This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

FIKSI - Cerpen: Serpihan Hati

Kau tau apa itu cinta?

Cinta itu manis bagi yang mengecap sejuta kebahagiaan darinya.

Tapi cinta itu juga pahit bagi yang merasakan kepahitan darinya.

Cinta bisa berarti sebuah kegundahan bagi yang tak bisa mengungkapkan dan meraihnya.

Dan cinta itu bisa berarti sesuatu yang abstrak dikala kau tak mampu melukiskan perasaanmu yang sebenarnya.

Tapi yang pasti, cinta itu sesuatu yang suci. Karena sesungguhnya cinta tak pernah menyakiti. Cinta yang hakiki itu adalah sebuah ketulusan, pengorbanan, dan kesetiaan. Tapi jika kau mengingkari arti cinta sesungguhnya itu, saat itulah hakikat kesucian cinta berubah, tak lagi terbentuk sempurna yang seharusnya bisa menentramkan pemiliknya.

---------*****---------

Mentari kembali menjemput sang pagi. Perlahan aku membuka jendela kamarku lebar-lebar. Dan ku sambut sang mentari dengan senyum bahagiaku. Aku yakin hariku pasti terasa special jika aku bisa terus menyambut hari dengan bahagia, bagaimana pun keadaanku. Seperti yang ku lakukan saat ini. Mensyukuri hidupku yang kembali bisa menikmati panorama keindahan alam hasil lukisan Sang Khalik, sang mentari pagi, kemudian sesaat menghirup udara sejuk pagi yang melegakan kekosongan jiwa ini.

Asyik menikmati sang mentari, dari lantai bawah bisa ku denger sayup-sayup suara obrolan hangat dari suara yang sudah sangat familiar di kupingku. Aku pun mensudahi aktivitas ku itu dan segera meraih tas sekolahku lalu kemudian melangkah keluar kamar menuju ruang makan di lantai bawah. Langkah kakiku pun semakin kupercepat menuruni anak-anak tangga seiring semakin mengerasnya suara itu ku dengar. Dan ketika aku sudah sampai disana, yak, sudah ku duga. Sosok yang sudah beberapa lama absen dari hidupku itu kembali mengusik ketenangan pagi indahku.

“hei Fy! Dah siap? Berangkat bareng yok!”

Sosok lelaki jangkung, kurus dengan rambutnya yang sedikit jabrik acak-acakan itu telah bertengger di meja makan sekarang. Dia ariel, seseorang sudah begitu dekat denganku. Dia sahabatku dari aku masih kecil. Bahkan saking dekatnya dengan keluargaku, ayah bunda sudah menganggapnya seperti anak sendiri.

“eh, tumben ngajak gue berangkat bareng lagi, cewe loe di kemanain?” tanyaku saat aku duduk di kursi makan tepat disampingnya.

“udah putus” jawabnya singkat ditengah kelahapannya menyantap roti-roti yang disediakan bunda untuk sarapan pagi ini. Bahkan susu vanilla kesukaanku tak sungkan-sungkan ia ambil alih kepemilikannya dan ia teguk tanpa ampun. Aku hanya mampu meliriknya sesaat, lalu mendesah pelan.

“loe tu ya… kalo punya pacar aja gue dicuekin, pas gini aja baru inget sama temen loe!” sungut ku sambil ikut mengambil selembar roti. Ariel hanya tertawa seperti biasa.

“wo iyadong… daripada gue nganggur, gak ada cewe yang minta perhatiin, minta jemputin, mending gue boncengin loe lagi….”

“ban serep kali gue ya?” sungut ku. Lagi-lagi Ariel hanya tertawa.

“eh, sekarang kenapa lagi loe putus sama Tiara? Pasti loe kan yang putusin?”

“bosen gue Fy, anaknya cerewet banget…”

“ah loe riel, gampang banget mutusin cewe. Coba gue inget-inget dulu, bulan ini loe udah 2 kali kan mutusin cewe? Dan dua-duanya loe putusin cuma karena loe BOSEN?! Kapan loe kaga bosennya sih kalo pacaran. Kasian anak orang woy loe bikin mewek mulu…”

“hehe… yaa mau gimana lagi? Kalo emang gak ngerasa nyaman, ngapain dipertahanin? Lagian lebih milih mana, gue selingkuh apa gue putusin sekarang? Mending putus kan? Loe kayak kaga kenal gue aja Fy, gue itu orangnya gak mau ribet yah, kalo udah gak punya rasa, udah gak betah, ngapain sok-sok dipanjang-panjangin? Ntar ujung-ujungnya juga putus! hehe….” Jawabnya dengan santainya. Lagi-lagi aku cuma bisa menggeleng. Yah, begitulah selalu jawaban Ariel jika ia ditanya tentang perihal kenapa dia suka mutusin cewe.

Dan itu juga yang menjadi satu perbedaan besar dari sudut pandang kami berdua. Walau kami bersahabat dekat, tapi ada satu pikiran yang tak pernah bersahabat dari kami berdua. Sebuah hal yang selalu jadi bahan perdebatan kami berdua. Yaitu cara kami memandang cinta.

Ariel, lengkapnya Ariel Barata. Dia sobatku dari kecil. Rumahnya hanya terhalat satu rumah dari rumahku. Aku telah mengenalnya dari ia masih sangat kecil. Jadi bukan hal yang aneh aku mengetahui segala hal mengenai dia. Dia anak yang sangat baik, tapi juga sangat iseng. Tapi dia seorang sahabat yang sangat baik dan penuh perhatian. Setidaknya itu yang aku rasakan selama ini. Dia selalu punya waktu jika aku memerlukan dia sebagai sahabat meski dia tengah punya kekasih sekalipun.

