..." rayu ify.
"ga usah loe sebut-sebut temen lagi ya! Loe tuh bukan temen kita lagi! Dasar musuh dalam selimut!" bentak sila lagi sambil dorong bahu ify kasar, lalu dia segera menarik via dan tian keluar kelas, dan menjauh. Ify yang tak kuasa menahan tangisnya, kembali terisak, terpuruk di bangkunya. Iel kembali terhenyak melihat adegan itu. Berjuta perasaan seketika langsung menghampiri iel. Dan dengan berjuta perasaan itu, tanpa sadar seakan menggiring kakinya, mendekati gadis yang tengah dirundung kesedihan itu, hanya sekedar agar bisa ikut memikul beban yang nampak begitu berat di pikul gadis itu sekarang. Perlahan tapi pasti, iel mendatangi ify yang menunduk dibangkunya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menutupi tangisan yang tlah pecah itu.
"fy..." tegur iel. Tak ada respon dari ify. Ia tetap saja terisak pelan dibalik telapak tangannya itu.
"fy, loe gak papa kan?" tanya iel pelan sambil menyentuh pundak ify. Ify segera menghapus air mata yang mengalir di pipinya, lalu mendongak, dan menatap tajam iel. Sesaat waktu terasa berhenti di sekitar mereka. Tak ada satu kata pun yang terlontar dari keduanya. Yang ada hanyalah 2 tatapan mata dengan sorotan mata yang berlawanan, antara sorotan mata penuh kehangatan melawan sorotan mata yang begitu dingin. Sorotan yang seakan-akan menggambarkan suasana hati, yang sama-sama ingin ditunjukkan oleh si pemilik mata itu. Tapi, beberapa detik berikutnya, keheningan itu terhenti setelah tangan ify sontak menepis kasar tangan iel yang masih memegang pundaknya, lalu dia mendorong bahu iel agar menyingkir dari hadapannya.
Ify berdiri dari duduknya, dan sesaat kembali menatap mata iel. Iel merasa itu bukanlah pandangan bersahabat yang selalu ify beri padanya. Itu pandangan yang sama saat mereka masih menjadi lawan dulu. Bahkan ini lebih tajam dan mungkin... Jauh lebih terasa menyakitkan dihatinya.
"fy..." tegur iel lagi. Tapi ify langsung membuang pandangannya lalu berlari cepat ke luar kelas tanpa menghiraukan panggilan iel lagi. Iel hanya bisa diam tertengun menyaksikan ini semua, sambil memandang nanar siluet ify yang begitu cepat pergi darinya itu. Riko yang melihat kejadian itu sedari tadi, kemudian mendekati iel lalu menepuk pundaknya. Iel menatap riko dengan segala kebingungannya.
"ko, ada apa sih sebenarnya?!" tanya iel. Riko hanya menghela nafasnya sesaat, lalu menarik iel agar mengikutinya ke arah bangkunya. Sesampainya mereka di bangku riko, Riko lalu ngeluarin sesuatu dari kantong tasnya. Lalu ia menatap iel tajam.
"gue pikir loe pasti ngerti dengan keadaan ini semua kalau loe liat ini... Kemaren, pas gue ke sekolah lagi buat latihan basket, gue nemuin ini di depan kelas kita..." kata riko. Dia menyerahkannya barang itu ke iel. Iel tampak terperangah kaget luar biasa melihat itu semua. Itu adalah foto-foto yang ada di mading.
"Kita semua udah tau hubungan loe dengan ify. Kemaren ada orang yang nempelin foto-foto loe yang lagi berduaan sama ify di mading. Foto-foto ini yel, semua sudah liat ini..." kata riko lagi. Iel tampak tak bisa berkata-kata lagi. Dia begitu syok. Tak sanggup lagi berkata-kata. Dia hanya mampu memandang tak percaya dengan apa yang sedang dia liat itu.
"loe beneran pacaran sama ify??" tanya riko kemudian.
"nggak!! gue cuma..." sahutan iel terhenti sesaat. Ia menatap riko sambil menggigit bibirnya. Ia lalu kembali memandang foto-foto itu, lalu menghembuskan nafas beratnya.
"sebenarnya gue sama ify...." iel lalu menceritakan semua kejadian, mulai dari dia yang memfoto ify saat dia minta maaf sama dayat, tentang perjanjiaannya dengan ify yang sepakat jadi asistennya selama 1 bulan, dsb. Riko diam mendengarkan cerita sahabatnya itu dengan seksama. Dan setelah cerita panjang lebar itu...
"... Dan kemaren adalah hari terakhir gue dan ify terikat janji itu. Harusnya foto-foto ini udah hilang dari muka bumi ini. Tapi gue ga nyangka sama sekali, foto ini bisa.... Arghhh...!!" kata iel sambil mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Ia tampak begitu kesal dengan dirinya sendiri.
"jadi foto ify dengan dayat zahra itu asal mula sumber masalah semua ini? Dan loe manfaatin penyimpangan sikap ify dari gank gaul ini, buat loe bisa kontrol dia?" tanya riko setelah mendengar cerita iel itu.
"iya... Sori gue ga pernah cerita sama kalian soal ini. Gue awalnya cuma mau ngasih pelajaran sama salah satu anak gank gaul... gue cuma pengen bisa ngontrol mereka dari laga sok mereka... Tapi, setelah dekat dan mengenal jauh ify selama sebulan ini.. Dia benar-benar baik... Ify benar-benar gak layak ngalamin kaya gini... Dia terlalu baik buat gue manfaatin..." lirih iel, masih dalam keadaan tertunduk di bangkunya.
"kalau tau bakal jadi kaya gini, gue gak bakal bikin perjanjian ini sama dia... Gue bener-bener gak mau kejadian kaya gini! Ify gak salah apa-apa..." ujar iel lagi. Riko hanya menepuk pundak iel, mencoba menabahkan.
"inikan udah terjadi... Percuma loe nyesal sekarang.. Waktu gak bakal kembali.. Lagian, kalo loe ga bikin janji sama ify, loe ga bakal pernah ngenal sosok dia yang sebenarnya kan?" kata riko. Iel hanya mengangguk, membenarkan ucapan riko tadi.
"gue pikir, yang harus kita pikirin sekarang, gimana caranya biar ify ga kaya gini lagi... Dan siapa yang nyebarin foto itu.. Bukan loe kan yang nyebarin?"
"ya jelas bukan gue lah! Gue tau, ify pasti sekarang marah sama gue gara-gara ngira gue yang nyebarin foto itu. Cuma gue dan ify yang tau tentang ini... Tapi kalau bukan kita berdua, jadi siapa?" sahut iel lagi dengan suaranya yang sudah agak bergetar, karena emosi yang memenuhi dirinya sudah mulai memberontak keras, tak bisa dikendalikan. Iel terus menunduk sambil menenggelamkan wajahnya di balik kedua telapak tangannya. Berusaha menenangkan diri sembari berpikir, mencari jalan keluar atas permasalahan ini. Tiba-tiba, iel menegakkan kepalanya. Iel menatap riko tajam, dan berkata pelan.
"memang cuma gue dan ify yang tau masalah ini... kecuali dia..." lirih iel lagi. Lalu tanpa berbasa-basi lagi, ia segera bangkit dan berlari ke arah luar kelas. Riko yang masih tak mengerti maksud iel tadi, hanya bisa bertanya-tanya sendiri dan segera mengejar iel.
"eh gel... Gimana dengan rencana loe tentang ibu panti??" tanya rahmi pada angel yang duduk di sampingnya. Saat itu, rahmi dan angel tengah duduk santai di depan kelas mereka, sekedar melepas penat dan ketegangan dari aktivitas belajar mereka. Angel yang tampak melamun itu, tak menyahut pertanyaan rahmi itu. Rahmi yang merasa di kacangin langsung nepuk pundak angel.
"gel!" tegur rahmi.
"hah? Apaan?" angel sontak kaget dan tersadar dari lamunannya.
"ah loe gel... Ngelamunin apaan sih? Gue tadi nanya, gimana sama rencana kita tentang masalah bunda? Kapan loe mau cerita?" tanya rahmi agak gemas.
"sori... Tentang itu..ee... Ntar deh gue ceritain sama-sama obiet debo juga nanti ya..." sahut angel seadanya. Rahmi hanya mengangguk paham, dan kembali diam, dengan pikiran mereka masing-masing.
"eh, kok pada bengong sih?" tiba-tiba zahra ikut nimbrung.
"ohh.. Nggak kok ra, angel aja nih, gue ajakin ngobrol, malah dikacangin gue..." sahut rahmi sambil tersenyum manis pada zahra. Lalu zahra duduk di samping angel. Dan dengan pembawaan zahra yang gampang mempercair suasana, obrolan hangat pun dengan mudah mengalir diantara tiga sahabat itu. Tapi, di tengah keasyikan mereka itu, tiba-tiba seseorang melintas di depan mereka. Seseorang yang dari wajahnya yang sembab itu, bisa mereka ketahui, kalau orang itu pasti tengah memiliki masalah yang begitu berat saat ini. Dan melihat itu, Rahmi, angel dan zahra hanya mampu memandang antara rasa heran dan kasian.
"kasian deh ify, dia kayaknya lagi dimusuhin sama teman-temannya sekarang. Dari mukanya keliahatan tampak sedih banget..." lirih zahra sambil memandang lurus tepat ke arah titik sudut dimana beberapa detik yang lalu, punggung ify baru saja menghilang dari pandangan mereka.
"oh iya, pasti itu gara-gara foto kemaren itu ya?? Iya... Kasian dia..." sahut rahmi.
"iya... gue jadi ngerasa bersalah..." lirih zahra lagi. Yang lain tampak kaget, tak mengerti kenapa zahra bisa melontarkan perkataan itu.
"loh? Kok bisa? kenapa??" tanya rahmi heran.
"loe udah liatkan??? Itu foto gue, dayat sama ify. Pasti karena itu temen-temennya marah sama ify" jawab zahra dengan nada sendu.
Waktu yang berjalan beberapa menit kemudian, hanya diisi dengan kebisuan diantara mereka bertiga. Rahmi hanya diam, bersandar pada kursinya. Sedangkan zahra, masih memandang ke arah taman sekolah, dimana sosok ify terakhir kali ia lihat. Matanya benar-benar memancarkan suatu kekhawatiran. Dan angel disampingnya, juga tampak tak kalah khawatir sepertinya. Bahkan tumit kakinya yang berulang kali ia ketukkan ke lantai, dan dari sorot matanya itu, menunjukkan ada kegelisahan yang mendalam dalam diri gadis itu.
"loe kenapa gel?? Kok kayaknya gelisah gitu??" tanya zahra
"oh, gak papa kok... gue cuma jadi ikut sedih dan kepikiran liat ify kaya tadi, pasti dia kesepian sekarang..." sahut angel.
"iya, tadi pagi gue liat mukanya sembab banget, matanya juga bengkak, pasti dia nangis semalaman.. dan kalian tau? Temen-temennya bukannya dengerin penjelasan dia, malah terus-terusan ngebentak dia... Gue ga bisa ngerti, kenapa ify masih aja tampak berusaha deketin teman-temannya, padahal teman-temannya terang-terangan udah ngebuang dia..." sahut zahra
"temen apaan tuh? Lagian apa salahnya sih ify kalau berhubungan sama yang lain?" kata rahmi juga.
"ah, loe mi, kaya ga paham gaya anak-anak gank gaul aja..." sahut zahra.
"kasian banget ify... pasti berat ngadepin masalah sendirian..." lirih rahmi.
"gue jadi makin ga enak nih, kita cari ify yok, pasti dia butuh temen buat cerita" ajak zahra kemudian.
"kalian berdua aja, gue bentar lagi mau ada rapat rohis nih..." kata rahmi kemudian. Zahra dan angel mengangguk, lalu mereka berpisah, rahmi ke ruang rohis, sedangkan zahra dan angel mencari ify.
Setelah berkeliling sekitar taman sekolah, beruntung mereka bisa segera menemuka ify. Di sudut taman sekolah, dibalik pohon besar, zahra melihat ify duduk sendirian disana. Dia sedang bermain-main dengan seekor kucing dipangkuannya. Pelan-pelan zahra dan angel mendekatinya.
Iel memburu langkahnya, sambil terus menyorot tiap sudut sekolah. Riko masih setia mengikuti iel dari belakang. Mereka telah mendatangi lapangan basket, baik yang out door maupun yang indoor. Mereka juga telah menelusuri ruang perpus, detil sampai ke sudut-sudutnya. Mereka juga menjelajah ke kelas-kelas lainnya. Tapi iel tampak belum juga menemukan orang yang di carinya.
"yel... Loe sebenarnya nyari siapa sih?" tanya riko akhirnya. Dia kini hanya berdiri dibelakang iel, menonton iel yang celingukan itu. Cape juga ngikutin iel yang jalan muter-muter ga tentu gitu.
"nyari biang kerok!" jawab iel asal. Sekarang mereka tengah mencari-cari di setiap sudut taman.
"ya siapa?" tanya riko udah agak putus asa nemenin iel. Kini ia dengan santainya jongkok sambil ngeliatin iel yang sibuk celingak-celinguk kemana-mana.
"ah mana lagi tuh si biang narsis?!"
"biang narsis? Sion?" tanya riko.
"siapa lagi?!" sewot iel tanpa meninggalkan aktifitas celinguk-celinguknya.
"lah? Kok nyari sion? Emang ada hubungan apa sama sion? Dia kan di kantin sama cakka..." sahut riko enteng. Yah, mereka memang belum menjelajah sampai kantin, yang kebetulan terletak agak jauh dari kelas mereka, tepat di sudut belakang sekolah. Mendengar jawaban riko tadi, Iel langsung menoleh kepada riko dengan pandangan kesal. Dengan agak emosi, iel langsung mendekati riko dan narik kerah bajunya.
"kenapa ga bilang dari tadi sih loe?!! Kalo tau kan kita ga muter-muter gini dulu!" teriak iel. Riko langsung terkesikap kaget di teriaki iel kaya gitu. Lalu ia langsung mendorong bahu iel.
"WOYY! NYANTAI BRO!! GA USAH PAKE NYOLOT!! Loe juga gak nanya kan??! mana gue tau!!" teriak riko juga. Iel balik kaget di teriakin riko kaya gitu. Ia langsung mundur sambil ngangkat kedua tangannya.
"sori ko... sori..." ucap iel. Riko hanya mendengus kesal, tapi tak membalas kelakuan kasar iel tadi. Iel tersenyum tipis ke arah riko sesaat. Dan riko pun akhirnya membalas senyum itu. Ia tau, sahabatnya itu lagi di selimuti emosi yang sangat memuncak. Jadi ia bisa memaklumi aksi bengal sahabatnya tadi. Sesaat mereka berdua hanya diam dalam keheningan. Tapi, tak lama kemudian, iel kembali teringat akan tujuan awal dia tadi, lalu kembali segera memburu langkahnya.
"ayo ko, ikut gue..." ajak iel sambil menepuk bahu riko, mengajaknya mengikuti langkahnya. Riko pun mengangguk, dan mengikuti iel yang tlah mendahuluinya, berjalan cepat menuju ke arah kantin, tempat sion dan cakka berada.
----------------misst3ri---------------
Sesampainya di kantin, dengan emosi yang sekuatnya di tahan, Iel menyapu seluruh sudut kantin, sampai ia bisa menemukan orang yang di cari-carinya itu. Dan dengan langkah tegap, ia mendatangi salah satu meja disana. Ada sion yang sedang makan dengan cakka disana. Melihat kedatangan iel dan riko. Cakka dan sion langsung menegur dan menawari mereka makan.
"ayo makan yel... Ko... Tapi pesen sendiri..." tawar cakka. Riko hanya tersenyum, sementara iel hanya menyeringai aneh. Cakka yang ngeliat itu, mulai berfirasat buruk.
"kok, lama amat kalian.. Kalian mojok pacaran dulu ya? Hehe..." canda sion juga. Tapi, bukan sahutan berupa candaan yang biasa mereka saling lontarkan yang didapat sion, tapi sebuah perlakuan yang mengejutkan datang dari iel. Iel langsung menarik kerah baju sion, dan...
BUGG!!
Sebuah pukulan keras mendarat tepat di rahang sion. Sion langsung terjatuh, menubruk meja dan dengan segala macam barang yang ada di atasnya. Anak-anak yang sedang makan dikantin, berteriak kaget. Riko dan cakka yang kaget dengan aksi jotos-jotosan itu, langsung menghalat sion dan iel.
"apa-apaan sih loe yel?!!" teriak sion ga terima dengan perlakuan kasar yang sangat tiba-tiba dari iel itu.
"loe kan yang udah majang foto ify??!" tuduh iel ke sion dengan keras. "sembarangan nuduh loe!! foto-foto itukan semuanya sama loe!!!" elak sion gak terima
"tapi, cuma loe yang tau selain kami berdua!! Kalau bukan loe siapa lagi?!!" kata iel lagi menyudutkan.
"mana gue tau! Loe ga ada bukti nuduh gue!!!" sahut sion masih menatap tajam iel, menantang sorot tajam mata iel.
Sesaat iel dan sion saling pandang dengan nafas dan emosi yang menggebu-gebu. Wajah mereka berdua sama-sama mengeras. Rahang keduanya terkantup rapat. Tapi tak ada satu kata pun yang terlontar dari keduanya. Hanya sorot mata mereka berdua yang kini berbicara. Mata iel tetap menggambarkan sorot penghakiman pada sion. Tapi mata sion seolah berkata, 'loe ga ada bukti nuduh gue!'. Dan iel sadar, dia memang tidak punya landasan apa-apa untuk menghakimi sion lebih lanjut. Tapi, hatinya menolak. Hatinya memberontak. Dia tak bisa menerima hal ini tersembunyikan dengan nyamannya begitu saja seperti saat ini. Semua harus tau kenyataannya. Dan semua akibat tak bisa ditumpukan hanya pada ify. Harus ada yang bertanggung jawab soal ini dan turut menanggung akibatnya. Tapi siapa???
Rasa gundah dan kekesalannya yang tak bisa tertuntaskan itu, membuat emosi iel makin menjadi-jadi dan mengamuk luar biasa di dalam dirinya. Tapi dirinya tak bisa menumpahkan emosinya itu pada siapapun. Dia hanya bisa diam tanpa tau harus berbuat apa sekarang. Tangannya terus mengepal keras, menahan gejolak emosi yang makin menggebu-gebu itu.
BRAKK!!!
"arrgghh!!!" erang iel akhirnya sambil menendang kursi disana, seakan ingin menumpahkan segala kekesalannnya pada benda tak bernyawa itu. Dan setelah memberikan pandangan dingin pada semuanya, ia lalu berlari ke luar kantin, pergi meninggalkan mereka semua. Meninggalkan semua orang yang kini tengah menatap kepergiannya dengan sorot mata antara meremehkan, kesal, heran dan kasian.
0 komentar:
Posting Komentar