This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

FIKSI - PROMISE Part 43: Akal Severus

Lanjutan dari PROMISE Part 42: Where's Severus?. Baca juga Promise Part 1: Awal, untuk mengetahui asal mula cerita fiksi ini diawali dan mulai terbentuk.

NB: Cerita ini hanyalah cerita fiksi belaka (fanfict). Bila ada kesamaan tokoh, kejadian, tempat dsb, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Segala hal yg tertulis di cerita ini hanyalah hayalan dan imajinasi penulis belaka, bukan suatu hal yg terjadi sebenarnya. So, jangan pernah menganggap cerita ini serius, apalagi terhadap anak2 IC yg aku pakai namanya di dalam cerita fiksi ini. Thx dan selamat membaca... :)

PROMISE Part 43: Akal Severus

--------------------misst3ri--------------------

Aktivitas di kafe itu terus terlihat begitu padat walau hari telah mulai menuju penghujung senja. Hingar-bingar suara obrolan dari para pengunjung terdengar dari tiap sudut café itu, seakan tak mau menyisakan satu sudut pun tanpa kebisingan dan keramaian. Tapi, keadaan itu tampaknya tak mampu mengusik keheningan dua sosok yang kini tengah duduk berhadapan di salah satu meja kafe itu. Sivia dan sang pangeran misteriusnya, severus.

Sivia duduk membatu, tak bergerak, dan tak jua berekspresi apa-apa. Ia seolah-olah tersihir dengan sosok yang ada di hadapannya itu. Dirinya berada diantara keterpanaan, terperangah kaget, syok, gugup, tapi juga perasaan lega karena telah menjumpai sang pangeran misterius dunia mayanya itu. Tak ada sepatah kata pun yang tlah terlontar dari bibirnya sejak matanya menjumpai sosok yang misterius tapi sangat ia nantikan itu. Begitu pula dengan sosok di depannya itu. Sejak menegur Via, kemudian mengajak Via yang telah terperangah membisu itu ke salah satu meja di café, dia juga hanya terus diam, seolah-olah melengkapi kesunyian diantara mereka. Hanya matanya yang terus menatap Via, mengawasi kegugupan dan tingkah serba salah Via yang terus mengundang senyumnya itu.

Tapi kesunyian diantara mereka akhirnya terpecahkan oleh sebuah dering keras dari HP Via yang tergeletak di atas meja café. Via yang sontak tersadar, segera meraih HPnya dengan sedikit gelabakan dan sontak langsung memutuskan panggilan dan mematikan HPnya. Melihat kelakuan Via itu, kening orang di hadapananya itu sedikit mengerut.

“kok dimatiin? Kenapa gak diangkat?”

Via hanya melirik orang dihadapannya itu sesaat, lalu menghela nafas. Dengan kondisi yang tengah dihadapinya itu, kegugupan, ketegangan, dan rasa kaget yang masih mendera hatinya, jelas saja membuatnya tak mampu lagi untuk tenang dan berpikir jernih. Bahkan panggilan yang baru saja masuk tadi, yang entah dari siapa, langsung ia matikan karena ia tak mampu mengendalikan ketegangan sekaligus kepanikan dalam dirinya.

Via sekali lagi menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, berharap itu mampu membuat dirinya merasa lebih tenang. Setelah dirasa jauh lebih tenang dan lebih siap menghadapi sosok didepannya itu, Via pun kemudian mengangkat wajahnya dan memandang lurus sosok dihadapannya.

“jadi…… loe severus?” ucap Via pelan.

Cowo dihadapannya itu hanya tersenyum, lalu mengangguk pelan. Via menggeleng pelan. Rasa ketidakpercayaan masih mendera kuat di dirinya.

“kok bisa? Loe kan gak pake baju harry potter! Loe… loe…. Loe mau ngerjain gue ya?!” kata Via lebih tegas sekarang. Tapi, cowo dihadapannya itu hanya tertawa kecil.

“kali ini gue bener-bener gak ngerjain loe deh vi… lagian gue kan udah pake baju berbau harry potter”

“mana buktinya? Di baju loe gak ada logo harry potter atau apapun!” omel Via, “loe bohongin gue kan?! Di baju loe tuh cuma ada gambar singa……….” Tiba-tiba Via menghentikan kata-katanya, dan matanya membulat ketika pandangannya membukakan pikirannya. Tak lama, Via langsung membuang pandangannya, lalu mendesah pelan sambil merutuk kebodohannya dalam hatinya. Lagi-lagi cowo dihadapannya itu tertawa kecil melihat tingkah Via yang tampak telah menyadari kesalahannya.

“kenapa loe? Baru sadar? Ini emang gambar singa, tapi loe lupa, ini logo apa? Gryffindor, asramanya harry potter di Hogwarts… Gue gak bohong kan?” ucap cowo itu dengan nada penuh kemenangan. Yak, cowo dihadapan Via itu adalah sosok cowo berbaju merah dengan gambar singa di dadanya, yang sebenarnya telah bersama Via dari berpuluh-puluh menit yang lalu. Dia Riko. Dan kenyataan inilah yang membuat Via akhirnya tak berkutik lagi. Dia tlah terjebak dengan orang yang tak pernah ia sangka-sangka dan tak ia harapkan sebenarnya. Setelah itu keheningan kembali mengisi detak waktu yang terus berjalan itu.

“baru tau gue, ternyata loe aslinya gitu ya…. Munafik banget loe di sekolah….” Ucap Riko memecah kebisuan diantara mereka. Lagi-lagi Via hanya mampu mendesah pelan tanpa bisa melawan. Posisi dia benar-benar telah skak mat sekarang. Pikirannya benar-benar sudah buntu untuk memikirkan bagaimana menyelamatkan dirinya dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin bakal dilemparkan Riko kepadanya.

"jadi loe selama ini naksir Iel?" sudut Riko lagi. Via tetap bertahan dengan diamnya.

"gue bilangin Iel dan yang lain ya.."

"eh jangan!" jawab Via reflek. Kepanikan jelas terpancar dari wajahnya. Riko sontak mengangkat sebelah alisnya, lalu tertawa meremehkan.

"kenapa loe? Malu? Takut? Takut dapet perlakuan kayak perlakuan kalian ke Ify?" kata Riko penuh kemenangan karena kartu As orang di depannya itu sudah ada digenggamannya. Ditekan Riko seperti itu, Via hanya mampu menunduk sembari mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas bidang datar meja café itu. Kegelisahan dan ketakutan jelas tergambar dari raut wajahnya saat itu.

“loe yang sebenarnya pengecut vi, bukan Ify, sahabat loe yang udah dengan gampangnya kalian buang itu” ucap Riko lagi penuh penekanan. Via kini mengangkat wajahnya dan memandang Riko lemah.

“Riko… kalo loe bener-bener severus, loe pasti ngerti perasaan gue dong…. Gue udah cerita segalanya sama loe kan? Jadi, please, ngertiin posisi gue…” ucap Via penuh permohonan kali ini. Dirinya yang sudah tak mampu lagi memberikan perlawanan, memilih untuk pasrah kini.

Sementara itu, Riko tampak menghela nafasnya sesaat, lalu menyandarkan punggungnya kesandaran kursi belakang. Sesaat ia terdiam, kembali memutar memori obrolan-obrolan mereka selama di dunia maya dulu. Kenangan candaan-candaan hangat mereka, untaian cerita manis Via tentang perasaannya, curhatan Via yang penuh emosi dan kegalauan, kata-kata penghibur darinya yang sebenarnya selalu tulus dari lubuk hatinya yang terdalam untuk membantu princess dunia mayanya itu.

Riko sesaat menatap lurus Via yang duduk dengan gelisah itu. Semua terasa bagaikan sebuah mimpi sekarang. Tapi, itulah kenyataannya. Gadis dihadapannya itulah sosok princess di dunia mayanya itu sebenarnya. Sosok yang pernah ia selami isi hati dan perasaannya lewat obrolan mereka di dunia maya. Dan karena hal itu, rasanya tak mungkin dirinya sampai tak memahami apa yang sebenarnya dirasakan gadis itu.

"hmm... oke, gue bisa ngerti perasaan loe. Lagian gue dulu pernah janji buat selalu ada dan bantu loe kan?” ucap Riko akhirnya. Seulas senyum langsung mengembang dari bibir Via, memancarkan kelegaan dari hatinya. Riko balas tersenyum tipis.

“gue akan tepatin kata-kata gue dulu dan gue bakal rahasiain hal ini dari semua... itu kan yang loe mau?”

"oh ya?" sahut Via dengan nada tak percaya. Riko mengangguk pelan.

“tapi, dengan 2 syarat..." lanjut Riko. Riko sesaat diam menatap Via dengan sejuta pemikiran dan rencana dibenaknya. Via hanya mengangguk pelan, tanda ia akan menerima dengan segala syarat dari Riko. Riko lalu tersenyum simpul dan melanjutkan ucapannya,

"pertama, loe kudu nemenin gue jalan dulu bentar sore ini... Suntuk gue nunggu orang ga jelas, eh ternyata elo! dan yang kedua... hmmm…. Ntar deh... Kita jalan dulu sekarang.. Ayok!" ajak Riko. Via pun mengangguk dan mengikuti Riko yang telah menarik lengannya dan mengajaknya beranjak dari café yang terus, terus, dan terus semakin dipadati pengunjung walau hari tlah berada penghujung senja itu.

-------------------misst3ri--------------------

Di salah satu jalan menuju sebuah perkomplekan itu, tampak dua orang anak, berjalan beriringan dilatari lukisan sang khalik. Sebuah goresan alam yang tengah menggambarkan keindahan sang mentari yang mulai menyerahkan tahta siangnya pada sang langit malam. Bisa terdengar lontara-lontaran candaan dari dua anak manusia yang tengah bercengkrama akrab itu. Tampak dari raut keduanya tawa ceria dan kebahagiaan yang terpancar kuat, seindah semburan sinar mentari sore yang memberikan sebuah siluet keindahan alam diakhir tugasnya itu. Mereka adalah Ify dan Iel, yang baru saja pulang dari sanggar dan memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki sambil menikmati hari sore yang begitu indah itu.

“seneng deh fy, gue liat loe ketawa lepas kayak gini… gak kayak hari-hari kemaren, kecut banget! Hahaha….”

“rese ah loe yel! Kecut.. kecut… masa imut-imut gini dibilang kecut, cuka kali… hehe…”

“idihh… bisa narsis juga ternyata… haha…” celetuk Iel

“kan loe gurunya, haha….” Canda Ify juga.

“bisa aja lo jawabnya… satu sama donk kita. Loe ngajarin gue matematik, gue ngajarin loe narsis, hehehe….” Sahut Iel juga. Lalu mereka tertawa bersama-sama. Ditengah asyik-asyik tertawa, Iel sontak menghentikan tawanya ketika menyadari Ify tengah memandangnya lekat. Tapi saat Iel memandang balik, Ify malah membuang pandangannya.

“thx ya yel…” ucap Ify. Terlihat senyum simpul disudut bibirnya. Iel mengerutkan keningnya sesaat.

“buat?” Tanya Iel. Ify kembali tersenyum, lalu menatap Iel lekat.

“hmm….buat usaha loe… usaha loe buat bikin muka gue gak kecut lagi, hehe…” sahut Ify ringan.

“sama-sama kecut! Haha….” Sahut Iel dengan tawa lebarnya sambil ngacak-ngacak rambut Ify. Sontak saja diantara mereka sesaat terjadi dorong-mendorong karena Ify tak terima rambutnya diacak-acak begitu.

“dasar ah loe yel, kebiasaan deh, kalo gak ngejitak kepala gue, ngacak-ngacak rambut gue! Masih dendam ya loe, kepala loe pernah gue timpuk pake sepatu?!” protes Ify. Iel cuma langsung nyengir dengan tampang sok tak berdosanya. Ify hanya bisa menggeleng-geleng kepala sambil tersenyum simpul, dia melemparkan pandangannya jauh kedepan.

“tapi…, loe tau gak, keisengan loe dan cara loe ngibur gue, bikin gue inget sama seseorang…” kata Ify lagi. Iel kembali mengerutkan keningnya sambil menatap Ify dengan muka heran.

“hah? Sama siapa? Jelas gak mungkin tukul kan? Minimal Justin bieber kan ya, yang bisa bikin cewe-cewe histeris kegirangan… Ya kan? Ya kan?” celetuk Iel sambil memainkan alisnya dan menyeringai dengan wajah jailnya. Ify hanya tertawa mendengar kenarsisan Iel itu. Baru saja Ify mau menyahuti, tapi tiba-tiba sesuatu berdering keras dan saku Iel.

“eh bentar fy” kata Iel sambil buru-buru merogoh kantongnya dan mengeluarkan HPnya yang sudah berdering nyaring itu. Dengan sekali tekan disalah satu tombolnya, panggilan telepon itupun segera tersambung.

“hallo… kenapa bro?” sapa Iel kepada suara diseberang teleponnya itu, sambil memberi isyarat ke Ify untuk tak kemana-mana, lalu dia berjalan kearah samping, agak menjauh dari Ify.

Ify bisa melihat, walau diselingi beberapa candaan, tapi wajah Iel beberapa kali terlihat agak serius berbicara dengan lawan bicaranya diseberang telepon sana. Dari mimik wajah Iel itu, Ify bisa menebak, pasti ada pembicaraan serius disana walau ia tak terlalu bisa mendengar membicaraan Iel diteleponnya itu. Tapi, Ify tak mau terlalu mengambil pusing, karena dia memang tak punya hak untuk ikut campur akan hal itu. Tak lama berselang, Iel tampak telah mengakhiri obrolannya, lalu kembali mendekati Ify yang sedari tadi setia menunggu.

“sori ya fy nunggu… yuk fy buruan. Gue anter loe pulang…” kata Iel sambil narik pergelangan tangan Ify mengarah salah satu jalan. Mereka kini telah berada didepan komplek mereka.

“hmm… Gak usah deh yel… loe langsung aja sana pulang ke rumah loe. Ntar loe jalan muter lagi… Bentar lagi ini magrib kan?” tolak Ify yang tak ingin Iel jalan memutar lagi jika mengantarnya. Dari depan komplek, arah rumah Ify memang agak berbeda jalur jalan dari rumah Iel yang berbeda blok.

“udah gak papa… Lagian gue kan mau main ke rumah loe bentar, sekalian minta izin lagi ke nyokap loe buat nyulik loe lagi malem ini…” sahut Iel.

“hah? Mau nyulik gue kemana lagi loe? Jangan yang aneh-aneh deh loe yel…”

“udah… gak usah bawel, loe ikut aja. Ini juga demi kebaikan loe fy…” jawab Iel sambil tersenyum penuh misteri. Ify sedikit mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud perkataan Iel.

“udah, gak usah dipikirin. Percaya sama gue, oke? Ayo buruan jalan, ntar keburu orang azan magrib lagi…” ajak Iel cepat sambil menarik cepat tangan Ify.

--------------------misst3ri-------------------

Ketika burung-burung telah terbang, pulang kembali ke sarangnya, mentari juga tlah kembali keperaduannya. Itulah yang menandakan hari telah melewati senja, dan beralih menuju malam yang penuh kegelapan yang menenangkan. Paska Sivia menemani Riko bermain-main di timezone, kemudian sesaat mereka menunaikan sholat maghrib di mushola mall itu, Riko kemudian mengajaknya menuju pintu keluar mall yang semakin dipenuhi orang-orang yang mau menghabiskan malam minggunya di tengah keramaian manusia yang memadati salah satu mall terbesar di kota itu.

"sekarang kita mau kemana sev… eh Riko?" Tanya Via yang masih agak bingung dengan panggilan severus atau Riko.

"udah, loe ikut aja… loe udah sepakat mau ngikutin gue kan? Santai aja vi…" sahut Riko santai sambil sekilas melemparkan senyumnya pada Via. Via balas tersenyum sambil menganggukan kepalanya dengan ringan. Kelihatan setelah beberapa menghabiskan waktu bersama sepanjang sore itu, tampak tak ada kecanggungan lagi diantara Via dan Riko.

“eh iya, ka rio gimana? Jangan-jangan lagi nyariin gue lagi…” kata Via yang tiba-tiba teringat kakaknya yang sore tadi meninggalkan dirinya itu.

“tenang… rio udah pulang kok. Gue yang nyuruh. Helm loe udah dikasihin ke gue tadi” sahut Riko dengan enteng. Via sontak menoleh dan menarik lengan Riko untuk menahan langkahnya.

“hah?! Jadi gitu?! Bener-bener ngerjain gue loe!” omel Via sambil ngedorong bahu Riko kesal. Riko langsung tertawa lepas.

“haha…. Udah gak usah banyak protes. Kakak loe udah nyerahin loe ke gue, jadi malam ini loe dalam tanggung jawab gue. Jadi loe harus nurut apa kata gue… oke bos?” sahut Riko lagi. Walau masih gondok setengah hati, Via akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah, lalu terus berjalan mengikuti Riko.

"eh, kita mau naik motor ya? Emang udah punya SIM loe? Udah berani bawa motor.." celetuk Via ketika mereka telah berada di parkiran dan Riko berjalan menuju sebuah motor matic berwarna hitam lalu mengeluarkan sebuah kunci dari kantong celananya.

"tenang.. Udah punya SIM kok…”

“beneran?”

“iya beneeer…, punya kok, Surat Ijin Mengibul tapi... Hehe..."

"ah, loe beneran kayak severus... Jayus!"

"emang gue severus kan? Emang siapa lagi? Hantu?" sahut Riko lagi sambil terkekeh kecil. Via jadi ikut tertawa kecil.

"masih ga nyangka gue lo severus, kok bisa sih? Di sekolah kan loe rada pendiem dibanding temen-temen loe... Gak nyangka gue di dunia maya banyak omong kaya severus loe…"

“hahaha… terkadang, orang emang seperti memiliki 2 kepribadian ketika ia bersinggungan dengan dunia maya. Seperti menunjukkan sisi lain dirinya yang mungkin gak bisa dia tunjukkin di dunia nyatanya… Atau orang kayak loe, yang gak berani ngungkapin perasaan di dunia nyata, dan lebih memilih numpahinnya di dunia maya. Ya kan my princess?” kata Riko sambil menyodorkan helm kearah Via lalu tersenyum simpul pada Via.

Dipanggil my princess oleh Riko seperti itu, pipi Via langsung bersemu merah. Memorinya langsung memutar indah segala kata-kata dan obrolan hangat diantara dirinya dengan severus selama ini. Lagi-lagi seulas senyum malu-malu terukir disudut bibirnya. Mungkin hatinya sampai sekarang tak menyangka, sosok yang sering memanggilnya dengan begitu manis didunia mayanya itu adalah Riko, orang yang sudah jadi musuh bebuyutannya sejak dari SD. Tapi hari itu telah mengubah pandangan dirinya tentang sosok Riko. Segala perasaan kesal yang biasanya ia lekatkan pada diri Riko, kini yang tersisa dihatinya hanyalah sosok sang severus yang penuh kehangatan.

“yok naik!” ajak Riko kepada Via agar segera naik keatas motor matic miliknya itu. Via mengangguk dan segera menaiki motor Riko. Dan dalam hitungan detik, mereka berdua telah berboncengan menaiki motor Riko menuju sebuah tempat yang telah berada didalam rencana yang telah dipikirkan Riko itu.

--------------------misst3ri---------------------

Setelah menempuh perjalanan beberapa puluh menit, Riko membelokkan motornya memasuki sebuah perkomplekan. Kening Via mengerut. Komplek ini cukup familiar buat Via. Kawasan ini begitu akrab dengan ingatannya akan kenangan dimasa lalunya. Tapi ini malah membuat hatinya tiba-tiba kembali tergelitik tak nyaman dan semakin digeluti kegelisahan.

"ko, ngapain loe bawa gue kesini, ini kan komplek perumahan....." lirih Via

“Kita gak bakal ke rumah temen loe itu kok….” Potong Riko seolah mengerti apa yang ada dipikiran Via.

Via diam-diam menghembuskan nafas lega. Dia benar-benar tak mau jika di paksa berhadapan dengan sosok penyebab sakit hatinya itu. Hatinya masih merasa belum siap jika harus kembali menghadapi gemuruh pertentangan hebat di hatinya dikala setiap bertemu dengan orang yang dulu ia tempatkan dihatinya sebagai sahabat terbaiknya itu.

“trus ngapain kesini?” Tanya Via kemudian.

“ntar juga tau…” jawab Riko enteng sambil tersenyum simpul penuh arti dari balik helmnya itu. Via mendengus agak kesal. ‘ah ni orang, demen banget sih main rahasia-rahasiaan sama gue!’ benak Via. Tapi rasa penasaran Via itu akhirnya terpecahkan juga ketika Riko membelokkan motornya ke salah satu rumah besar yang ada di komplek itu. Via tak tau itu rumah siapa, tapi entah kenapa, dia punya firasat tak enak. Setelah masuk dan memarkirkan motornya di halaman rumah yang cukup luas itu, Riko pun turun dan menarik Via agar mengikutinya.

"yuk vi turun…”

“rumah siapa nih ko? Rumah loe ya?”

“bukan. Gue kesini mau ngajak loe nemuin seseorang…” jawab Riko sambil terus tersenyum. Via mengerutkan keningnya. ‘nemuin seseorang?’ Dan seakan faham akan keheranan Via, perlahan Riko membisikkan sesuatu dikuping Via. “Ini rumah pangeran kodok loe…" bisik Riko.

"what?!" pekik Via kaget. Dan bisikan Riko itu jelas langsung membuat Via sontak memberontak dan berkeinginan melarikan diri. Tapi Riko yang telah lebih dulu bersiap dengan menggenggam erat pergelangan tangan Via, tentu saja bisa mengatasinya dan kemudian segera menariknya untuk memaksa gadis itu mengikuti langkahnya menuju pintu masuk rumah itu.

“Riko! Lepasin gue gak!” teriak Via.

“gak! Loe kan udah sepakat ngikutin apa kata gue! ayo!” sanggah Riko

“Gue mau pulang!”

Ditengah keributan kecil dan tarik-menarik di halaman itu, Via yang memberontak keras, tiba-tiba mengendurkan perlawanannya pada Riko, tepat disaat dia melihat 2 sosok yang telah berdiri dibelakang punggung Riko. Kehadiran orang-orang yang seketika menyihir dirinya seperti merasa lemah tak berdaya, sekaligus membuat hatinya kembali berdegup dan bergejolak tak menentu.

“Ify… Iel…” lirihnya lemah.

-----------------misst3ri-----------------

Ketika tau bahwa sosok princess dunia mayanya itu adalah Sivia, lalu melihat rentetan kejadian yang terjadi disekitarnya selama beberapa hari itu, yang muncul dipikiran Riko hanya satu. Dia harus bisa menjadi penengah. Sebagai severus, dia sangat mengerti apa perasaan Via. Dia tau betul gejolak jiwa gadis itu. Dan ia jelas bisa mengerti bagaimana kebencian itu bisa benar-benar tertanam dalam.

Tapi dilain sisi, sebagai Riko, lewat cerita Gabriel dia tau persis bahwa apa yang terjadi pada Ify. Dan di beberapa hari terakhir itu, ia bisa melihat sendiri dengan pikiran jernih dan lebih objektif, bahwa pancaran ketulusan benar-benar terpancar kuat dari gadis itu, yang membuatnya semakin yakin, bahwa Ify hanyalah korban kesalahpahaman. Yah, kesalah-pahaman yang harus segera diluruskan. Dan atas dasar keyakinan itu, Riko menyusun rencana untuk mempertemukan semua pihak yang tlah membangun kesalah-pahaman yang menjadi persoalan yang begitu rumit itu.

Dan saat itu, walau dengan paksaan yang luar biasa, Riko akhirnya berhasil membawa Via ke rumah Iel dan mendudukkannya dan menghadapkannya di depan orang-orang yang melingkari permasalahan ini. Ada Iel, orang yang ternyata menjadi objek utama bahan kesalahpahaman itu. Ada juga telah hadir disana, Sion, orang yang menjadi saksi sumber awal keberadaan foto yang menjadi sumber kesalahpahaman itu. Dan terakhir tentu saja Ify, orang yang menjadi korban kesalah pahaman itu sendiri, sekaligus orang yang paling mengharapkan Via untuk bisa membuka hatinya kembali.

"Via, gue cuma pengen loe denger semua cerita dari Iel, Sion, dan juga Ify... dari awal sampai akhir. Please, gue mohon loe dengerin baik-baik. Dengerin pake hati loe, jangan pake emosi loe vi. Setelah itu, terserah loe deh, mau ngapain…." ucap Riko membuka pembicaraan di antara mereka berlima setelah mereka telah duduk tenang di ruang tamu rumah Iel itu. Riko lalu memberi isyarat pada Iel untuk membuka suara.

Iel lalu menegakkan tubuhnya dan berdiam sejenak, mencoba kembali menyusun-nyusun kata yang akan coba ia lontarkan. Sejak di telepon Riko dan diberi tau rencana ini, pikiran Iel telah berkerja, memikirkan masak-masak apa yang akan ia ucapkan. Dia tak ingin setelah pertemuan itu, Via dan Ify malah tambah salah faham, dan Ify semakin merasa tersakiti. Ia tak mau itu. Jika itu sampai terjadi, dia bersumpah tak akan memaafkan kebodohan dirinya sendiri.

“oke… mungkin biar segalanya jelas buat loe, mungkin kita harus cerita dari awal” kata Iel akhirnya. Ia menghela nafasnya sesaat, lalu kembali menatap Via lurus.

“Semua berawal dari sepatu Ify yang gue lempar ke atas pohon dulu. Loe masih ingat kan?” kata Iel lagi, memulai usaha mereka melunakkan hati Sivia. Dan setelah itu Iel dibantu Ify, Sion dan juga Riko mulai bercerita panjang lebar tentang segala hal yang terjadi.

"…. sampai akhirnya kalian tau lewat angel yang dendam sama kalian, memanfaatkan foto yang ia curi dari gue, dan ia pajang di mading sekolah buat jatohin image kalian yang udah dikenal tak mau bersentuhan dengan teman-teman lain yang kalian sebut para pecundang… Dan seterusnya kalian malah membuang Ify, yang sebenarnya seperti kita certain panjang lebar tadi, dia cuma korban yang dijadikan kambing hitam disini… Dia sebenarnya gak salah apa-apa, tapi malah jadi orang yang paling tersiksa bathinnya…” kata Iel yang menutup cerita panjang mereka.

“vi... Ini semua salah gue kok, gue yang foto dia sama Dayat. Gue tau, kalian pasti ga bakal terima kalau Ify begitu sama Dayat kan? Dan gue manfaatin kelemahan Ify itu buat maksa dia biar bisa jadi suruhan gue sebulan ini sekaligus biar bisa gue manfaatin buat ngontrol kelakuan kalian... " kata Iel lagi. Iel tampak begitu berusaha agar Via mau menerima Ify lagi. Dia tak mau Ify terus-terusan terluka seperti sekarang. Biar bagaimana pun, dia merasa menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas segala masalah ini. Dan ia harus bisa menyelesaikan segala perkecamukan ini.

“Ify mau nyanggupin syarat yang gue kasih dan kemudian memilih untuk tetap diam mempertahankan rahasia ini sendiri tanpa melibatkan kalian cuma buat ngejaga perasaan kalian, hanya demi persahabatnya dengan kalian! Dia rela nanggung tekanan dari gue sendirian. Dia benar-benar nurutin semua apa kata gue. Walau dia memang ngejalanin perintah gue sepenuhnya, tapi apa pernah selama itu dia nyakitin kalian? Apa dia khianatin kalian dan menjelek-jelekan kalian? Gak kan? Jadi sebenarnya yang membuat Ify tampak begitu bersalah di mata kalian apa? Ayolah Via… buka hati loe lagi buat sahabat loe itu…” mohon Iel lagi.

“iya Via, kita mohon loe baikan lagi sama Ify… sama kita damai juga deh. Kita-kita yang minta maaf duluan juga gak papa. Gue juga cape perang mulu sama kalian…” celetuk Sion juga yang diikuti anggukan yang lain. Tapi setelah penuturan dan permohonan-permohonan luar biasa itu, Via tampaknya belum mau juga bergeming. Dia masih betah bertahan dengan sikap dingin dan acuh-tak acuhnya itu.

“Via, kita tau kita emang udah gak pernah akur dari SD. Dan itu berlanjut di SMP dan loe dan sila juga melibatkan Ify dan tian dikubu kalian. Dan sekarang sampai kita udah mau lulus SMP, kita terus bertahan dengan peperangan kita itu. Tapi, apa loe pernah kepikiran buat akhirin ini semua? Kita semua, gak cuma antara kalian dengan gue, Cakka, Iel dan Sion, tapi juga sama temen-temen yang lain seperti Dayat, Obiet, Zahra… Apa loe pernah kepikiran buat damai dengan semuanya? Hanya itu yang Ify coba lakukan tanpa pernah mengurangi kesetiaannya pada kalian….” kata Riko juga sambil menatap lurus Via yang sedari tadi tampak terus bertahan dibalik tembok keangkuhannya, tanpa menghiraukan perkataan mereka semua.

“Sivia… sekuat apa sih gembok hati loe?!” kata Iel agak prustasi sekarang melihat Via tak mengurangi sikap antipatinya itu sedikitpun. “Asal loe tau ya… Pak Hanny sempat tau tentang perjanjian kami. Dan saat pak Hanny menekan kita dengan mengancam akan menghapus nilai-nilai kita, Ify lebih memilih untuk diam dan mempertaruhkan nilai dia demi terus jaga rahasia itu. Dia tau, kalau pak Hanny sampai tau masalah kami, kalian semua bakal ikut terseret juga! Jadi apa gak ada sedikitpun rasa simpati loe sama Ify?! Ify itu ngobanin banyak hal tau gak demi kalian! Nyadar gak sih loe?!” kata Iel cukup keras.

Iel tampak mulai terbawa emosi menghadapi Via sangat cuek, bersikap tak peduli itu dan terkesan angkuh itu. Ify yang menyadari itu segera menarik bahu Iel. Iel menoleh dan melihat Ify menggeleng pelan kearahnya, mengisyaratkan agar Iel menahan emosinya. Iel pun terdiam dan memilih menghempaskan punggungnya pada sandaran sofa dibelakangnya. Ify yang sedari tadi lebih banyak diam itu lalu sesaat memandang kearah Riko dan Sion, seakan-akan memberikan isyarat agar mereka tak bertindak emosi dan memberikan dirinya waktu untuk berbicara.

Ify kemudian mengalihkan perhatiannya pada Via yang tampak tak mau sedikitpun memandangnya itu. Padahal mereka duduk di sofa yang bersisian. Ify sedikit mencondongkan posisi tubuhnya agar lebih bisa menjangkau Via.

“Via…..” tegur Ify sambil perlahan mengarahkan tangannya untuk menyentuh pergelangan tangan Via. Tapi Via yang menyadari itu, malah dengan cepat menjauhkan tangannya dan menggeser duduknya agar sedikit menjauh. Ify yang akhirnya hanya bisa menghela nafasnya sembari menarik kembali uluran tangannya.

"Via... Kita udah berusaha buat jujur, certain apa aja yang tlah terjadi sebenarnya. Gue bener-bener ga ada apa-apa sama Iel, dan gue gak pernah ada niat sedikipun buat khianatin kalian... please Via, percaya sama gue…” lirih Ify penuh permohonan. Via masih saja tak bergeming. Wajahnya masih saja kaku, tak jua menunjukkan sedikitpun wajah yang bersahabat. Ify mendesah pelan. Hatinya seperti tersayat pedih melihat sahabatnya bersikap begitu padanya.

“Via… gue cuma gak mau kita musuhan kaya gini terus vi…” lirih Ify, sesaat ia menghela nafasnya, untuk mengurangi keresahan dihatinya, “Kalo loe emang masih marah sama gue, loe boleh omelin gue sepuasnya sekarang, loe… loe boleh nampar gue lagi kalo emang itu bikin loe puas... Loe boleh nyuruh gue apa aja, asal loe mau maafin gue vi…” lirih Ify lagi. Kini Ify telah turun, berlutut tepat dibawah kursi Via, memandang Via penuh permohonan.

Sedangkan Via, dia mulai bereaksi. Sekilas ia melirik Ify, masih dengan pandangan dinginnya. Lalu ia kembali membuang wajahnya dan memejamkan matanya sesaat. Dia tau, hatinya bergemuruh kuat saat itu. Rasa iba dan sayang akan sahabatnya itu mulai menyeruak kepermukaan ditengah emosi jiwa dan egonya yang begitu membuncah menggerogoti hatinya tanpa ampun. Tapi disisi lain, jelas sekali lagi, sakit itu melekat sangat kuat dihatinya, dan tak bisa ia hilangkan dengan begitu saja. Semakin ia tahan dan pendam, semakin kuat dan membekas luka itu. Jadi apa yang harus ia lakukan sekarang?

“please Via... jangan siksa gue terus dengan rasa bersalah ini vi…" mohon Ify lagi dengan suara yang sangat bergetar saat itu. Kelopak matanya tampak sudah tak mampu lagi menguasai limpahan butiran-butiran air mata yang sedari tadi sudah memberontak untuk segera bisa keluar. Dan emosi bercampur kepedihan sekaligus pancaran ketulusan dari seorang Ify itu seakan-akan ikut menyihir seisi ruangan itu. Ruangan itu ikut seolah-olah membeku. Sunyi, tak ada suara. Semua hanya terpaku, menatap penuh rasa simpati kepada seseorang yang telah menunjukkan sebuah ketulusan dan kesetiaan sejati dalam memperjuangkan persahabatan yang begitu ia hargai dan pertahankan.

Tapi kebekuan itu, tak lama kemudian terpecahkan. Via tiba-tiba bangkit dari kursinya, lalu dengan cepat mencengkram pergelangan tangan Ify dan menariknya kuat untuk segera mengikuti langkahnya. Riko, Iel dan Sion yang kaget dengan gerak tiba-tiba Via itu, sontak ikut berdiri.

"kalian bertiga tetep diem disitu! Awas kalo ada yang ngikutin!" teriak Via tajam pada ketiga cowo yang ada diruangan itu. Riko, Iel dan Sion yang diteriaki dengan nada tinggi dan mengancam itu, sontak langsung turun nyalinya, dan memutuskan kembali duduk. Dan akhirnya mereka hanya bisa memandangi Via yang sudah berlalu bersama Ify dengan cepat menuju arah pintu luar itu.

"tenang temen-temen... gimana kalo kita pantau dari jauh, kalau udah mulai tanda-tanda ngarah ke jambak-jambakan, tampar-tamparan baru kita sorakin...” bisik Sion agak berapi-api setelah Via dan Ify sudah tak nampak lagi. Tapi Riko dan Iel sudah melototin Sion tajam, sekan-akan seperti elang yang sudah siap memangsa. Melihat itu Sion langsung nyengir.

“Eh, maksudnya nyerbu buat lerai’in kesana.. hehe... eh ayo, kita ngintip keluar!" ajak Sion sambil narik Iel dan Riko agar mengikutinya menuju pintu luar untuk memata-matai Via yang telah menyeret Ify ke halaman luar itu.

---------------------BERSAMBUNG (3am)------------------

1 komentar:

Anonim mengatakan...

kak klo bisa cepet yaa lanjutnya ...
Thx..