Ohya, bicara soal percintaannya, dia mungkin udah puluhan kali pacaran. Dengan tampang dan pesonanya yang, yaah…. jujur bisa memikat banyak cewe, dia pasti bisa dapetin cewe dengan mudah. Termasuk aku? haha… syukurnya aku sudah kenal dia luar dalem, jadi gak bakal kena efek pesona dia. Lagipula aku bukanlah orang yang gampang jatuh cinta. Aku Fyka Putri Adinda, anak kelas XII SMA yang masih jomlo seumur hidup. Ya, aku seumur hidup belom pernah mengecap apa yang namanya pacaran. Beda banget kan sama sahabatku yang satu itu? Bukannya aku gak laku, gak normal atau bagaimana, tapi aku punya pandangan lain tentang cinta.

Orang lain mungkin boleh beranggapan pacaran itu pertualangan masa muda yang tak boleh terlewatkan sehingga dengan gampangnya berganti-ganti pasangan, mencoba segalanya hanya untuk mendapat kepuasan cinta yang kita cari-cari. Mungkin sebagian orang memandang cinta sebagai hasrat hatinya. Sebagai tempat ia mencurahkan cinta dan kasih sayangnya. Ucapan-ucapan sayang, sentuhan, dan juga, maybe… kiss. Yah, mungkin itulah hasrat cinta mereka. Yang bahkan jika cinta itu terlampau berhasrat, bisa menjerumuskan keperbuatan-perbuatan negative lainnya.

Sekali lagi aku bilang, orang mungkin boleh memandang cinta seperti itu. Tapi gak buatku. Buat aku cinta itu bukanlah hal yang dengan gampangnya dijadiin permainan. Cinta itu anugrah dari Tuhan yang gak boleh kita perlakukan sekehendak hati kita. Cinta itu hal yang sangat suci sehingga harus dilandasi dan dijalani dengan sikap yang suci juga. Mungkin kalian bisa bilang aku kolot, gak gaul, munafik, atau seperti apapun. Tapi itulah diri aku, dan aku nyaman dengan prinsipku itu.

Sedangkan Ariel, dia juga orang yang memandang cinta sebagai sebuah petualangan dan kesenangan masa remaja yang tak boleh ia sia-siakan. Dia selalu bilang,

“numpung masih muda, gak ada salahnya kan nyoba banyak hal baru?”

Ya, itu emang benar. Tapi apakah itu juga berlaku soal percintaan dia yang suka gonta-ganti pacar? Terlebih lagi alasan dibalik gonta-ganti pacar itu hanya karena ngerasa bosen dan gak cocok? Itu menurutku, sama aja loe gak menghargai arti dari cinta itu sendiri. Hei, bukankah cinta itu artinya juga belajar menghargai segala kelebihan dan kekurangan? Bukankah cinta itu harusnya bisa mengajarkan kita memahami perasaan dan menuntun kita menuju sebuah ketulusan hati?

Tapi Ariel selalu menjawab,

“loe tuh terlalu banyak teori Fy… santai aja, teori gituan gak penting, yang penting actionnya! Kita itu masih muda banget Fy… gak ada salahkan nyoba-nyoba, milih-milih sesuka hati kita… Kalo gak, gimana kita bisa tau cocok apa nggak? Gak tau yang mana cinta sejati kita…. Gak nyoba, gak belajar Fy….”

Oke, sekali lagi, jalan pikiranku dan Ariel tak pernah sejalan.

**--***--**

Selang beberapa minggu setelah kejadian pagi hari dimasa kembalinya jomblo seorang Ariel itu, Ariel belum juga memiliki pasangan baru sampai detik itu. Tumben menurutku untuk playboy macem Ariel.

Tapi hari itu sepulang sekolah, aku liat Ariel tengah mengobrol dengan seorang cewe di pinggir lapangan. Bisa aku tebak, itu pasti target dia selanjutnya. Aku tau cewe yang didekati Ariel itu. Dia anak kelas XII IA 3, kelas yang berbeda dengan kelasku maupun Ariel. Tapi aku udah kenal dengan cewe itu karena dia dulu mengambil ekskul yang sama denganku. Dia cewe yang manis tapi agak pendiam. Di ekskul, dia terlihat jarang berbicara dengan orang sekitarnya. Aku sendiripun belum pernah mencoba mengobrol dengan cewe itu. Yang aku tau hanya namanya. Vivi.

**--**3am**--**

Semakin hari aku liat Ariel semakin sering terlihat mendekati Vivi. Apa Ariel telah berhasil menaklukkan gadis itu? Aku rasa belum, karena dia masih rutin tiap pagi mengambil jatah sarapanku di rumah dan masih ngizinin aku nebeng di motor dia. Itu salah satu ciri kalo Ariel masih sendiri. Yah, selalu begitu. Semua orang juga tau, aku sobat yang sangat kental dengan Ariel. Bahkan sebagian malah mengira kita masih sodaraan karena saking akrabnya. Jadi, buat cewe-cewe yang ngincer Ariel, keberadaanku menurut mereka bukanlah sebuah batu sandungan, tapi sebuah pertanda kalo Ariel tengah kosong. Nasibku tragis? Memang. Tapi aku lebih bersyukur dianggep seperti itu daripada aku diteror gara-gara dianggep saingan oleh para Ariel maniak itu.

Tapi aku jadi penasaran, kenapa gerak Ariel terlihat lamban sekarang yah? Biasanya dalam waktu beberapa minggu, bahkan pernah dalam beberapa hari, dia sudah berhasil naklukin cewe yang dia mau. Yah, minimal udah bisa ngajak jalan-jalan bareng atau nganter jemput sekolah. Tapi dengan Vivi? Seperti yang aku bilang tadi, dia masih rutin nemenin aku, itu berarti dia belom bisa salurin ‘cinta gombal’ dia buat cewe lain. Dan satu hal lagi yang bikin aku penasaran. Biasanya Ariel akan mengubah sasarannya jika targetnya sulit untuk ditembus. Tapi sekarang Ariel tak terlihat mengubah sasarannya. Apa Vivi memang gadis yang berbeda dari gadis-gadis yang Ariel sering kali dekati? Sebegitu special kah dia di mata Ariel sekarang? Andaikan Vivi gadis yang baik dan tepat buat Ariel, aku berharap, Ariel bisa belajar serius mengenal sebuah cinta sekarang.

-----**misst3ri.blogspot.com**-----

Waktu berlalu begitu cepat. Kesibukanku sebagai siswa kelas 12 semester akhir membuat waktu ku banyak tersita dengan buku-buku dan soal-soal persiapan ujian nasional. Sampai akhirnya aku dan juga Ariel telah melalui ujian nasional dan mulai sibuk mencari universitas mana yang ingin kami masuki. Semua masih sama seperti 2 bulan yang lalu di saat Ariel bercerita padaku bahwa dia tertarik dengan seorang gadis bernama Vivi itu. Yah, sampai sekarang Ariel masih berjuang mendapatkan gadis itu. Sampai suatu hari Ariel ke rumahku, dan bilang…,

“gue mau nembak Vivi hari ini”

Aku sedikit tercengang. Sudah mampu kah Ariel menaklukkan gadis itu? Entahlah. Tapi hatiku mulai merasa gak nyaman. Aku mulai merasa takut dan khawatir. Entah kenapa, aku merasa tak rela Ariel kembali mengarungi kisah cintanya dengan seorang cewe. Aku takut dia kembali berulah seperti cerita percintaan dia terdahulu. Selalu berakhir dengan sia-sia dan tanpa arti.

“Riel, loe serius?”

“kapan seorang Ariel pernah gak serius dalam masalah pecintaan?” ucapnya dengan mantap.

“Riel gue serius. Loe selama ini cinta kayak dibikin mainan tau gak…, apa loe yakin? Apa loe udah benar-benar ngerasa cocok dengan Vivi? Apa loe udah yakin bisa serius dengan Vivi?” ucapku dengan nada khawatir. Aku pandang matanya lekat agar dia tau kekhawatiran diriku. Tapi Ariel malah membalas tatapanku dengan ekspresi bingung.

“Gue gak mau loe cuma pengen coba-coba dan main-main lagi, trus menyakiti perasaan orang lain lagi… Kalo loe ngelakuin itu terus, kapan loe bisa ngerti dan jalanin cinta seperti yang seharusnya?” ucapku lagi penuh perhatian.

“siapa yang main-main sih… gue serius Fykaa… Gue bahkan bisa liat sesuatu yang beda dari Vivi” ucap Ariel sudah agak keregetan kali ini mendengar kecerewetan ku.

“tapi Riel… Gue gak pengen loe terburu-buru. Kasian hati loe kalo cinta loe sekarang lagi-lagi berakhir karena kebosenan loe dan perasaan sesaat loe! Kalo loe selalu permainin hati loe, hati loe gak bakal peka lagi dengan cinta yang sebenarnya!” ucapku agak keras kali ini. Sungguh aku tak melarangnya kembali bercinta, tapi aku cuma gak mau dia berbuat bodoh lagi. Aku takut dia kembali ngelakuin kesalahan yang sama dan nyakitin hati orang lagi dengan mudahnya. Tapi rupanya ucapanku yang keras tadi membuat Ariel gusar dan marah. Dia malah balik menatapku dengan tajam.

“udah deh Fy! Loe ngerti apa soal cinta? Yang loe punya cuma teori, pemikiran loe, tapi loe gak pernah berani nyoba mengarungi percintaan yang sebenarnya! Ya kan?!” bentak Ariel. Aku kaget Ariel tiba-tiba berteriak seperti itu. Apa aku sudah salah bicara? Aku tak mampu berkata apa-apa menanggapi ucapan keras Ariel tersebut.

“Loe gak ngerti kan?! Loe yang gak pernah berani jatuh cinta, gak usah sok nasehatin gue tentang masalah percintaan! Loe gak akan pernah bisa tau bagaimana perasaan gue! loe gak bakal pernah tau apa yang selama ini gue cari! Jadi mending loe simpan semua teori loe itu buat diri loe sendiri sampai loe berani menyentuh cinta itu langsung dan buktiin semua teori loe itu sendiri! Ngerti loe?!!” ucap Ariel dengan keras dan penuh penekanan.

Aku hanya bisa terhenyak mendengar itu. Mataku hanya bisa menatap nanar kearah punggung Ariel yang telah berlalu dengan begitu cepat dari hadapanku. Perlahan aku rasakan sebening bulir air mata tlah jatuh dan pengalir pelan di pipiku. Aku gak menyangka Ariel membentakku sampai segitunya kali ini. Padahal aku gak punya maksud apa-apa. Aku cuma mau yang terbaik buat dia.

Aku emang gak pengalaman soal cinta. Tapi aku juga punya perasaan peduli, punya perasaan khawatir. Aku kenal Ariel dari kecil, aku sudah sayang dengannya seperti sayang aku dengan saudaraku sendiri. Aku cuma gak mau dia berbuat bodoh lagi. Aku gak mau dia nyakitin hati seseorang lagi. Aku gak mau dia hanya sekedar bermain-main dengan perasaan cintanya. Aku gak pengen dia kembali mengabaikan suara isi hatinya yang melantunkan irama cinta tulus untuknya yang sebenarnya. Cuma itu yang selalu aku takutkan jika dia mulai bermain dengan dunia percintaan. ‘Gue peduli sama loe Riel, tapi kenapa begini?

**--misst3ri--**

Sudah hampir seminggu sejak pertengkaranku dengan Ariel yang lalu kami tak pernah bertemu lagi. Teleponku pun tak pernah ia angkat. Tak pernah hatiku merasa sesepi ini. Jujur. Aku kini amat sangat merindukan sosok sahabatku itu. Kerengganagan akibat pertengkaran kami yang belum sempat diperbaiki itu semakin membuat hatiku ingin bertemu dengannya. Meminta maaf padanya. Dan kembali mengaitkan hubungan persabahatan kami itu.

“Riel, loe dimana?” lirihku di malam itu. Ku tatap bintang-bintang yang bertaburan di langit yang cerah malam itu. Aku harap salah satu bintang itu bisa membawa kerinduanku pada sosok sahabatku itu. Biar bagaimana pun, aku gak bakal pernah bisa menyakiti hati sahabatku itu. Andai dia tau, hatiku sangat sakit saat dia pergi dengan wajah penuh amarah saat itu.

Jika boleh ada satu bintang jatuh malam itu, satu-satunya pintaku mungkin hanya agar Ariel kembali dengan senyumnya dan kehangatannya. ‘Sungguh Tuhan, aku merindukan dia’ ucapku berkali-kali dalam hati yang terus menyanyikan lagu kerinduan itu. Perlahan aku hirup udara malam yang dingin itu untuk sedikit melegakan dan mengisi kekosongan hati ini. Sungguh. Rasa berkecamuk dalam diriku yang tak bisa ku raba dan terlalu abstrak untuk ku ungkapkan itu membuat hatiku bergejolak tak nyaman.

Ting tong…

Lamunanku terpecahkan oleh suara itu. Aku mendengar suara bel berbunyi. Ayah dan bunda sedang pergi ke sebuah acara 1 jam yang lalu. Dan tentunya tinggal aku yang ada di rumah kini sendiri. ‘Siapa ya?’ benakku. Apa secepat itu kedua orangtua ku pulang?

Aku pun bergegas turun dan menuju pintu depan. Saat aku membuka pintu rumah, aku terperangah sesaat. Terima kasih Tuhan ucapku berkali-kali dalam hati. Doaku tadi rupanya didengar dan langsung dikabulkan Tuhan. Dari balik pintu itu, aku kini bisa menemui wajah sahabatku itu. Wajah yang begitu hati ini rindukan keberadaanya. Tapi dari sorot matanya, aku bisa tau, dia menyimpan sejuta kegundahan.

“Ariel? Loe kenapa?” tanyaku pelan melihat roman wajahnya yang menyiratkan sejuta kepiluan. Kekhawatiran seketika langsung menghinggapi hatiku. Siapapun yang melihat keadaan Ariel saat itu pasti bisa merasakan ada yang tak beres yang telah menimpanya. Dan aku tau, perasaan itu tak meleset sedikitpun, karena selang setelah itu, dirinya telah memelukku dan terisak pelan dibalik punggungku.

Dan malam itu aku kembali menjadi seorang sahabatnya yang kan mendengar segala keluh kesahnya. Menjadi tempatnya bersandar menompang segala beban yang kini tengah ia rasakan. Memberinya pelukan penuh kehangatan seorang sahabat yang selalu berusaha membuat sahabatnya untuk tetap kuat dan keluar dari segala kegundahannya.

Dan malam itu juga, dari ceritanya aku tau, ternyata sebuah rentetan kejadian telah mengubah total cara pandang seorang Ariel tentang cinta.

**--***--**

Malam sudah begitu larut. Tapi mataku belum juga bisa terpejam. Kejadian yang baru saja berselang masih terekam jelas dibenakku. Ariel yang beberapa puluh menit yang lalu telah pulang setelah puas melampiaskan segala kegundahannya padaku, pasti juga tak bisa tidur sama sepertiku. Apa yang Ariel ceritakan malam itu benar-benar membuka pikiran kami. Membuka lebih luas cerita yang berbeda dari sebuah kehidupan. Terhadap sebuah arti cinta yang sesungguhnya pada khususnya. Kata-kata pertama Ariel saat baru memulai ceritanya masih begitu sangat melekat di benakku.

“Vivi nolak gue Fy…”

Itu kata-kata yang pertama kali terucap dari mulut sahabatku itu. Kata-katanya terdengar begitu ketir dengan pandangannya yang terus memandang kosong kedepan, seakan menerawang menembus sang waktu memutar kembali waktu-waktu yang telah ia lewati bersama Vivi.

Mungkin jika hanya kalimat itu yang terlontar darinya, maka aku tak bakal percaya dia bisa datang dengan kesedihan sedalam itu. Tapi bait-bait penuh nada kepedihan yang menyambung seuntai kalimat itu, membuat aku tersadar. Ariel ternyata kini benar-benar telah menjadi sosok yang berbeda malam itu. Karena cerita hidup seorang gadis. Vivi.

Malam itu Ariel menceritakan segala hal yang telah ia alami. Segala hal yang Vivi bicarakan dengan dirinya. Segala hal yang membuat gadis itu menolak Ariel. Segala hal yang kemudian begitu saja terjadi seakan-akan telah direncanakan Tuhan dengan begitu rapinya, hingga pada akhirnya bisa membuka pikiran dan hati seorang Ariel untuk melihat sebuah cinta dari sudut pandang yang berbeda.

“Vivi sebenarnya sudah punya pacar, namanya rizki…”

Aku masih ingat, saat baru saja mendengar kalimat itu. Karma, itulah yang segera terlintas di benakku. Apa Tuhan memberikan pelajaran berupa karma pada Ariel yang senang memainkan hati seorang gadis? Entahlah. Itu jelas memberinya pukulan telak padanya. Tapi ternyata tak hanya sampai disitu pelajaran yang Tuhan berikan padanya. Cerita-cerita yang terlontar berikutnya membuatku sedikit tercengang dengan apa yang sebenarnya telah mencambuk Ariel hingga bisa seterpuruk itu hingga akhirnya berubah seperti itu…

“gue tau, saat itu gue sakit Fy. Sakit…. Buat gue Vivi beda dengan cewe-cewe yang pernah gue pacarin. Tapi segala hal yang Vivi ceritakan dengan gue hari itu, bikin gue gak bisa ngalang-ngalangin dia untuk mempertahankan cintanya, walau sebenarnya cintanya juga terabaikan… Gue ngehargain kemauan dia untuk mempertahankan cinta sejatinya sampai ujung usiannya…”

Sampai saat itu, aku mulai tak mengerti arah pembicaraan Ariel. Ada apa sebenarnya dibalik cerita cinta Vivi? Aku terus memperhatikan setiap detail ucapan-ucapan yang dilontarkan Ariel.

“Vivi sebenarnya sudah di vonis dokter 3 bulan yang lalu dan dokter bilang umurnya tak lebih dari 6 bulan lagi. Ginjal dia bocor, dan sulit untuk di selamatkan…”

“dan disaat cowonya tau akan penyakitnya, cowonya mulai menjauhinya. Tapi Vivi ingin mempertahankan cinta mereka berdua walau pada akhirnya maut harus memisahkan mereka. Dia hanya ingin mencoba terus setia di sisa umurnya”

“karena itu juga, Vivi selalu menghindar dari gue. Dia tau, rizki, cowonya itu pasti terpukul saat tau keadaan dirinya. Dan ia memaklumi hal itu. Dan disisa umurnya yang singkat itu, ia hanya ingin berusaha memberikan yang terbaik buat rizki. Termasuk terus berusaha setia dan mencintai sepenuh hati. Dia tak ingin menyakiti hati belahan hatinya itu, walau sebaliknya, hatinya tengah disakiti secara diam-diam oleh rizki. Dia tau, walau kekasihnya tetap memberikan cintanya kepadanya, tapi ia tau kekasihnya telah mulai mengepakkan sayapnya mencari pengganti dirinya… Tapi dia ikhlas Fy… gue gak percaya dia punya cinta yang sebegitu dalam dan tulus seperti itu….”

“buat dia, selama masih ada cinta yang diberikan rizki buat dia, dia akan terus berusaha membalas cinta itu. Dia tak ingin menyakiti orang-orang yang ia kasihi. Dia juga gak mau nyakitin hati gue, karena dia tau, dia gak bakal bisa membalas cinta gue. Cintanya sudah terlanjur hanya untuk rizki. Cuma itu keinginan dia disisa hidupnya itu….”

“dan… dia berhasil mempertahankan cintanya hingga ujung usianya Fy… Vivi udah gak ada. Tadi sore Vivi udah pergi untuk selama-lamanya…”

Ya, Vivi telah tak ada. Setelah itu berakhirlah cerita Ariel. Dia tak mampu lagi melanjutkan ceritanya. Hanya isak tangis tertahan yang mampu menggambarkan perasaan pedih yang ia rasakan saat itu. Cerita pedih dari gadis yang sempat ia taruh hati agak dalam itu benar-benar berhasil menohoknya perasaan dan membuka pikirannya rupanya. Dan akupun hanya mampu merangkulnya hangat, mencoba menguatkan dirinya saat itu.

Dari cerita Ariel itulah, aku tau saat pertemuan mereka beberapa hari yang lalu, saat perjalanan pulang mereka, Vivi jatuh pingsan, dan segera dibawa ke rumah sakit. Beberapa hari menghilangnya Ariel rupanya ia menemani Vivi di rumah sakit. Sampai akhirnya hari itu nyawanya tak tertolong lagi. Vivi telah terbang meninggalkan semua orang yang mencintainya dengan meninggalkan sebuah cinta sejati buat seorang yang ia anggap belahan jiwa, dan tentu saja sebuah pelajaran berharga tentang cinta buat seorang Ariel.

Satu tahun tlah berlalu sejak kejadian itu. Tapi Ariel tak pernah melupakan seorang Vivi di hatinya. Dan kalian tau, sejak kepergian Vivi, Ariel tak pernah lagi menyentuh dunia percintaannya. Aku sendiri tak tau kenapa. Apakah itu karena cintanya yang begitu dalam kepada Vivi? Entahlah….

Yang jelas, walau Vivi telah tiada, tapi aku juga tak pernah melupakan dirinya yang telah mengubah Ariel. Sejak kepergian Vivi, Ariel memang menjadi sosok yang berbeda. Dia orang yang bisa lebih menghargai cinta kini.

“gue pengen mencari cinta sejati Fy, bukan cinta palsu yang sekedar untuk permainan”

Itu jawaban yang terlontar darinya jika aku menanyakan kesendiriaannya. Dan aku senang, itulah yang aku harapkan bisa berubah dari seorang Ariel. Aku cuma pengen dia bisa ngeliat cinta dalam arti sebenarnya, bukan sekedar cinta yang hanya ia jadikan permainan selama ini.

**---*misst3ri*---**

Sore itu, kami berdua menjiarahi makam Vivi. Hari itu tepat 1 tahun kepergian Vivi. Sepulang dari makam, Ariel mengajakku ke suatu tempat. Sebuah taman yang indah, yang dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Kami duduk disebuah kursi taman yang menghadap sebuah danau yang begitu tenang. Terlihat di sekitar sana ada beberapa orang yang juga turut menghabiskan sore itu di tengah keindahan taman itu. Cukup lama kami terdiam, sambil sesekali melempar kerikil-kerikil kecil ke arah danau dan mengusik ketenangan permukaan danau itu.

“Riel, gue boleh nanya gak ke loe?” tanyaku membuka pembicaraan.

“apa?” sahutnya santai sambil membuka sebuah permen lollipop kesukaannya. Aku menghela nafas sesaat.

“sekarang udah 1 tahun sejak kepergian Vivi. Tapi kenapa loe sampai sekarang gak pernah lagi pacaran sejak kepergian via? Apa loe masih ngarepin Vivi?”

Ariel menoleh kearahku, lalu menggeleng sambil tersenyum. Melepas permen lollipop yang sedari tadi ia hisap, lalu berkata…

“gue udah ikhlasin cerita cinta gue sama Vivi. Dan gue kan udah pernah bilang, gue mau nyari cinta sejati Fy. Bukan cinta main-main lagi sekarang…” ucapnya dengan tenang dengan senyum yang terus saja mengembang dengan manisnya itu di sudut bibirnya. Tangannya yang kosong bebas memainkan batang lollipop yang baru ia nikmati sedikit itu.

“loe sendiri kenapa sampai sekarang belum mau nyentuh namanya yang pacaran?” tanyanya lagi.

“gue cuma ngerasa belum nemuin waktu yang tepat…”

“loe nunggu waktu yang tepat, apa loe lagi nunggu seseorang Fy?” potong Ariel dengan nada menyindir sambil melirikku tajam.

Pertanyaan ini sungguh menohok diriku. Aku hanya menunduk. Yah, mungkin aku juga tengah menunggu itu. Menunggu orang yang tepat, orang yang benar-benar aku cintai dari dasar hati ini. Melihat kebisuanku ini, Ariel ikut terdiam. Dia hanya tersenyum melihatku tak berkutik seperti itu.

“menunggu bukan hal yang salah kok Fy… gue juga sedang menunggu seseorang” lirih Ariel lagi santai sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi taman itu lalu mengedarkan pandangannya ke arah bunga-bunga yang tumbuh mekar disana. Aku melirik Ariel sesaat. ‘Menunggu? Siapa yang Ariel tunggu?’ benakku panasaran. Tapi ku simpan saja rasa penasaran itu dalam hatiku. Aku pikir, kalau sudah waktunya Ariel pasti akan bercerita padaku seperti biasanya.

“Fy… loe tau gak, ini tempat favoritenya Vivi. Gue dulu suka ngintipin dia yang lagi mainin biola disini” kenang Ariel, mengubah topic pembicaraan mereka. Aku hanya diam setia mendengarkan.

“dan tau gak Fy, dipertemuan terakhir gue dulu itu sebelum ia gak sadarkan diri, tepat di taman ini juga, Vivi sempat ngasih nasehat ke gue dulu…” kenang Ariel, “kayaknya gue belom pernah cerita tentang ini kan?” kata Ariel lagi sambil mengalihkan perhatiannya padaku kini. Aku mengangguk pelan. Ariel memang belum pernah menceritakan tentang sebuah nasehat dari Vivi sebelumnya. Ariel kembali melemparkan pandangannya ke hamparan luas keindahan taman itu.

“dia bilang… Hati gue sebenarnya sudah gak utuh. Dan karena itulah gue gak bakal bisa meletakkan hati gue dengannya. Itu hanya akan menjadi hal yang sia-sia karena tidak seharusnya dengan dia serpihan hati gue berada. Gue harus mencari serpihan-serpihan hati gue itu, yang nanti kan bisa membuat hati gue utuh kembali….” Lirihnya. Aku sedikit tak mengerti maksud nasehat Vivi tersebut. Tapi aku tetap diam terus mendengarkan kata demi kata yang terlontar dari mulut Ariel.

“pada awalnya, gue pikir kenapa Vivi mengatakan itu karena gue terlalu sering bergonta-ganti pacar. Mungkin hati gue jadi gak utuh lagi karena gue terlalu sering membagi hati gue ke banyak cewe….” Katanya lagi. Sesaat ia terdiam dan menghela nafasnya.

“tapi setelah gue terus renungi kata-kata itu, gue resapi benar-benar, gue tau, bukan itu maksud Vivi” ucapnya sambil melirik ke arahku sesaat. Aku tersenyum padanya, dan terus menatapnya penuh perhatian. Ia balas tersenyum kemudian kembali melanjutkan ceritanya. Ia kembali bercerita sembari menerbangkan pandangannya pada bunga-bunga indah yang tumbuh subur di taman itu.

“gue mungkin dulu sering mempermainkan cinta gue dengan banyak cewe, tapi gue gak pernah benar-benar memberikan hati gue ke mereka. Itulah yang membuat gue gak pernah merasa cocok dan nyaman terus menjalin hubungan dengan mereka semua. Di mereka gue gak bakal bisa nemuin serpihan-serpihan hati gua yang sebenarnya udah gue sebar ke orang-orang yang benar-benar hati gue cintain….” Ucapnya lagi. Sampai disini aku mulai mengerti apa maksud nasehat Vivi.

“Vivi juga sempat berkata, jika gue pengen tau dimana serpihan-serpihan hati gue itu berada, gue harus pejamkan mata gue, dan dengarkan bisikan hati nurani gue. Dan hati gue bakal ngasih tau dimana. Dan loe tau, siapa yang bisa gue liat memiliki serpihan-serpihan hati gue?” tanya Ariel sambil menatapku penuh. Aku balas menatapnya dan menggeleng pelan. Ariel menutup matanya sesaat, lalu kembali membuka menatapku dengan tatapan yang terasa lebih dalam kini.

“serpihan hati gue ada di nyokap gue…, bokap gue…, kak Raka, dan…..” Ariel menghentikan perkataannya sesaat. Dan saat itu aku ngerasa, sorot pandang Ariel mulai berbeda. Sorot mata itu mulai menggetarkan hatiku yang selama ini selalu aku pertahankan dalam kesendirian dan kesepiannya.

“dan loe Fy….” Lirih Ariel lagi dengan begitu pelan kini, begitu dalam, dan hati-hati. Aku terperangah mendengarnya.

“gue sayang sama loe Fy…” lanjutnya lagi sembari terus menatapku penuh kelembutan lewat mata sayunya itu. Aku menggeleng sambil menatapnya sedikit nanar.

“gak Riel, sayang loe sama gue cuma sahab…” aku masih mencoba mengelak, tak mau mengambungkan perasaan yang penuh mimpi ini. Tapi aku tak mampu lagi melanjutkan perkataanku itu ditengah genggaman hangat Ariel yang kini menggenggam hangat jemari-jemariku. Sorot tajam matanya seakan turut menyihirku, menyesakkan dada ini, dan mencekak tenggorokan ini untuk menahan memproduksi suara dari pita suara.

“loe pernah bilang, hati akan menuntun kita menuju cinta sejatinya yang penuh ketulusan. Dan gue kini sadar, satu-satunya orang yang selalu bisa bikin gue nyaman, bikin hati gue merasa tentram, cuma sama loe Fy….” Ucapnya tenang sambi terus menatapku penuh kehangatan.

“apa kesendirian loe selama ini karena loe nunggu seseorang Fy?” lirih Ariel. Aku masih tersihir, diam terpaku menatap kedua bola mata Ariel.

“siapa Fy? Apa itu gue?” jleb. Sontak aku mengalihkan padanganku ke arah lain. Aku tak kuat menatap sorot tajam mata Ariel yang seolah-olah ingin menelanjangi isi hatiku, mencari kejujuran yang terpendam disana.

“kalau orang yang loe tunggu itu gue, gue udah datang buat loe Fy” lirih Ariel lagi.

Aku terpejam dan menunduk semakin dalam. Darah ini seakan mengalir begitu deras memompa detak jantung untuk bekerja lebih cepat. Hati ini mulai berkecamuk tak beraturan. Menerbangkan sejuta perasaan, asa dan juga harapan.

Dan sepertinya kebisuanku dan genggaman ku pada tangannya yang tanpa sadar menguat, seolah tak ingin dia menjauh, sudah cukup menerangkan kepada Ariel apa isi hatiku sesungguhnya. Ariel hanya tersenyum dan balas menggenggam jemariku semakin erat, yang membuat jantungku berdetak lebih cepat lagi. Ya, aku memang menunggunya. Entah sejak kapan perasaan itu ada. Tapi hati ini bertahan karena aku telah terlanjur meletakkan serpihan hatiku padanya. Sahabatku sedari kecil yang sudah punya tempat terlalu dalam, terlalu istimewa di hati ini. Tapi aku tak pernah bisa mengungkapkannya. Aku tak pernah yakin dengan perasaanku sendiri. Aku terlalu takut untuk meyakini perasaan yang terbentuk dengan sendirinya itu. Aku terlalu takut tuk menggenggam perasaan itu demi sebuah harapan yang tak pasti.

“Fy, loe tau kenapa gue memilih menjomlo setahun ini? Itu karena gue benar-benar mikirin perkataan Vivi itu. Dan semakin gue pikirin kata- kata Vivi itu, gue semakin gak bisa menolak kata hati gue kalo gue sebenarnya nunggu loe. Sekarang gue pinta, loe tanya sendiri sama hati loe, kenapa sampai di umur loe yang ke-18 ini, loe belum mau melepaskan hati loe buat seseorang? Apa yang sebenarnya loe tunggu dari dulu Fy?” kata-kata Ariel yang mengalir lancar dari mulutnya itu semakin membuat hatiku bergejolak.

Tangan Ariel bergerak menyentuh daguku, dan mengangkat wajahku agar menatapnya. Hatiku berdesir kuat saat kembali melihat sorot mata itu. Sorot mata yang seperti menyinarkan sinar yang penuh kehangatan, dan kasih sayang yang begitu tulus padaku.

“satu hal yang loe harus ingat Fy, cinta itu butuh keberanian dan kepercayaan. Jika loe berani mengambilnya, dan mau menaruh kepercayaan loe sama gue, gue janji bakal mencintai loe dari hati. Gue janji gak bakal ngotorin kesucian cinta itu sendiri… Apa loe mau nerima cinta tulus yang gue siapin buat loe ini?”

Ya, Ariel benar. Aku harus percaya dengan kata hatiku sendiri. Dan aku harus percaya, hati ini telah memilih orang yang tepat, yang tak akan pernah menodai cinta yang tulus itu. Dan atas dasar itulah, saat itu juga ku yakinkan hatiku akan pilihan kata hati nuraniku. Ketika hati ini tlah mantab dengan perasaanku, aku pun tersenyum padanya dan perlahan mengangguk. Aku tau, inilah isi hatiku sebenarnya. Ariel. Dialah segala alasan kenapa selama ini aku jaga tertanam rapat di hati ini. Karena hati ini tanpa aku sadari memang aku jaga untuknya.

Seketika tak lama setelah anggukanku itu, aku merasakan jemariku hangat karena telah digenggam semakin erat oleh jemari kokoh Ariel. Aku bisa melihat pancaran bahagia dari mata Ariel. Mata yang terus menatapku dengan hangat, sehangat desiran lembut darah yang mengalir diseluruh tubuhku.

Ariel terus menatap kedua bola mataku dengan tajam. Waktu terasa berhenti berdetak saat kedua mata kami saling bertautan mengisi kekosongan hati masing-masing. Wajahnya semakin mendekat dengan wajahku. Aku merasa kaku, tak bisa bergerak. Hanya bisa terdiam terpaku saat Ariel semakin mendekati diriku. Kini aku bisa mendengar jelas tiap hembusan nafas Ariel dan sentuhan hangat nafas Ariel di pipiku. Sorot mata Ariel benar-benar telah melumpuhkanku. Entahlah. Tapi tubuh ini terasa kaku dan pasrah dengan apa yang akan Ariel lakukan padaku. Inikah yang dinamakan cinta? Aku akhirnya hanya bisa memejamkan mataku saat wajah Ariel semakin mendekati wajahnya.

Cup

Sesuatu telah menempel dibibirku. Eh, tapi kok rasanya… manis? Perlahan aku membuka mata dan melihat wajah jahil Ariel yang sedang nyengir lebar ke arahku sambil memegangi sebuah permen lollipop ditangan kanannya.

“ngarep juga ya loe tu ternyata. Katanya cinta itu suci, gak boleh pake nafsu… Gue gituin gak berkutik juga loe! Payah juga loe ah!” ledek Ariel. Rasa malu langsung seketika menyelimutiku. Ingin rasanya membenamkan wajah yang sudah memerah ini ke dasar lautan yang dalam nan dingin agar mati kaku dan tak lagi merasakan malu yang tak terkira itu.

“ahh… Ariel! rese ah!” hanya keluhan itu yang akhirnya bisa terlontar dari mulutku.

Ku hujani dia dengan pukulan-pukulanku. Tapi Ariel lari dan terus mencoba berkelit dari hujanan pukulan dari ku. Ku kejar ia terus tuk melampiaskan kekesalan bercampur malu yang aku rasa. Sampai akhirnya aku bisa meraih pergelangannya, tapi ia dengan gesit balik memegangi tanganku. Aku pun tak mampu bergerak lagi ketika Ariel telah memegangi kedua lenganku sambil mendekapku dari belakang. Dan bisikan lembut dari Ariel sontak saja membuat diriku kembali luluh, dan merasakan hembusan kuat di hatiku. Sebuah hembusan yang membelai lembut hatiku dengan penuh kehangatan dan ketentraman.

“aku tau cewe itu makhluk yang sangat lembut dan rapuh. Maka dari itu, aku janji sama kamu Fy, aku bakal terus jagain kamu seutuhnya dan gak akan aku biarin kamu tersakiti dan terkotori oleh apapun dan oleh siapapun, termasuk oleh diri aku sendiri. Aku janji Fy, demi menjaga cinta suci yang kamu pertahankan selama ini…” bisiknya pelan tapi begitu dalam. Dan detik itu juga aku tau, hatiku sudah berhasil menemukan cinta sejati yang aku harapkan, serpihan hatiku yang aku cari-cari dan aku tunggu dari dulu untuk melengkapi kekosongan hatiku. Dan aku yakin, Ariel mampu ngasih arti cinta sejati yang tulus yang aku impikan selama ini.

Bagaimana dengan kalian? Apa kalian juga sudah menemukan cinta sejati kalian yang penuh ketulusan? ;)

---------------THE END (3am)---------------

0 komentar: