This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

FIKSI - PROMISE Part 22: Tekad

Lanjutan dari PROMISE Part 21: Ketegangan yang Memuncak. Baca dari part awal, PROMISE Part 1: Awal untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini.

NB: cerita ini hanyalah fiksi belaka. jika ada kesamaan nama, tempat, kedian atau apapun, itu bukanlah suatu hal yg disengaja. Jadi jangan pernah menganggap serius hal yang ada di dalam cerita fiksi ini. (Buat anak2 IC yg dipinjem namanya, smg berkenan... :D )

ENJOY it...

PROMISE - Part 22: Tekad

-------------misst3ri---------------

Iel hanya terdiam, memandang kepergian ify dengan rasa yang campur aduk. Mukanya masih tampak keras menegang. Emosi masih benar-benar menyelimuti dirinya.

ARRGGHH!!

Iel berteriak dan menendang sofa yang berada di dekatnya tuk melampiaskan emosinya itu. Lalu dia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, menelungkupkan mukanya ke dalam kedua telapak tangannya. Perdebatan keras tadi terus bergaung pedas di telinganya, membuat hatinya semakin berkecamuk tak karuan. Lama dia terhenyak, merenungkan itu semua. Ini pertama kalinya dia adu mulut lagi dengan ify dalam beberapa minggu trakhir itu. Dulu mungkin dia menganggap hal yang biasa adu mulut seperti ini. tapi sekarang dia ga bisa bersikap masa bodoh, mengabaikan ini semua. Ada sesuatu yang begitu mengganjal di hatinya.

Pikirannya kembali melayang ke kejadian yang baru lewat itu. Ucapan-ucapan ify terus menggaung di dalam pikirannya. ‘apa memang sudah sepantasnya gue ngelakuin ini?? Apa yang gue katakan tadi benar?? Apa gue terlalu kasar sama ify??’ benak iel. Sekilas terlintas di benaknya bayangan ify yang tadi pergi dengan mata yang sudah memerah, dipenuhi air mata. Iel jadi semakin merasa tak enak hati.

Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahu iel. 'ify..!' Iel sontak kaget dan membuka matanya. tapi saat dia menoleh ke belakangnya dan tau siapa yang ada dibelakangnya itu, iel kembali dengan lesu menyadarkan dirinya di sofa. Itu bukan ify, itu bi asri.

“den, non ify udah pulang??” tegur bi asri yang muncul tiba-tiba itu.

“udah..” sahut iel lemah sambil kembali menyandarkan dirinya di sofa dengan lesu.

“wah, sudah pulang ya… padahal kuenya sudah matang ini. Jadi ga sempat cicipin. Tadi non ify sempat bikin kue sama bibi sambil nungguin den iel pulang" terang bi asri sambil sambil meletakkan kue tersebut di meja di depan iel. Sesaat bi asri tampak memperhatikan wajah murung majikan kecilnya itu. Beliau duduk di samping iel.

"den..."

"hmmm..."

"den.. tadi habis berantem sama non ify ya?? Bibi denger tadi sampe teriak-teriak gitu..." kata bi asri sambil memberikan perhatian penuh ke iel. Iel hanya menghembuskan nafas beratnya dan menunduk diam. Bi asri hanya tersenyum liat iel yang nampak murung sekali itu.

"kalau bibi boleh ngasih nasehat, kalau emang ada masalah atau ada salah paham, sebaiknya den iel cepet lurusin masalahnya, ga baik den marahan, apalagi nanti sampai ga tegur sapa lagi. Bikin dosa..." kata bi asri.

"Bibi tau, maksud den iel pasti baik, maksud non ify juga baik. Dan bibi tau, pasti den iel ga ada niat buat berantem kan?? Non ify juga pasti ga mau. jadi, sekarang masalahnya cuma, gimana ngelurusinnya..." lanjut bi asri dengan suaranya yang lembut mendamaikan. Iel melirik sedikit ke arah bi asri, lalu kembali menunduk.

"Pesen bibi sih, jangan utamain ego aden, jangan pakai emosi, semua ga akan pernah selesai kalau kita mengandalkan ego dan emosi kita..." sambung bi asri melanjutkan nasihatnya. Iel hanya tersenyum kecut mendengar nasehat orang yang sudah dianggapnya seperti orang tuanya itu. Bi asri kembali tersenyum sambil mengusap pelan kepala iel, kemudian beliau bangkit berdiri.

"Bibi kedalam dulu ya. Oh ya, kuenya di cicipin den, enak lo den…” kata bi asri, lalu beliau meninggalkan iel dalam kesendiriannya.

Iel kembali tenggelam dalam lamunannya. Dia mencoba meresapi nasehat bi asri. Hati kecilnya sekarang sedang mencoba melawan ego dan emosi yang masih menyelimuti dirinya. Cukup lama dia merenung. Matanya memandang kosong ke depan. Sampai akhirnya dia terpaku pada sesuatu yang kini tergeletak di atas meja. Itu kue yang di letakkan bi asri tadi. Iel lalu menatap kue yang tersaji di depannya itu dan tanpa sadar mulai mencomot satu potong kecil kue tersebut dan memakannya. Entah kenapa kue yang manis itu jadi terasa pahit di lidahnya. Sepahit hatinya yang sudah tak karuan rasanya. Dia merasa tambah tidak enak hati dengan orang yang membuat kue itu. Biar bagaimana pun, setelah kedekatan mereka 2 minggu belakangan, iel sudah tidak lagi mengangap ify musuhnya sekarang, tapi seorang teman yang baik, bahkan mungkin lebih.

Lalu matanya tertuju pada sesuatu yang ada di samping piring kue tersebut. Di sana, iel melihat beberapa kertas yang penuh tulisan angka-angka. Tangan Iel reflek bergerak mengambilnya. Soal mtk tulisan ify. Mungkin baru di bikin siang itu. Di kertas lainya iel melihat uraian jawaban soal-soal yang dia kerjakan malam sebelumnya. Seharusnya hari itu ify akan membahas soal malam sebelumnya tersebut. Iel kembali menatap soal-soal baru yang ada ditangannya. Matanya tiba-tiba terpaku pada bagian bawah leretan angka-angka tersebut. Ada tulisan kecil disana.

NB: susah itu cuma ada di pikiran loe, buang itu jauh-jauh. kalau pikiran loe bilang GAMPANG, loe PASTI BISA naklukkin angka-angka ini... Ini cuma deretan angka, bukan monster! So, SEMANGAT IEL!!!

Iel tersenyum tipis membaca tulisan itu. Ia jadi teringat senyum optimis ify yang selalu menyemangatinya saat belajar, ini tambah membuat hatinya makin miris. Lama dia diam terpaku menatap lembaran kertas-kertas itu. Pelan-pelan akhirnya iel mengambil pensil yang tergeletak di meja itu dan mulai menggoreskannya di sebuah kertas kosong lainnya. Entah mengapa, sudah ada dorongan yang sangat besar di diri iel, sehingga ia memutuskan mengerjakan soal-soal itu sendiri, tanpa ify, yang biasa menemaninya di samping. Rasa sakit, lelah dan penat yang sebelumnya dia rasakan, dan keinginannya untuk segera menyentuh tempat tidurnya yang empuk, seketika lenyap tak bersisa.

Waktu terus bergulir, pelan-pelan dia mencoba mengerjakan dan memahami sendiri soal-soal tersebut. Sering kali dahi berkerut dan lalu dia mengambil uraian jawaban soal sebelumnya, atau membuka-buka buku pelajarannya, hanya sekedar untuk mempelajari cara pengerjaannya. Sekarang ia sudah benar-benar tenggelam dalam angka-angka tersebut, seperti hatinya yang mulai menenggelamkan emosi jiwanya yang meledak-ledak sebelumnya.

--------------misst3ri-----------------

Matahari sudah ditelan bumi, dan bintang-bintang sudah bermunculan dan mulai beraksi dengan gemerlapnya yang menawan. Tak terasa, walau dengan penuh coretan dan pengerjaan berulang-ulang, akhirnya sebagian soal sudah dia jawab semampunya. Kue disampingnya, tanpa iel sadari sudah habis dia lahap sendiri. Iel mengeliat, mencoba merenggangkan ketegangan otot-ototnya yang menegang akibat duduk dan menulis beberapa jam. Dia lalu menatap kertas jawabannya. Walau ada beberapa point yang masih belum dapat dia taklukkan, tapi dia sudah mulai memahami rumus-rumus dan angka-angka yang memusingkan itu.

‘benar juga, selama kita beranggapan ini GAMPANG dan mau sedikit berusaha, pasti bisa ditaklukkin’ benak iel. Ia tersenyum simpul mengingat pesan ify di kertas soalnya. tapi dia kembali terbayang adu mulutnya dengan ify tadi siang, dan nasehat bi asri tadi. ‘gue harus tuntasin masalah ini malam ini juga..!’ tekad iel dalam hati. Dia sadar, dia ga bisa menunda-nunda waktu untuk menyelesaikan masalahnya ini, karena dia tau waktu bakal terus berputar, waktu tak akan pernah berbaik hati untuk terus menunggunya sampai dia merubah keadaan jadi lebih baik. Dia harus secepatnya menyelesaikan masalahnya sekarang untuk bisa menakalauukan masalahnya yang lain. Dan dia tak ingin gagal lagi kali ini. Dia tak ingin siapapun dikecewakan. Itulah tekad yang sekarang tertanam kuat di hati iel.

Dengan hati yang mantab, dan pikiran yang telah lebih jernih, Iel pun bergegas membereskan buku-buku dan kertas-kertas yang berhamburan dan bergegas ke kamar dan pergi mandi, menyegarkan tubuh dan pikirannya. 'Semangat iel!!' Teriak iel dalam hatinya.

--------------------misst3ri--------------------

Malam telah menjemput. Setelah mereka ke rumah dava untuk mengetahui dimana dava dirawat, setelah magrib cakka, dayat, zahra, patton, irsyad, emil dan abner segera berangkat menuju RS yang dimaksud. Sekarang mereka baru saja sampai RS tempat dava di larikan tadi. Lorong tempat menuju IGD di rumah sakit itu tampak lenggang. Hanya ada beberapa perawat dan para keluarga pasien yang berseliweran. Bau obat tercium begitu tajam sepanjang jalan menuju tempat dava di tangani. Setiba mereka di ruangan paling ujung lorong itu, mereka menemukan olin dan keluarganya. mereka segera menghampiri olin. Dia tampak begitu pucat dan memancarkan kesedihan yang mendalam. Begitu juga kedua orang tuanya yang juga tampak begitu sedih.

"lin.." tegur dayat, dia langsung merangkul olin.

"yang sabar ya lin... Dava pasti bakal baik-baik aja.." ucap cakka juga menghibur olin. Olin cuma tersenyum tipis dan mengangguk tabah.

"dava gimana lin?" tanya zahra

"masih di dalam, untung ada seorang dokter yang kebetulan lewat di tempat kejadian tadi dan mau nolongin , jadi dava bisa dapet penangan cepat.. sekarang dokter itu masih menangani dia lebih lanjut..."

"tadi ada bang abu kan? sekarang kamun?" tanya dayat.

"udah balik, baru aja.."

"kata bang abu, saat itu kejadiannya gimana lin?" tanya dayat lagi agak hati-hati.

"kata bang abu tadi, dava lari dan saat mau menyebrang jalan, dia sempat keserempet motor yang melaju kencang. Dava lalu jatuh, dan... Dan.. Kemudian ada truk gede melintas dan melindas dava..." terang olin dengan masih berlinangan air mata. zahra dan oik langsung memekik syok mendengar cerita olin.

"lukanya parah banget lin?"

"kata bang abu, yang parah banget kaki dia, soalnya kaki dia yang kelindas truk gede tadi..."

Tak ada satu pun dari mereka yang tampak mampu berbicara setelah itu, semua tampak tegang menunggu Dava yang masih dalam IGD, mendapat penanganan dari dokter. Suasana kembali terbungkus keheningan penuh perasaan was-was yang tak menentu.

---------------misst3ri--------------

Di depan rumah itu, tampak seorang anak laki-laki berdiri kaku. Berkali-kali dia ingin membuka pagar rumah itu, tapi berkali-kali juga dia mengurungkan niatnya. Dari wajahnya tampak kebimbangan dan keragu-raguan. Tak lama kemudian, tampak sebuah mobil berhenti di depan rumah itu dan seorang bapak-bapak keluar dari mobilnya.

"iel, kok diam diluar aja, ga masuk?" tegur bapak-bapak yang tak lain ayahnya ify, pak Atmaja. karena iel sudah sering sekali menghubungi ify dan datang ke rumah ify akhir-akhir itu, keluarga ify jadi sudah kenal sekali dengan iel.

"eh.. Iya om..." sahut iel. Pak Atmaja membuka pintu pagar dan memasukkan mobilnya ke dalam garasi. Lalu ada seorang wanita yang membuka pintu depan rumah dan menyambut mereka. Dia mamanya ify, bu Sonia.

"iel? Kok diam disitu aja? Mau cari ify?" tanya bu sonia saat melihat iel yang masih saja diam berdiri di dekat pagar. Iel yang sadar di tegur, tersenyum sopan, lalu langsung mendekat.

“iya, tante… Ee... iel bisa ketemu ify ga?” tanya iel.

“ee.. bentar ya, tante liat dulu, soalnya dari tadi sore ify ga keluar-keluar kamar”

"tolong ya tante, iel pengen banget ketemu ify sekarang, ada yang pengen aku bicarain..." pinta iel sungguh-sungguh. Bu sonia tersenyum melihat iel yang tampak sangat memohon itu.

"tante usahain ya... Ayo masuk ke dalam..." ajak bu sonia ramah kepada iel.

"eee.. Iel nunggu di teras aja deh tante..." sahut iel sopan. Bu sonia mengangguk lalu meninggalkan iel sendiri menunggu di kursi teras.

Tok...tok... Bu sonia mengetuk pintu kamar anaknya itu.

“fy… ada iel tuh di luar…” kata bu sonia. Tak ada jawaban dari dalam. Bu sonia mencoba mengetuknya lagi.

"sayang..." masih tak ada jawaban dari dalam. Bu sonia mencoba membuka pintu kamar. klek. Pintu tidak dikunci ternyata. Beliau lalu memasuki kamar anaknya itu. Di dalam terlihat ify tiduran dengan menyelimuti seluruh tubuhnya dari selimut. Bu sonia lalu dengan perlahan, mendekat.

"fy..." tegur bu sonia sambil membuka selimutnya. Walau tampak sedang tertidur, tapi dia tau anaknya itu belum tidur.

“fy… mama tau kok, kamu belum tidur... Mama tau beda orang yang pura-pura tidur sama yang tidur beneran! ga usah pura-pura deh sama mama…” kata bu sonia sambil ngusap-ngusap lembut rambut anaknya itu. Ify masih tak bergeming.

"ya udah.. kalau masih pura-pura tidur gitu, mama potong ya uang jajannya..." ancam bu sonia sambil bangkit berdiri dari tempat tidur ify. Ify langsung membuka matanya dan menyambar lengan mamanya, lalu menatap kesal mamanya itu.

"ah, mama main ngancam gitu, ga asyik..." kata ify. Bu sonia cuma tersenyum lalu kembali duduk diatas tempat tidur ify itu. Ify bangun dan duduk disamping mamanya.

"ada iel tuh diluar..."

“ify males ketemu sama iel ma… bilangin ify udah tidur aja ya…”

“bohong donk mama… emang kenapa jadi ga mau ketemu sama iel?? Bukannya akhir-akhir ini kamu akrab banget sama dia??” Tanya mamanya lembut. Ify diam saja. Beliau menatap penuh ify, lalu mengusap wajah anaknya yang agak sembab itu.

"kok matanya sembab fy? Abis nangis ya?" tanya bu sonia. Ify menggeleng lalu mengusap-ngusap matanya. Bu sonia cuma tersenyum simpul liat kelakuan anaknya itu.

"abis berantem sama iel ya?" tanya bu sonia lagi. Ify tetap diam menunduk. Bu sonia tersenyum simpul sambil membelai lembut kepala anaknya itu. Beliau lalu menatap ify, mencoba memahami apa yang sedang dirasakan putrinya itu.

“fy... kalau kamu punya masalah, jangan didiemin, ga bakal selesai kalau ga di bicarain baik-baik. Anak mama yang paling cantik ini pasti udah bisa berpikir dewasa dong…” nasehat bu sonia. Ify melirik ke arah ibunya itu. Bu sonia tersenyum lalu mendekap hangat ify.

“Apapun itu masalahnya, kalau kamu selesaiin dengan otak yang dingin dan hati yang tulus, pasti semua bakal beres. Percaya deh sama mama” kata bu sonia bijak sambil terus meluk ify dengan hangat. Ify tetap diam dalam dekapan hangat ibunya itu. Lalu beliau melepaskan pelukannya dan kembali menatap hangat mata anaknya itu.

"sekarang mending kamu temuin iel di luar, kayanya dia kepengen banget ketemu sama kamu dan kalian tuntasin baik-baik sampai tuntas. Ingat kata mama tadi, pakai otak yang dingin dan hati yang tulus. Anak mama pasti bisa..." kata bu sonia lagi. Ify lalu mengangguk lalu mencium pipi mamanya.

“makasih ya ma… ify nemuin iel dulu…”

------------misst3ri----------------

"fy..." tegur iel ketika melihat ify sudah berdiri di ambang pintu depan rumah. Ify hanya menatap datar iel lalu dia duduk dalam diam di kursi teras disamping iel. Wajahnya hanya diam, menunduk tak memandang iel. Iel hanya menatap ify dengan membisu, bingung bagaimana membuka pembicaraan.

“fy… gue mau minta maaf, sorry banget, gue terlalu kasar sama loe tadi” kata iel lalu dia segera menunduk, tak berani lagi menatap ify yang dia pikir mungkin bakal ngamuk-ngamuk dengan dia. 'andai loe ngomel-ngomel sekarang, gue siap fy' benak iel. tapi tak ada jawaban yang terdengar. Ify tetap menunduk diam, tak bergeming dari kebisuannya. Iel melirik sedikit ke arah ify.

“loe masih marah sama gue?” tanya iel hati-hati. Sesaat suasana kembali hening. Ify yang menunduk itu, akhirnya membuka suaranya juga.

“nggak kok, gue juga salah tadi maksain loe buat belajar. Padahal loe juga perlu istirahat. gue aja yang keterlaluan, terlalu maksa loe buat belajar terus...” lirih ify pelan.

“nggak... Loe ga salah apa-apa ke gue, gue aja yang ga pernah serius dan terlalu nganggap remeh” kata iel lagi. Lalu mereka berdua kembali menunduk diam, tenggelam dalam kebisuan masing-masing.

Iel berkali-kali tampak ingin membuka suaranya lagi, berusaha ngomong sesuatu pada ify, tapi berkali-kali juga dia mengurungkan niatnya. Dia benar-benar bingung. Dan akhirnya dia hanya bisa berkali-kali melirik ify yang belum juga mau menatapnya sama sekali, kemudian kembali tertunduk. Di sisi lain, ify juga hanya menunduk tanpa ekspresi apa-apa. mereka berdua sama-sama tampak canggung sekali.

'ah, kenapa gue jadi canggung banget gini sih!' omel iel pada dirinya sendiri sambil ngacak-ngacak rambutnya. Lalu dia ingat sesuatu, dan mengeluarkan selembar kertas yang ia simpan di kantong celananya. Itu kertas dari soal yang dia jawab tadi. Ie lalu menyorkannya ke arah ify. Ify agak melirik ke arah kertas itu, dan terpaku ketika tau apa yang iel sodorkan itu. Iel menatap lurus ify.

“emm… setelah loe pergi, gue benar-benar merasa bersalah fy..." lirih iel sambil terus memperhatikan ify. Ify sedikit melirik iel.

"dan sekarang gue mohon sama loe… loe maukan ngajarin gue lagi???” lanjut iel. Ify tampak tertengun mendengar permintaan iel, lalu dia menatap iel. Iel yang seperti masih melihat sinar keraguan di mata ify, kembali membuka suaranya.

"gue dari tadi sore udah coba ngerjain soal-soal yang loe buat ini, gue ga tau salah apa bener. tapi, gue pengen nunjukin ke loe, kalau gue mau serius fy. gue butuh loe fy... gue pengen loe nemenin gue lagi, buat bimbing gue lagi... Please fy, ajarin gue lagi... please..." pinta iel sungguh-sungguh. Ify menatap dalam mata iel. Dia bisa melihat ketulusan di sana.

“janji mau serius?” tanya ify.

“gue janji fy… gue ga bakal bikin loe kecewa lagi! kalau perlu malam ini juga kita lanjutin belajarnya” sahut iel semangat. Ify diam memandang iel cukup lama. Iel balik menatap dengan penuh harap. Lalu tak lama kemudian, sebuah senyum terurai dari bibir ify.

“nah gitu donk yel, semangat!!” kata ify sambil nepok bahu iel. Iel tersenyum lega.

"makasih fy, loe mau ngasih gue kesempatan ke dua..." kata iel. ify tersenyum mendengarnya.

"buat loe juga, makasih udah mau kembali pegang komitmen loe, gue cuma mau yang terbaik buat kita berdua..." sahut ify juga. Iel mengangguk mantab.

“emm… waktu kita udah ga banyak lagi, 3 hari lagi kita ujian, dan bahan kita masih banyak. gimana ya???” tanya ify agak bingung dengan keadaan mereka.

“yang penting-penting aja fy…”

“gimana ya??? kalau loe ga ngerti dasarnya, loe bakal susah ngerjain yang selanjutnya”

“gue bakal belajar cepat deh…” sahut iel. Ify tampak berfikir sesaat.

“oke.. kalau gitu kita pelajari soal-soal yang kemungkinan besar keluar, mungkin kita focus sama yang loe udah ngerti dan matang dasarnya. karena ga mungkin kayanya mempelajari semua dalam beberapa hari ini" papar ify

"kok focus sama yang ngerti sih fy? Apa ga sebaiknya yang ga ngerti?" tanya iel agak bingung.

"ya sih, idealnya loe harus nguasain semuanya.. tapi, menurut gue, kalau di waktu kita yang mepet banget kaya gini, kita perdalam yang loe ga nguasain banget, takutnya semuanya lepas, yang loe agak ngerti lepas, yang ga ngerti juga ga masuk. Ntar jadinya malah ga ada yang dapet sama sekali lagi... jadi, mending kita perkuat yang benar-benar lo siap, kalau sempat kita pelajarin juga yang susahnya itu. yang penting loe menguasai lebih dari 75% materi, mungkin ini sudah cukup buat loe dapat nilai diatas 7…” jelas ify. Iel mengangguk faham.

"oke deh.. pokoknya apa yang loe anggap terbaik, gue bakal nurut" sahut iel.

"haha... bukannya gue babu yang ga pantes nyuruh-nyuruh loe, kata loe tadi siang?"

"yap, dan sekarang gue perintahkan loe buat ngajarin gue sampai bisa! Mengerti asisten?"

"rebes boss... Segela laksanakan! Hehe..." sahut ify sambil ngasih hormat ke iel. Iel hanya ketawa denger sahutan ify. Lalu ify tampak terpaku pada wajah iel. Iel yang merasa di pandangi seperti itu, menghentikan tawanya.

"eh, ngapain lu liatin gue segitunya?! Naksir lo sama gue?!" tanya iel agak salting. Ify yang ditegur seperti itu cuma tertawa kecil.

"haha... GR banget sih lo! gue ngeliatin lebam loe tuh..." sahut ify sambil menyentuh muka iel yang agak memar itu. Iel sontak menepis tangan ify.

"oh.. Gpp lagi kok... gue kuat kok..." sahut iel. Padahal rasanya masih nyut-nyutan juga, tapi dia tahan, gengsi juga ngaku di depan ify kalau masih sakit. Ify mengeruntukan keningnya.

" loe bener udah gpp?? masih biru banget gitu juga... Pasti sakit kan dipukul sama preman, emang ngapain sih tadi?" tanya ify.

"bener gpp kok fy, udah ga sakit kok.. tadi kita buntutin cakka, dan tebak apa yang kita temuin??" tanya iel. Ify menggeleng.

"cakka ternyata selama ini bergaul sama dayat! Dia ikut ngamen juga.." kata iel agak heboh.

"oh ya?? Trus gimana??" sahut ify agak surprise.

"yah, sempet panasan juga sih, sampe mau tonjok-tonjokan... tapi sekarang sih udah kelar masalahnya, sama dayat juga kita udah minta maaf, sekarang kita temenan fy..." papar iel.

"syukur deh..." sahut ify sambil tersenyum tipis. tapi kemudian dia malah tampak menunduk dengan wajah agak sendu.

"loe kenapa fy? Gpp kan?" tanya iel yang sadar akan perubahan roman wajah ify. Ify cuma tersenyum tipis.

"gpp kok... Cuma, andai aja ya, gue sama anak-anak gank gaul bisa damai kaya kalian juga, pasti lebih tenang..." jawab ify. Matanya hanya menerawang lurus ke halaman. Iel sesaat terpaku mendengar ucapan itu, lalu dia tersenyum.

"yah loe donk inisiatif dikit, ngajak teman-teman loe kejalan yang bener..." sahut iel agak asal. Ify menoleh ke iel dan reflek bahu iel langsung didorong ify.

"yah, loe kira kita sesat apa?!" sahut ify agak sewot. Iel nyengir dengan wajah jailnya. "Yah mau gimana? sila tuh yang susah, loe tau sendiri gimana sila..." lanjut ify.

"kenapa juga sih loe masih mau temenan sama orang kaya mereka? Makan hati tau!" sahut iel lagi.

"biar bagaimanapun, mereka teman-teman gue, yel... Dan selamanya gue ga bakal pernah jauhin mereka... Ngerti loe?!" sahut ify. Iel mendengar jawaban ify cuma geleng-geleng kepala.

"dasar cewe aneh! terserah loe deh..." sahut iel. Ify cuma tersenyum simpul mendengar ledekan iel itu. tiba-tiba dari belakang, muncul bu sonia.

"fy, makan malam yuk... Iel juga, ikut sekalian makan disini yuk..." ajak bu sonia "hah? Ga usah tante... Iel ga laper kok tante, ntar bisa makan di rumah iel sendiri kok.." tolak iel halus.

"udah gpp... Ayo yel masuk..." ajak bu sonia lagi, lalu beliau masuk ke dalam rumah. Ify mengikuti mamanya, tapi Iel tampak tak bergerak. Melihat iel tak bergerak, ify lalu menarik tangan iel. Iel masih bersikeras ga mau ikut.

"udah yok, yel, sekali-sekali, kan gue udah sering numpang makan di rumah loe... Sejak kapan sih loe jadi malu-malu gini?? Biasanya juga, ga ditawarin juga langsung nyamber..."

"enak aja! emang loe... nggak deh fy, gue ga laper..." tolak iel lagi.

KROOKKOKK.....

Perut iel bunyi. Iel langsung nyengir sedangkan Ify sontak ketawa kecil mendengarnya.

"tuh kan, perut loe aja bilang mau... Ayo... " ajak ify lagi. Iel cuma senyum-senyum gaje dan kemudian menganguk, nurut.

karena selalu ify yang kerumah iel, maka itu pertama kalinya iel masuk rumah ify. Saat menuju ruang makan, mereka melewati ruang keluarga. Disana terpajang beberapa foto keluarga.

"fy tuh gambar loe ya?"

"iya.. kenapa?"

"kok dulu manis ya? Ga kaya sekarang, asem..."

"sialan loe!" sahut ify. Iel langsung nyengir.

"kalau itu siapa fy? Itu yang cowo... Pacar loe ya?" tanya iel lagi sambil tunjuk sebuah foto.

"pacar dari hongkong, muka kaya durian kebelah kapak gitu juga! Dia kaka gue, tapi sekarang lagi sekolah di aussie.." kata ify.

"ohh... Punya kakak juga loe? gue kira loe anak tunggal, makanya sok, mau menang sendiri, sen..." iel ga ngelanjutin ledekannya karena ify udah melototin dia.

"eh.. ee, tapi itu sih dulu... Iya.. Duluuu banget... sekarang sih baiiikkk banget, kaya malaikat.. Iya kaya angel... Hehe..." ralat iel cepat sambil nyengir. Ify cuma ketawa liat tingkah iel.

"yang anak tunggal itu sih loe! Dasar anak mami! Haha..." kata ify gantian ngeledek iel.

"yee... emang gue anak mami, masa anak tukang sayur? haha.." canda iel.

Asik bercanda, tanpa sadar mereka berdua pun kini sudah memasuki ruang makan. sudah ada papa mamanya ify juga disana. Di atas meja makan kini sudah tersaji berbagai hidangan. Iel dan ify pun duduk bersebelahan di meja makan dengan 6 kursi itu.

"ayo yel... Ga usah malu-malu, sini tante ambilin nasinya..."

"iya tente, makasih..." sahut iel agak sungkan. Tak lama berselang, mereka pun memulai makan malam mereka dengan lahap, sambil sesekali di selingi perbincangan ringan.

"iel jadi ga enak nih, ikut-ikutan makan malam di keluarga orang" kata iel disela perbincangan itu.

"ah, gpp kok yel, tente sama om seneng kok, jadi tambah rame.." sahut bu sonia. "kamu tinggal di blok sebelah kan? Siapa nama bapak kamu?" tanya pak atmaja. "iya om, nama papa, damanik..." sahut iel.

"oh, jadi kamu anak damanik. Mantes mirip, hehe..."

"Om kenal sama papa?"

"kenal banget, Papa kamu itu temen kuliah om lho. Dan yang usulin om bikin rumah di komplek inikan dulu itu, ya papa kamu itu. tapi beberapa tahun ini emang udah jarang banget ketemu sih, sama-sama sibuk kerja. gimana papa kamu sekarang, masih sibuk ke luar negeri terus?" kata pak atmaja lagi.

"ya gitu deh om... Papa mama jadi sering bolak balik Indonesia-luar negeri"

"berarti kamu sendirian di rumah?" tanya bu sonia.

"iya ma, rumah iel sepi banget... makanya akhir-akhir ini ify sering main ke rumah iel, habis iel minta temenin mulu..." sahut ify. Iel cuma ketawa.

"maaf tante, anaknya jadi sering di culik akhir-akhir ini.. Sampai pernah nginap segala lagi... hehe..." kata iel sedikit bercanda.

"gpp kok... Waktu itu ify udah pernah cerita, kamu waktu itu sakit kan, dan katanya ga ada yang ngerawat... Tante bisa ngerti itu kok... kalau kamu kesepian, sering-sering ksn juga gpp kok..." sahut bu sonia.

"iya yel, om dulu juga suka numpang makan tidur di kos-kosan papa kamu, jadi sekarang kamu gantian kaya om dulu gpp deh, anggap om balas budi, hehe..."

"iya tante.. om..." jawab iel agak malu-malu.

Iel menatap anggota keluarga itu satu persatu, ify, pak atmaja, bu sonia, dan dia bisa melihat keceriaan di mana-mana. Keluarga itu benar-benar di selimuti kehangatan dan kebahagiaan. Iel jadi begitu merasa senang dan bahagia sekali bisa jadi bagian keluarga itu pada malam itu. Itu suasana yang sebenarnya begitu dia rindukan. 'kapan gue bisa ngerasain kaya gini lagi ya di rumah? jadi kangen sama papa mama...' pikir iel di tengah suasana makan malam yang penuh keakraban itu. Suasana makan malam itupun terus berlangsung penuh kehangatan, di selingi perbincangan hangat.

-------------misst3ri-----------------

Susana ruang tunggu IGD itu masih tak berubah. Penuh kesuraman dan perasaan tak karuan penghuninya. Setelah beberapa waktu menunggu, tak lama kemudian seorang dokter keluar dari ruang IGD setelah beberapa jam keluarga olin menunggu penanganan dari dokter. Di baju dokter itu, tertulis nama 'dr. Irwan Barata'. Ibu dan ayahnya olin langsung menghampiri dokter itu.

"gimana dok, gimana keadaan dava dok?" tanya ibunya olin.

"untung tadi saya kebetulan lewat di tempat kejadian tadi, jadi anak ibu bisa dapat segera pertolongan pertama. Selanjutnya mungkin kita harus melakukan operasi" jelas dokter itu.

"operasi dok? tapi..." ibu olin tampak tak bisa melanjutkan kata-katanya, lalu memandang suaminya.

"operasi apa dok? kalau harus operasi, mungkin... kami tak mampu kalau harus membiayai operasi itu dok, apa tak ada jalan lain dok?" sambung ayahnya olin. Dokter itu tersenyum simpul.

"bapak ibu tak usah khawatir masalah itu, kalau ibu mau, saya bisa bantu, hmm... ibu dan bapak bisa ikut saya ke ruangan saya? Ada yang ingin saya bicarakan tentang operasi ini juga tentang keadaan dava lebih lanjut.." pinta dokter itu. Orang tua dava pun mengangguk dan mengikuti dokter itu ke ruangannya.

Setelah agak lama menunggu, tampak ortu olin keluar ruang dokter dengan berlinangan air mata. Olin langsung menghampiri orang tuanya. Terlihat ada sedikit pembicaraan diantara mereka. Tak lama kemudian tampak olin memeluk ibunya. Setelah itu olin mendatangi dayat dkk, yang dari tadi sudah menunggunya.

“gimana dava lin?? Apa kata dokter?” tanya dayat hati-hati. Olin terduduk di kursi ruang tunggu itu, lalu menunduk sedih. Dayat dkk hanya bisa memandangnya, menunggunya mampu bercerita. Patton duduk di sampingnya, lalu merangkul hangat. Sedangkan yang lain hanya berdiri, mengitari olin. pelan-pelan olin membuka suaranya walau dengan suara yang sangat bergetar.

“kaki dava rusak parah… Sebagian tulang keringnya remuk, jaringan kakinya banyak yang mati dan..." lirih olin, tapi dia terhenti dan tampak tak sanggup mengucapkan lanjutan perkataannya.

"dan kenapa lin?" tanya patton.

"dan...dan nanti... Terpaksa... Agar sembuh... Kakinya terpaksa... Kaki kanannya... harus.. Harus diamputasi…” kata olin sedih tertatih-tatih.

Bagai tersambar petir di siang bolong, mereka semua tampak begitu kaget mendengar berita itu. Pekikan syok pun tak terelakkan. Patton langsung memeluk olin yang juga tak kuasa menahan airmatanya. Dayat tampak menenangkan zahra yang tampak syok dan menangis tersedu-sendu. Oik juga tak kuasa menahan tangisnya, erat memeluk cakka yang berdiri disampingnya. Sedangkan Irsyad, emil dan abner yang hanya bisa tertunduk sedih mendengar keadaan teman mereka. Kesedihan yang mendalam semakin menyelimuti mereka.

Beberapa waktu kemudian, dava diijinkan untuk di jenguk, tapi hanya sebatas keluarganya saja. Sedangkan yang lain, mereka hanya bisa melihat dava dari kaca luar ruangan. dari luar mereka bisa melihat tubuh lemah dava tak berdaya. Dia tampak terlelap tenang, tak sadarkan diri disana. Selang infus terpasang di tangan kecilnya. Kakinya di gips dan diperban rapat. Di beberapa tubuhnya juga tampak bekas luka-luka. Begitu miris hati mereka melihat keadaan memprihatinkan dava itu. Betapa besar cobaan yang menimpa adik kecil mkr itu.

Wajah cakka tampak begitu tegang, kaku, sambil mendekap oik yang masih saja terisak tangis. Walau terlihat tegar, tapi jauh dalam lubuk hatinya, hatinya begitu pedih harus melihat penderitaan dava. Berbagai pertanyaan terus bergaung dibenaknya.

Apa salah anak sekecil itu harus mengalami nasib yang demikian?

Apa ini memang sebuah resiko dan ganjaran yang harus siap ditanggung oleh anak-anak seperti dava?

Tapi, apa salah mereka menjadi anak jalanan? Apa itu yang mereka inginkan?

Enggak..! Bukan pilihan mereka untuk jadi seorang pengamen jalanan. Tak ada seorang anak pun yang ingin jadi pengamen jalanan yang terus dikejar petugas, menghidari pembersihan, dan segala kondisi yang bisa bersentuhan dengan bahaya maut seperti ini. Berjibaku dengan kehidupan jalanan yang keras dan penuh bahaya, yang terkadang juga begitu kejam.

Bukan mereka yang memilih itu...

mereka hanya mencoba mengarungi garisan kehidupan yang diberikan tuhan. Mereka hanya mencoba bertahan hidup, mencoba membantu orangtua mereka, saudara mereka, keluarga mereka. Mencoba melawan takdir hidup untuk dapat berubah jadi lebih baik.

Apa itu salah?

Jadi, mengapa derita ini harus terjadi? Bahkan kepada seorang anak kecil yang mungkin belum bisa sepenuhnya memahami arti hidup. Seorang anak kecil yang masih memiliki kehidupan yang panjang. Seorang anak kecil yang masih punya berjuta mimpi, cita-cita dan harapan. tapi kenapa itu semua harus terhalangi oleh cobaan berat ini? kenapa ini harus terjadi? kenapa Tuhan?

Apakah yang sebenarnya ingin Engkau tunjukkan pada kita semua Tuhan???

Pelan-pelan, air mata cakka menetes pelan di pipinya. Air mata yang lahir dari hati yang sudah begitu pedih, teriris karena melihat sebuah kenyataan hidup yang begitu pahit. Tumpahan air mata yang menetes untuk seorang adik, teman, sahabat, dan seorang saudara yang sekarang terbaring lemah, karena berusaha melawan kerasnya kehidupan yang kejam.

-------------BERSAMBUNG (3am)-----------

0 komentar: